Target Mobil Listrik Jauh dari Harapan
JAKARTA – Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia belum menggembirakan. Bahkan, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia kalah. Sebut saja Thailand yang menyiapkan anggaran Rp 3,8 triliun sebagai insentif untuk penelitian dan pengembangan guna menstimulus produksi mobil listrik lima tahun ke depan.
Pemerintah Indonesia sendiri baru mencoba menargetkan populasi mobil listrik sebanyak 2.200 unit pada 2025. Target tersebut tertuang pada Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)
Angka tersebut terbilang kecil. Bahkan, terkesan tidak serius. ”Kalau dibilang kecil memang kecil. Bergantung keseriusan pemerintah saja. Sebenarnya angka target bisa dibuat besar. Secara kapabilitas, Indonesia mampu kok,” ujar pengamat transportasi Darmaningtyas kemarin (22/4).
Menurut Darmaningtyas, ketika cadangan bahan bakar dunia terus menipis, industri otomotif harus menyesuaikan. Yakni, mengembangkan mobil listrik atau hybrid. ”Memang, mengembangkan mobil listrik butuh biaya dan berpotensi gagal. Tapi, jika terdapat kendala, sebaiknya tidak menjadi penghambat inovasi. Karena pada dasarnya teknologi dan SDM-nya mampu,” katanya.
Institut Otomotif Indonesia (IOI) menyebut bahwa populasi mobil hybrid terlalu kecil jika hanya ditargetkan 2.200 unit pada 2025. Director Strategic, Technology and Engineering Directorate IOI Jaka Purwanto menilai, angka tersebut di luar ekspektasi dan kapabilitas yang dimiliki Indonesia. Menurut Jaka, angkanya seharusnya bisa mencapai ratusan ribu unit.
”Mobil low carbon seperti CNG ( compressed natural gas) dan hybrid itu kontribusinya harus besar. Ekspektasi kami ada di angka ratusan ribu pada 2025. Sehingga bisa mendorong prinsipal Jepang untuk berpartisipasi,” ujar Jaka.
Jaka menambahkan, menurut pihak Dewan Energi Nasional (DEN), dokumen RUEN tersebut memang masih bisa direvisi. Masih ada kesempatan untuk mengajukan usulan. ”Pihak DEN menyebut itu adalah life document, bisa direvisi. RUEN ini kan sebagai patokan, revisinya bisa melalui mekanisme tertentu,” katanya.
Pengembangan mobil listrik memang memantik pro dan kontra. ”Kita semua tahu, hybrid itu dari sananya sudah mahal karena ada dua mesin. Tapi, kendaraan ini hemat BBM,” ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto.
Pihak industri yang diwakili Gaikindo bakal menyanggupi ketika sudah ada aturan yang jelas soal insentif yang diberikan kepada mobil hybrid. ”Kalau diberikan insentif dan terlihat demand- nya besar, saya yakin nanti produsen mulai memikirkan untuk merakit lokal. Tidak perlu disuruh, mereka akan assembling di sini,” ujar Jongkie. ”Jika sudah ada insentif, harganya nanti turun jauh. Begitu yang membeli banyak, mereka akan rakit di dalam negeri,” sambungnya. (agf/c10/ca)