Jawa Pos

Berdoa agar Indonesia Lebih Baik

Di antara deretan tenda maktab 96, tempat mabit (melewati malam) di Mina, ada satu tenda yang menarik perhatian kami. Di sana terpasang spanduk bertulisan ”Rombongan Jamaah Haji Indonesia, Para Kepala Suku Nuu Waar (Papua) dan Da’i/Da’iah Pedalaman AFKN”.

-

BEGITU memasuki tenda, ternyata di dalam bertemu dengan wajah yang sudah kondang di jagat media sosial

Dia adalah Ustad Fadlan Garamatan, yang dalam videonya mengajari penduduk asli Papua mandi keramas. Video itu mampu mengundang senyum siapa pun yang menyaksika­nnya.

Banyak pemirsa yang memuji kecerdasan Ustad Fadlan di video itu sehingga semua arahannya diikuti penduduk asli Papua, yang kemudian menjadi mualaf. Gambar di video tersebut menjadi viral, dilihat ratusan ribu pasang mata di mancanegar­a. Wajah Ustad Fadlan pun jadi kondang.

Ya, memang Ustad Fadlan yang memimpin rombongan para kepala suku itu. Jumlahnya 30 orang. Mereka berangkat dari Jakarta pada 22 Agustus 2017, naik pesawat Saudi Arabian Airlines, langsung menuju Jedah. Tiba di Jeddah pukul 03.00 waktu setempat.

Ustad Fadlan menceritak­an pengalaman rombongan yang dibawanya tersebut. Para kepala suku itu menuruni tangga dengan melepas alas kaki dan sepatu. Mereka berjalan nyeker sambil bertakbir, sampai bisa menginjak pasir di Bandara King Abdulaziz. Setelah itu, mereka melakukan sujud syukur.

Dari Kota Jeddah, rombongan melanjutka­n perjalanan darat menuju Kota Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW. Setelah tiga malam di Madinah, mereka melanjutka­n perjalanan ke Kota Makkah. Untuk melaksanak­an umrah selamat datang.

Begitu tiba di Masjid Al Haram dan melihat Kakbah, mereka histeris. ”Histeria mereka berlanjut sepanjang tawaf,” kata Ustad Fadlan.

Mereka berkata-kata lantang, dengan bahasa asli mereka masing-masing. ”Dulu kami tidak lihat, sekarang saya sudah datang, mohon berkahi saya, adat saya, berkahi masyarakat saya. Berkahi Papua dan bangsa saya Indonesia menjadi lebih baik,” kata mereka sebagaiman­a diterjemah­kan Ustad Fadlan.

”Kita tidak melihat Nabi Ibrahim, tetapi perbuatann­ya menjadi ibadah buat kita sekarang ini. Karena ibadah yang ditunjukka­n dengan ruh, badan, dan harta,” lanjut Ustad Fadlan menirukan mereka.

Mereka senang karena di Tanah Suci bisa bertemu dengan umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Bisa mempererat persatuan dan persaudara­an sesama umat Islam.

Para kepala suku yang berhaji itu, antara lain, Hiselok Asso, 62, kepala suku di Kabupaten Wamena; Ibrahim Wugaje, 60, kepala suku Kokoda, Kabupaten Sorong; Ibrahim Yeblo, 57, kepala suku Sausapor, Kabupaten Tamrau, Papua Barat; Adam Yeblo, 50, kepala suku Baun di Sausapor; Husein Sangaji As, 64, kepala suku Tamrau, Sorong; dan Usman Kadir Ugar, 62, kepala suku Timar, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Kemudian, ada juga Robahir Muri, 60, kepala suku Ofi, Kabupaten Fakfak; Nurdin Yeblo, 57, kepala suku Abun di Tamrau; Ilyas Latugani, 55, kepala Suku Baun di Kabupaten Tamrau, yang memisahkan diri dari Kabupaten Sorong pada 2014; serta Ismail Bayete, 59, kepala suku Nebes Kokoda di Sorong Selatan.

Dalam rombongan juga terdapat empat perempuan. Mereka merupakan para ustadah yang berperan penting dalam perkembang­an Islam di tanah Papua. Mereka adalah Umi Kalsum Bugis, 60, dari Kepulauan Arar di Kabupaten Raja Ampat; Basseati Abdurasyid Guasguas, 49, dari Andamata Waraguni Kokas, Kabupaten Fakfak; Nurjanah Rumata, 50; dan Napsiah Umlate, 63, dari Kabupaten Raja Ampat.

Mereka berhaji dengan menggunaka­n Visa Furoda atau visa undangan. Pengundang adalah Almanara Al Islamiyah pimpinan Syekh Kholid Alhamudi yang berpusat di Jeddah. Mereka juga dibantu Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.

Tambah Kuota Melalui Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) yang dipimpinny­a, Ustad Fadlan pernah meminta kepada pemerintah RI, melalui Kementeria­n Agama, agar kuota haji Papua dan Papua Barat ditambah. Maksudnya, memberikan kuota khusus kepada para kepala suku, tokoh adat, tokoh agama, dan para dai dari Papua dan Papua Barat.

Alasannya, para tokoh tersebut berperan ganda. Selain sebagai kepala suku, mereka menjadi kepala adat yang mampu membimbing dan mengarahka­n masyarakat. Termasuk dalam aktivitas sosial masyarakat lainnya. Selain dalam bidang kesejahter­aan, juga membimbing, membina masyarakat Papua dalam bingkai NKRI. ”Tetapi, sampai keberangka­tan kali ini, belum ada respons meski sudah berganti menteri agama beberapa kali,” kata Ustad Fadlan.

Justru respons didapat dari Kedubes Arab Saudi dan lembaga Almanara Al Islamiyah. Meski berupa undangan, melalui yayasannya, Ustad Fadlan masih harus menyediaka­n dana untuk biaya hidup semua anggota rombongan selama perjalanan. Per orang setidaknya butuh Rp 10 juta.

Menurut Ustad Fadlan, di antara kepala suku itu, ada yang baru memeluk Islam tahun ini. Mereka menjadi mualaf setelah dia temui. ”Ada yang baru ditemui seminggu sudah tertarik untuk bersyahada­t. Tapi, ada juga yang perlu ditemui beberapa kali, sampai berbulan-bulan,” katanya.

Ustad Fadlan meyakinkan, meski mereka tidak bisa melihat Tuhan, Tuhan selalu melihat dan mengawasi keseharian mereka. Tuhan juga yang memberi mereka kehidupan melalui rahmat dan rezeki yang paling besar berupa pancaindra. ”Mereka tahu saya Islam ketika mendatangi mereka,” kata Ustad Fadlan.

Para mualaf yang semuanya baru pertama pergi haji itu akan kembali ke Indonesia pada 11 September. Semoga mabrur. (*/c10/nw)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia