Jawa Pos

Keuangan PWU Membaik setelah Restruktur­isasi

Saksi Emilia: Pak Dahlan Marah ketika Diberi Bonus

-

SIDOARJO – Restruktur­isasi aset yang dilakukan Dahlan Iskan selama menjadi Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim ternyata membawa dampak besar. Keuangan perusahaan membaik sehingga tak ada lagi keterlamba­tan gaji karyawan. Juga, PWU akhirnya mampu menyetor pendapatan asli daerah (PAD).

Fakta itu tergambar dari keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa dalam sidang Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (17/1). Ada lima saksi

Pernah ada surat keluar dari PT PWU ke DPRD, kurang lebihnya menanyakan perihal pelepasan aset ke DPRD Jatim.” Yohanes Dasikan, mantan staf umum, tim pelepasan aset

Untuk gaji, saya memang yang mengurusi. Pak Dahlan tak pernah mau menerima gaji. Termasuk fasilitas seperti mobil dinas.” Emilia Aziz, mantan staf personalia, tim pelepasan aset

Saat itu uang Pak Dahlan dipakai (untuk jaminan pembanguna­n Jatim Expo, Red). Kami cepatcepat ganti karena kasihan beliaunya.” Budi Raharjo, mantan staf keuangan, tim pelepasan aset

Semuanya (usulan pemenang) dari Pak Wisnu (Wisnu Wardhana). Nilainya berapa, bagaimana komunikasi dengan pembeli, ya (saya) tidak tahu.” M. Sulchan, mantan staf umum, tim pelepasan aset

Kondisi PT PWU saat itu (sebelum Dahlan Iskan menjadi Dirut) hidup segan mati pun tak mau.” Suhadi, mantan staf umum, tim pelepasan aset

Semua merupakan mantan karyawan PT PWU dan mantan anggota tim pelepasan aset. Tak ada seorang pun di antara mereka yang menyebut restruktur­isasi aset berdampak negatif. Apalagi merugikan keuangan negara seperti yang dituduhkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim selama ini.

Lima saksi yang dihadirkan ialah Yohanes Dasikan (mantan staf umum), M. Sulchan (mantan staf umum), Budi Raharjo (mantan staf keuangan), Suhadi (mantan staf umum), dan Emilia Aziz (mantan staf personalia). Di hadapan majelis hakim, para saksi tersebut mengistila­hkan kondisi PT PWU sebelum Dahlan masuk seperti hidup segan mati tak mau. Kondisi itulah yang membuat para karyawan sempat terlambat menerima gaji. ”Kondisi PT PWU saat itu memang hidup segan mati pun tak mau,” ujar Suhadi.

Nah, kondisi pahit itu berangsur membaik ketika PT PWU dibentuk dari peleburan lima perusahaan daerah (PD) dan Dahlan Iskan ditunjuk sebagai direktur utama (Dirut). Ketika menjadi Dirut, Dahlan melaksanak­an restruktur­isasi aset sesuai saran konsultan Cacuk Sudarijant­o. Nama tersebut merupakan tokoh manajemen terkemuka di Indonesia saat itu.

Para saksi menjelaska­n, program restruktur­isasi diwujudkan dengan menjual aset PT PWU yang tidak produktif. Hasil penjualan aset itu dibelikan aset yang lebih produktif. ” Asset-to-asset. Hasilnya yang saya tahu, salah satunya, di Karangpila­ng (Industrial Estate Wira Jatim, Red),” terang saksi Budi Raharjo.

Budi juga menjelaska­n, setelah berhasil m e restruktur­isasi aset, keuangan PT PWU mulai membaik. Sampai akhirnya bisa menyetor ke pendapatan asli daerah (PAD) Jatim. Padahal sebelumnya, jangankan setor PAD, PWU justru terus-terusan disuntik dana oleh pemprov.

Dalam sidang juga terungkap, untuk menghidupk­an PT PWU, Dahlan malah tombok. Sejak menjadi Dirut (2000–2009), Dahlan ternyata tak pernah mau menerima hak-haknya. Mulai gaji sampai sejumlah fasilitas.

”Untuk gaji, saya memang yang mengurusi. Pak Dahlan tak pernah mau menerima gaji. Termasuk fa silitas seperti mobil dinas,” kata Emilia. Bukan hanya itu, Emilia juga pernah tahu Dahlan pergi ke luar negeri untuk urusan PT PWU. Namun, lagi-lagi Dahlan tak mau menerima uang perjalanan dinas.

Yang paling membekas dalam ingatan Emilia, dirinya pernah dimarahi habis-habisan oleh Dahlan. Gara-garanya, perempuan berkerudun­g itu mentransfe­r bonus tahunan ke rekening Dahlan.

Di hadapan hakim, Emilia menceritak­an, setelah kondisi keuangan membaik, perusahaan bisa memberikan bonus untuk karyawan. ”Kami lantas berpikir, kan selama ini Pak Dahlan tidak pernah menerima gaji, bagaimana kalau kami beri bonus saja. Toh, keuangan perusahaan sudah membaik,” tutur perempuan 59 tahun kelahiran Jakarta itu.

Atas persetujua­n pimpinan yang lain, Emilia mentransfe­r sejumlah uang ke rekening Dahlan. Ternyata Dahlan yang mengetahui sejumlah uang nyelonong masuk ke rekeningny­a langsung mengonfirm­asi Emilia. Emilia mengaku telah mentransfe­r uang yang merupakan bonus dari perusahaan.

Saat itu juga Dahlan marah besar. ”Memang PT PWU sudah kaya, bisa ngasih bonus ke saya?” tutur Emilia, menirukan Dahlan. Dahlan langsung memerintah­kan Emilia untuk menarik bonus tersebut. ”Saya langsung ke bank. Saya ambil uang itu dan kembalikan ke Pak Suhardi (direktur keuangan PT PWU, Red),” ujar Emilia.

Tidak hanya menolak gaji dan berbagai fasilitas, Dahlan juga malah rela menjaminka­n hartanya untuk keperluan PT PWU. Dalam sidang terungkap, Dahlan pernah menggunaka­n deposito pribadinya sebesar Rp 5 miliar sebagai jaminan bank.

Jaminan itu diperlukan agar PT PWU mendapatka­n pinjaman dana untuk membangun Jatim Expo. ”Saat itu uang Pak Dahlan dipakai sebentar. Kami cepatcepat mengganti karena kasihan beliaunya,” kata Budi.

Dengan talangan dana dari Dahlan, Jatim Expo akhirnya berdiri hingga kini. Gedung itu menjadi salah satu tonggak kesuksesan PT PWU. Budi mengatakan, saat PT PWU belum sehat, sangat sulit mendapatka­n pinjaman dari bank. Jadilah Dahlan berperan sebagai personal guarantee. WW Atur Proses Penjualan

Dalam sidang kemarin juga terungkap, seluruh proses penjualan aset PT PWU yang selama ini dipermasal­ahkan oleh kejati ternyata diatur Wisnu Wardhana (WW). Hal itu disampaika­n kelima saksi yang merupakan mantan karyawan sekaligus mantan anggota tim penjualan aset PT PWU.

Kelima saksi kompak menyatakan, selama menjadi anggota tim penjualan aset, mereka tak banyak dilibatkan oleh ketua tim, yakni WW. ”Semua proses dilakukan oleh Pak Wisnu,” jawab satu per satu saksi ketika ditanya jaksa Trimo. ”Seingat saya, tidak ada rapat koordinasi,” imbuh saksi Emilia.

Begitu pula soal usulan pemenang. ”Semuanya dari Pak Wisnu. Nilainya berapa, bagaimana komunikasi dengan pembeli, ya (saya) tidak tahu,” ujar Sulchan.

Para saksi tersebut hanya bertugas menyiapkan dokumen administra­si dan membuatkan berita acara. Lantas, WW mengatur segala proses teknisnya. Mulai pembukaan penawaran hingga penerimaan pembayaran untuk penjualan aset.

Yang dilakukan WW juga bukan atas arahan Dahlan. Sebab, para saksi menyebut Dahlan tak pernah memimpin rapat yang terkait dengan penjualan. ”Kalau ada rapat soal penjualan, dipimpin oleh Pak Ketua (Ketua Tim Penjualan Wisnu Wardhana, Red),” ujar Emilia.

Jaksa penuntut umum (JPU) terkesan terus mengarahka­n saksi agar menyebut keterlibat­an Dahlan. Salah satu senjata jaksa ialah tanda tangan Dahlan dalam dokumen pencairan uang Rp 510 juta. Dana itu diperuntuk­kan pengosonga­n bangunan di Kediri yang telah dijual PWU.

Meskipun berupaya mengarahka­n pertanyaan sedemikian rupa, fakta sidang menunjukka­n bahwa Dahlan tak pernah menandatan­gani dokumen pencairan dana tersebut. Tanda tangan dalam dokumen yang didapat jaksa itu ternyata hanya disposisi Dahlan.

Terkait dengan hal tersebut, majelis hakim sempat mempersila­kan Dahlan untuk menjelaska­n. Dahlan mengatakan, selama menjadi direktur utama di banyak perusahaan, dirinya membuat keputusan untuk tak mencampuri urusan keuangan.

Menurut Dahlan, jika semua urusan harus lewat dirinya, per- usahaan akan macet. ”Semua tahu saya tak mau ikut urusan keuangan. Saya tidak tanda tangan cek, tidak tanda tangan prosedur pencairan. Jadi, tak perlu acc saya agar uang cair,” jelasnya.

Bukti yang dikantongi jaksa, menurut dia, hanya sebuah disposisi. Ceritanya, Wisnu pernah menemui Dahlan. Dia curhat bahwa sampai Oktober belum ada pencairan dana untuk pengosonga­n bangunan di atas tanah yang dijual. Padahal, pengosonga­n itu sangat penting. Sebab, jika tak dikosongka­n, PT PWU harus membayar denda keterlamba­tan 1 persen per hari.

”Saudara Wisnu kemudian minta tanda tangan saya agar pengosonga­n segera diproses, bukan dicairkan,” jelasnya.

Menurut Dahlan, disposisi itu tak bisa memengaruh­i pencairan. Sebab, sudah ada mekanisme tersendiri untuk pencairan uang di PT PWU. Sebagai pegawai keuangan, saksi Budi diminta hakim untuk menjelaska­n pencairan uang tersebut. Apakah pencairan itu atas perintah Dahlan atau Direktur Keuangan Suhardi.

Budi menuturkan, saat itu dirinya mendapat perintah dari Suhardi untuk mencairkan dana. Dia menyebut Dahlan hanya memberikan disposisi kepada Suhardi agar pengosonga­n segera dilaksanak­an.

Soal pencairan itu, jaksa memang terkesan mengonstru­ksikan seolah Dahlan yang memerintah­kan. Dengan begitu, mereka bisa mengaitkan kesalahan yang ditudingka­n untuk Wisnu kepada Dahlan Iskan.

Hakim juga sempat menanyakan kepada Yohanes Dasikan perihal surat izin pelepasan aset ke DPRD Jatim. Yohanes sebagai staf bagian umum mengaku pernah mengecek surat dari direksi ke dewan. ”Pernah ada surat keluar dari PT PWU ke DPRD, kurang lebihnya menanyakan perihal pelepasan aset ke DPRD Jatim,” ujar Yohanes Dasikan.

Terkait dengan kesaksian yang mayoritas meringanka­n Dahlan dan memberatka­n Wisnu Wardhana, jaksa Trimo tidak mau buru-buru mengambil kesimpulan. Menurut dia, pembuktian baru berjalan dan masih ada saksi lain. ”Nanti akan dilihat. Ini masih proses pembuktian,” imbuhnya. (mas/rul/tel/bjg/atm)

 ?? FOTO-FOTO: GHOFUUR EKA/JAWA POS ??
FOTO-FOTO: GHOFUUR EKA/JAWA POS
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia