SENIMAN & ORISINALITAS
Pameran The Artist Is Present, kolaborasi Gucci dan seniman Maurizio Cattelan, membeberkan pemikiran tentang mimpi, realita, dan dunia imitasi.
Di bawah pimpinan Alessandro Michele, seni telah menjadi bagian yang amat penting dari brand Gucci. Berbagai kolaborasi dengan seniman kontemporer dilakukan secara berkala untuk menghasilkan karya dan wawasan yang lebih luas, tidak hanya bagi penggemar brand asal Italia ini, tapi juga bagi masyarakat umum. Kali ini, Alessandro menggaet seniman senior Maurizio Cattelan. Seniman yang lahir tahun 1960 di Padua, Italia, ini memiliki reputasi sebagai art scene’s joker karena semua karyanya mengandung unsur humor. Ia juga dikenal sebagai seniman yang kerap menggugat makna orisinalitas. “Orisinalitas tidak terjadi dengan sendirinya. Ia adalah evolusi dari karya-karya yang dihasilkan. Originality is about your capacity to add,” begitu ia pernah memberi pernyataan. Sang desainer dan seniman berbagi imajinasi mereka dalam wujud pameran seni berjudul The Artist Is Present. Pameran ini diadakan di Shanghai, sebuah tempat yang relevan dengan konsep pemikiran “the copy is the original”. Di sini Maurizio akan menampilkan hasil eksplorasi terhadap pemikiran bahwa orisinalitas dapat dicapai dengan melakukan repetisi, dan bagaimana orisinalitas itu sendiri dapat dilestarikan lewat salinan (copy). Pameran akan dibuka pada tanggal 10 Oktober 2018, dan Harper’s Bazaar mendapat kesempatan untuk berbincang dengan sang seniman tentang karyanya untuk pameran ini. Berikut petikan wawancaranya:
HARPER’S BAZAAR (HB): Bagaimana awal terjadinya kolaborasi dengan Alessandro Michele? MAURIZIO CATTELAN (MC): Kami datang dari latar belakang dan bentuk kreasi yang sangat berbeda. Menurut saya dunia fashion sangat menakjubkan. Di satu sisi, ia memiliki sistem industri dan ekonomi yang sangat maju, melibatkan begitu banyak orang dalam lingkaran produksinya. Di sisi lain dunianya seperti hanya bergantung pada satu kepala saja, yaitu kepala si creative director. Dia harus membuat pilihan yang cepat dan memakai insting, dan orangorang akan mengandalkannya. Saya bekerja dengan cara yang sangat berbeda. Saya memilih untuk tidak terikat dengan orang-orang yang mengandalkan inspirasi saya untuk memperoleh penghasilan, makanya saya selalu menghindar untuk punya studio. Kami berdua takjub akan overlap antara dua cara berpikir kreatif ini, dan jika benar bahwa yang berlawanan itu saling menarik, saya yakin kolaborasi ini akan berhasil! HB: Bagaimana pendapat Anda bekerja dengan dia dan di mana visi kalian bertemu? Persamaan apa yang Anda temukan? MC: Menurut saya yang dia garap adalah iconography (simbolsimbol yang terdapat dalam karya seni untuk menginterpretasikan sesuatu, red), dan saya menggarap icon (sosok yang dijadikan
simbol). Maknanya sama, kami berdua menggunakan bahasa gambar, sebuah teritori yang bisa dieksplorasi oleh semua orang karena tidak melibatkan tulisan. Di saat yang sama, tidak seorang pun akan mendapat sensasi dan pengalaman yang sama dengan orang di sebelahnya. Tugas saya dan Alessandro adalah untuk menarik makna dari interpretasi subjektif ini dan membuat karya kami menjadi signifikan selama lebih dari satu musim. HB: Saya tahu bahwa konsep di belakang karya seni yang dipamerkan adalah “the copy is the original” (tentang dinamika antara karya, pemberian, salinan dan pengarangnya). Bisakah Anda jelaskan hal ini secara detail? MC: Ini adalah konsep yang usianya setua manusia: menyalin atau meniru ada hubungannya dengan transmisi dan membaurnya pengetahuan, baik untuk masyarakat saat ini maupun yang belum lahir. Zaman Romawi antik tidak henti-hentinya meng-copy patungpatung klasik Yunani, karena mereka ingin semua orang, mulai dari senator sampai pandai besi, bisa mengaguminya. Sekarang ini, kita telah melalui masa-masa ketika milik pribadi, kemudian hak cipta, telah menjadi prinsip penting untuk melawan ideologi lain sehingga kita gagal menemukan nilai dari tindakan menyalin itu. Sharing economy, mulai dari Napster dan seterusnya, seperti ingin menebus situasi ini, dan mempertimbangkan meng-copy sebagai tindakan yang dihargai. Newsagent saya bilang, “Mulailah menyalin apa yang kamu suka. Salin salin salin salin. Ketika selesai menyalin, kamu akan menemukan diri sendiri.” HB: Bagaimana caranya karya-karya dalam pameran ini akan mendukung tema tersebut? MC: Karya dalam show punya hubungan yang berbeda dengan konsep meng-copy, bagi saya, penting untuk menyaksikan kemungkinan yang paling menyeluruh tentang reproduksi dan memperbanyak. Akan ada aksi yang berulang, pertukaran identitas, foto yang disalin, karya masterpiece dari masa lalu yang direproduksi dalam skala yang lebih kecil. Dari waktu ke waktu akan sulit bagi penonton untuk bisa melacak bagaimana karya-karya tersebut berhubungan dengan konsep pameran, tapi saya membuat pameran sebagai tampilan yang hidup dan masuk akal secara keseluruhan. Itulah mengapa sulit untuk membahasnya. HB: Dari koleksi karya ini, mana yang paling menonjol menurut Anda? MC: Sulit untuk mengatakannya, karena layaknya orang tua Anda pasti punya anak kesayangan, tapi itu adalah rahasia yang bahkan Anda sendiri tidak mampu mengakuinya. Menurut saya, secara umum, karya terbaik biasanya yang dikerjakan untuk tujuan khusus: yang merupakan transformasi dari dorongan untuk bertindak di hadapan publik. Karya-karya itu memiliki kualitas untuk tetap signifikan di masa depan, dan itu adalah rahasia untuk membedakan antara masterpiece dan “market-piece”. HB: Apa yang Anda harap bisa didapatkan oleh pengunjung dari menyaksikan pameran ini? MC: Saya sebenarnya agak ‘jadul’, berpikir bahwa ketika seniman menyelesaikan karyanya, maka karya itu tidak lagi menjadi miliknya. Saya melihat bagaimana orang-orang menanggapinya: sama dengan pameran lain yang dikuratori. Harapan saya untuk pameran ini adalah agar bisa dipamerkan di negeri Barat, karena akan sangat relevan sebagai perbandingan untuk melihat kontras tentang masalah copy ini oleh penonton dari latar belakang budaya dan dunia yang berbeda.