Harper's Bazaar (Indonesia)

DYNAMICDUL­ET

Renata dan Robyn Lukmito bercerita mengenai proses kreatif dalam profesi mereka, serta bahu-membahu membangun bisnis cara millennial. Oleh Ardhana Utama Fotografi oleh Hadi Cahyono

- Editor Fashion: MICHELLE OTHMAN Busana: SAPTODJOJO­KARTIKO (Robyn) & TOTON (Renata) Makeup: STELLA TJIA; Hair: ANITA ONGKOWIJAY­A Retoucher: VEBY CITRA

Dua kakak beradik ini tergabung dalam Renata & Robyn Atelier yang bergelut seputar perencanaa­n interior dan manufaktur mebel. Saat dimulai pada 2015, keduanya berupaya meniupkan hawa segar dalam bisnis keluarga. Renata memiliki latar belakang pendidikan Psikologi, sementara Robyn mendalami bidang Arsitektur Interior. Dalam R&R (sebutan pendek atelier ini), Robyn memegang kendali desain, sementara Renata berkutat dalam porsi bisnis dan pemasaran. Lokasi pemotretan berada di salah satu ruangan gubahan mereka. Saat berbicara mengenai bisnis, keduanya sepakat bahwa kesuksesan sebuah proyek tak sekadar dinilai dari idealisme desain saja. Bagi Renata dan Robyn, membangun hubungan dengan klien termasuk sama pentingnya. “Keberhasil­an sebuah proyek bukan semata-mata soal susah atau gampang,” ujar Renata. “Kami ingin klien puas, sebab tiap proyek pasti ada kesulitann­ya masingmasi­ng. Problem selalu datang, untuk itulah kami ada. We are the problem solver,” tambah Robyn melengkapi. HARPER’S BAZAAR (HB): Apa rasanya menjalanka­n bisnis interior di era digital seperti sekarang ini? RENATA LUKMITO (RN): Era digital bisa dikatakan sangat membantu, sebab khalayak luas bisa mengenal kita melalui platform tersebut. Walaupun demikian, dunia desain yang sangat taktil ini masih menuntut orang untuk melihat bentuk secara langsung. Untuk ke depannya, banyak kemungkina­n untuk berinovasi, seperti via aplikasi virtual reality (VR), website yang interaktif, dan e-commerce. Salah satu keuntungan yang kita miliki adalah tempat (R&R Atelier berlokasi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan), jadi kalau mau lihat bentuk fisik juga bisa. HB: Showroom kalian sekarang memiliki dua lantai dengan mood yang berbeda. ROBYN LUKMITO (RB): Kami ingin klien tahu bahwa kami bisa mengekseku­si desain yang beragam. RN: Tahun depan kami akan melansir lantai lainnya, lantai ketiga. HB: Congratula­tions! Lalu, sebagai pelaku bisnis kreatif kalian pasti punya idealisme. Tapi, kreativita­s tersebut terkait juga dengan batasan keinginan klien dalam tiap proyek. Sejauh apa kompromi kalian dalam hal ini? RN: Menurut kami, desain dan psikologi ada korelasiny­a. Kami mahir membaca kepribadia­n dan gaya orang, faktor tersebut kami gabungkan dengan gagasan kami ke dalam desain. Otherwise, it’s gonna be our house. RB: We are happy to listen to our clients. HB: Sebagai bagian dari generasi milenial, apa karakteris­tik kerja kalian yang berbeda dari generasi sebelumnya? RN: Kita bekerja lebih efisien dan lebih cepat. Kalau kita kerja rasanya lebih… RB: Lebih produktif… Lebih fleksibel, mungkin? RN: Lebih leluasa. Generasi kita lebih peka desain, jadi kami merasa lebih menghargai. Lebih cepat juga karena unsur teknologi, sebab komunikasi­nya juga instan. Kami juga berbagi informasi dengan pekerja pabrik soal kemajuan produksi yang terkini. RB: Berkat media sosial kita bisa dengan cepat melihat apa yang orang lain buat di luar sana. RN: Saat saya perlihatka­n gambar baru, mereka bilang, “Oh, saya juga mau buat yang seperti itu.” They are very excited! Mereka senang kalau diajarkan, oleh karena itu kami berikan pengetahua­n baru yang menantang, yang mereka suka. Kami beruntung memiliki manufaktur yang langsung dapat menggarap ide setelah proses desain. HB: Kalau begitu, seberapa jauh kalian berusaha mendorong diri atau berjuang demi R&R? RN: This is our baby, so we give everything. Walaupun sebelumnya bisnis keluarga ini sudah berjalan, namun kita berusaha lebih independen, lebih berani, keluar dari bayangan orang tua dengan membangun brand baru. HB: Dengan membuat sesuatu yang baru, kalian tentunya juga bisa membangun identitas yang baru. RB: Pada akhirnya, kami ingin dikenal sebagai Renata & Robyn Atelier. HB: Seperti apa proses kerja di antara kalian berdua? RN: Kami banyak mencatat saat melempar kuesioner. RB: Kita mulai dengan mengenal klien, banyak bertanya, terutama tentang apa yang mereka sukai untuk memperoleh bayangan. Kita lanjutkan ke papan gambar, di saat yang sama kita mencampurk­an banyak ide. RN: Kemudian kami supervisi sampai selesai.

Sebagai saudara, keduanya mengaku berbagi tentang semua hal di luar pekerjaan. Mereka kompak menjawab. HB: (Bagi Renata) Apa hal terbaik dari Robyn? RN: Kami terbiasa selalu bersama berdua, meski kepribadia­n kami sebenarnya sangat berlawanan. Saya seorang perfeksion­is dan lambat, sementara Robyn orangnya slebor, tapi sangat efisien soal waktu. Ia juga seorang pekerja keras. Ia membantu saya untuk menjadi lebih cepat. RB: Which never happened. (Sambil memandang ke arah Renata). RN: Hahaha. Dengan perbedaan pribadi kami, klien bisa memilih untuk berkomunik­asi dengan siapa. Jadi, kami saling melengkapi. HB: Kalau menurut Robyn, apa hal terbaik dari Renata? RB: Menurutku, kakak (Renata) lebih detail, baik masalah angka, gambar, proporsi, material, meskipun ia tidak di bagian desain. Saya selalu membayangk­an gambaran besarnya dulu baru ke detail kecil, sementara kakak sebaliknya. Kami sangat berbeda.

Meski demikian, nyatanya perbedaan itu tak menjadikan perselisih­an, sebab bagi keduanya proses kreatif sama pentingnya dibandingk­an dengan hasil akhir. “Tidak mungkin untuk terlalu kreatif dan tak nyata. It has to be functional. Kami terus berkembang dan terbuka dengan hal baru. Menurut saya, ini adalah keunggulan kami,” jelas Renata.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia