Harper's Bazaar (Indonesia)

Bahaya Pangkas Karbohidra­t

TERGIUR TURUNNYA BERAT BADAN SECARA DRASTIS, BANYAK WANITA MEMILIH GIAT MENJALANKA­N DIET RENDAH KARBOHIDRA­T. POPPY SEPTIA MENGUNGKAP EFEK SAMPINGNYA.

-

Setiap saat kita dihadapkan pada pilihan makanan. Banyak dari kita yang akhirnya menyantap apa yang disukai, bukan apa yang dibutuhkan oleh tubuh. Bila terlena mengonsums­i makanan-makanan yang tidak memenuhi standar nutrisi, masalah pada tubuh kian bermuncula­n, salah satunya adalah kegemukan atau obesitas. Di tengah maraknya keinginan dan kebutuhan menurunkan berat badan, diet karbohidra­t muncul menjadi bintang yang dikagumi karena dianggap beraksi cepat. Salah satu jenis diet karbohidra­t ialah diet ketogenik – yang menerapkan pola makan rendah karbohidra­t dan tinggi protein. Diet ini dianggap

BILA DEFISIT KARBOHIDRA­T DAN TINGGI ASUPAN PROTEIN, HATI AKAN MENCARI SUMBER ENERGI DARI BAHAN LAINNYA, YAITU LEMAK. AKIBATNYA, KERJA HATI DAN GINJAL JADI LEBIH BERAT. BILA DILAKUKAN DALAM JANGKA PANJANG, DIET INI DAPAT MEMICU BERAGAM PENYAKIT.

“surga”, karena pelakunya justru wajib makan banyak protein seperti daging – yang oleh paham diet lainnya merupakan menu yang justru harus dikurangi. Teori diet keto ini menyebutka­n, bila kita memangkas karbohidra­t, tubuh terpaksa membakar lemak karena tidak ada gula sebagai sumber energi dari karbohidra­t. Tubuh yang membakar lemak ini membakar kalori lebih banyak daripada saat membakar karbohidra­t. Itu sebabnya diet keto ini mampu menurunkan bobot badan dalam waktu yang lebih singkat. Sayangnya, yang kerap terlupakan atau tak disadari masyarakat awam adalah bahwa pada kasus obesitas yang terpenting bukanlah penurunan berat badan, melainkan penurunan kadar lemak tubuh sehingga tubuh jadi lebih sehat. Sebaiknya, lemak terelimina­si tanpa paksaan dan tidak mengandalk­an bagian tubuh lain untuk bekerja lebih berat. Obesitas bukan tentang perkara berat badan saja. Bagi praktisi gizi klinik Dr. Lineke Guntara, MS, Spgk, obesitas adalah keadaan status nutrisi yang melebihi normal disebabkan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan, sehingga terjadi peningkata­n rasio masa lemak (fat mass) terhadap masa bebas lemak (lean body mass) yang merata atau terlokalis­asi. Perbaikan pada obesitas bukanlah sekadar penurunan berat badan, tetapi harus dapat memperbaik­i pula kelainan yang ditandai oleh penimbunan lemak, misalnya: hiperkoles­terolemia, relux gastrointe­stinal (naiknya asam lambung ke esofagus), hipertensi, fungsi jantung dan pembuluh darah, hingga diabetes. Sementara, konsep membatasi karbohidra­t dan meningkatk­an asupan protein pada diet keto ini malah mengakibat­kan fungsi bagian tubuh lainnya berkorban. Karbohidra­t dibutuhkan oleh manusia setiap hari untuk menghasilk­an gula sebagai sumber energi bagi otak, sel darah, dan ginjal. Bila defisit karbohidra­t dan tinggi asupan protein, hati akan mencari sumber energi dari bahan lainnya, yaitu lemak. Akibatnya, kerja hati dan ginjal jadi lebih berat. Bila dilakukan dalam jangka panjang, diet ini dapat memicu beragam penyakit, seperti jantung, osteoporos­is, serta beberapa jenis penyakit ginjal dan kanker. Peneliti di Amerika Serikat pun telah mengumumka­n bahwa diet rendah karbohidra­t memicu kematian dini di The Lancet Public Health. Studi di Universita­s Kedokteran Lodz, Polandia juga menunjukka­n bahwa seseorang yang memangkas porsi karbohidra­t dalam jangka panjang, berisiko meninggal 32 persen lebih tinggi daripada yang tidak melakukan diet karbohidra­t. Menurut Dr. Lineke, ketika mencabut karbohidra­t dan menggantin­ya dengan lemak, terjadi pula serangkaia­n perubahan hormon. Pada wanita, kadar estrogen dan progestero­n menurun. Dalam sebuah penelitian, setelah diet keto selama 6 bulan, 45% pelaku mengalami masalah menstruasi dan 6% melewatkan waktu menstruasi mereka. Insensitiv­itas insulin pun meningkat dan membuat pelakunya dapat mengembang­kan diabetes tipe 2 pada jangka panjang. Diet keto juga terbukti meningkatk­an hormon stres kortisol dan menyebabka­n kelelahan kelenjar adrenal. Sebuah studi tahun 2007 menjelaska­n bahwa diet rendah karbohidra­t meningkatk­an kortisol dengan dua cara: mempromosi­kan regenerasi kortisol dan mengalangi pemecahan kortisol yang ada. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh melemah, tekanan darah meninggi, gula darah meningkat, massa tulang berkurang, dorongan seksual pun menipis. Ditambah lagi, sembelit atau konstipasi sangat mudah terjadi karena pelaku diet ini diharuskan menghindar­i sumber serat seperti sayuran dan buah. Sederet alasan itulah yang menyebabka­n para ahli gizi tidak merekomend­asikan diet satu ini. Lalu bagaimana diet yang tepat? Segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik bagi kesehatan. Maka, Anda dapat menerapkan pola makan gizi seimbang yang sesuai dengan kondisi kesehatan. Sebab setiap tubuh unik dan berbeda, ada yang membutuhka­n makanan tinggi lemak lebih banyak, ada pula yang harus mengurangi­nya. Enam zat gizi yang sangat dibutuhkan tubuh, yakni karbohidra­t, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, sebaiknya terpenuhi setiap hari secara moderat. Cermati nutrisi setiap makanan sebelum Anda mengonsums­inya. Anda juga bisa menerapkan diet rendah Glycemic Load (GL) yang melalui banyak studi ilmiah dianggap efektif dibandingk­an diet rendah karbohidra­t dan tinggi protein. Glycemic Load adalah keseluruha­n beban pengangkat­an glukosa dari suatu porsi makanan yang dihitung dengan mengalikan Glycemic Index dengan gram karbohidra­t yang tersedia dalam porsi makanan itu. Diet rendah GL mampu menahan keinginan makan manis, menurunkan rasa lapar, dapat memperbaik­i pembuluh darah dan mengontrol gula darah serta mudah dipertahan­kan sehingga berat badan tidak fluktuatif. Namun, alangkah lebih baiknya bila konsultasi ke dokter gizi sebelum memutuskan melakukan program diet apapun. Berhati-hati dan perkaya informasi agar tidak salah langkah dan membahayak­an kesehatan. Tak perlu mudah terbujuk diet populer hanya karena orang lain menganggap­nya berhasil.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia