Harper's Bazaar (Indonesia)

PROFILE DUO

DELAPAN SOSOK WANITA INSPIRASIO­NAL DIPERTEMUK­AN Bazaar DALAM ARTIKEL profile duo YANG MENYINGKAP PEMIKIRAN MEREKA.

- Editor Fashion: MICHELLE OTHMAN Busana: GIAMBATTIS­TA VALLI (Mita) & AZZEDINE ALAÏA (Putri). Keduanya dari Jade Boutique Makeup: HUSEIN YUNIOR; Hair: DODO - DE SALON Retoucher: VEBY CITRA

Saat Tim Bazaar memasuki studio tempat sesi foto berlangsun­g, Mita Soedarjo telah duduk rapi sambil menerima polesan makeup. “Hai, nanti Putri menyusul ya sehabis ini,” jelas Mita saat itu. Kedua kakak adik ini nampaknya sudah berkomunik­asi lebih jauh soal pengaturan waktu sebelum proses foto dimulai. Pribadi perempuan yang akrab dipanggil Mita ini punya pembawaan yang rileks, dan tak jarang ia gemar berbincang dan bertukar cerita. Mita dan Putri adalah generasi penerus bisnis orang tuanya. Putri kini memimpin divisi retail MRA, yang terdiri dari retail perhiasan mewah Bvlgari hingga perangkat elektronik Bang & Olufsen. Sementara Mita kini memimpin MRA Media yang menaungi beberapa platform majalah cetak dan digital. Keduanya diberikan tanggung jawab yang besar, terutama mengingat Putri dan Mita terbilang belia saat mulai menduduki peran kepemimpin­annya. HARPER’S BAZAAR (HB): Sebagai penerus bisnis keluarga, apa rasanya ketika mulai memimpin perusahaan kalian masingmasi­ng? PUTRI SOEDARJO (PS): Takut, karena enggak tahu apa-apa soal retail. Campur perasaan antara familier dan enggak familier. Saya sering main ke kantor orang tua, begitu pula dengar soal retail dan media, atau Ferrari. Tapi di sisi lain saya enggak tahu soal cara kerjanya. Akhirnya saya mulai bergabung tahun 2014 awal. Seingat saya, Mita bergabung lebih dulu. MITA SOEDARJO (MS): Saya mulai tahun 2013, setelah sebelumnya sempat kerja di agency media. Saya sepakat dengan apa yang dibilang Putri, antara enggak tahu dan coba-coba. HB: Orang terkadang memandang sebelah mata mengenai kedudukan penerus bisnis, namun sebenarnya profesi tersebut sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Menurut kalian, apa yang harus orang-orang tahu mengenai situasi kalian saat ini? PS: Menurut saya, yang namanya kerja pasti ada problemnya. Meski pekerjaan ini datangnya dari orang tua, problemnya pun tetap sama. Semuanya harus dihadapi, begitu pula dengan pressure-nya. Di kantor retail tempat saya sekarang ini, ada karyawan yang telah setia bekerja selama 15 sampai 20 tahun, sehingga mereka sudah hafal seperti apa kebiasaan ayah saya. Lalu kemudian datang Putri yang enggak tahu apa-apa. Mau tidak mau, ya pelan-pelan, sebab memang butuh waktu untuk bisa membuktika­n kemampuan kita. HB: Tapi tentu saja the show must go on. PS: Ya, kita mesti bisa dan mau untuk belajar. MS: Selain itu, bagi saya, lanskap bidang media beberapa tahun belakangan ini sedang ditimpa dengan tantangan yang berat. Situasinya memang sedang sukar, jadi benar-benar banyak tekanannya. PS: Sejak bergabung di tahun 2014, bisnis retail bisa dibilang sedang “anjlok”, sampai akhirnya tahun 2017 mulai bangkit kembali, dan tahun ini bisa lebih membaik lagi. HB: Seberapa sering kalian berdua berbagi mengenai pekerjaan? PS dan MS: Sering, sering, sering. MS: Saya merasa Putri bisa mengerti apa saya ceritakan, jadi nggak perlu jauh-jauh, dengan dia saja cukup. Namanya juga saudara. HB: Dengan tuntutan profesi, menurut kalian support system seperti apa yang diperlukan oleh perempuan yang berkarier? PS: Mungkin bagi kami yang paling enak adalah selalu ada orang tua yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar profesi. Saya bisa dengan mudah mengadu dan melemparka­n keluh kesah. Saya tak bisa memungkiri kalau itu sangat membantu. Kemudian, dengan posisi fulltime, saya bersyukur suami mampu turun tangan mengurus anak, sehingga saya bisa lancar bekerja dan berolahrag­a. Kami berdua fleksibel.

Mendengar jawaban tersebut, Bazaar menarik kesimpulan bahwa kesehatan dan aksi berbagi merupakan elemen penting dalam kehidupan keduanya.

MS: Saya lebih mencuri-curi waktu untuk mengurus keluarga. Saya bersyukur Ruli (Maruli Tampubolon) seorang yang fleksibel dan cuek, dia enggak bawel. Malahan dia yang lebih sibuk. Kami berdua sama-sama banting tulang, karena kalau enggak sibuk, ya enggak hidup. Hahaha. Kalau enggak ada masalah juga, enggak hidup. Lalu bicara soal kesehatan, saya mendengar fakta menarik dari Yayasan Jantung Indonesia (YJI)* sewaktu perhelatan Art Jakarta 2018 berlangsun­g tengah tahun lalu. Menurut salah satu narasumber­nya, penyakit jantung adalah salah satu penyakit paling mematikan untuk wanita. Sebagai perempuan, saya sadar bisa berada dalam performa maksimal ketika dalam keadaan sehat. Maka dari itu saya menjaga kebugaran dengan berolahrag­a. Sekarang ini saya sedang rajin mengikuti circuit training F45. PS: Saya merasa fleksibili­tas itu dibutuhkan terutama kalau hidup di Jakarta. MS: Semuanya serba enggak normal, lihat saja dari lalu lintasnya. HB: Jadi, pelajaran apa saja yang sudah kalian peroleh dari orang tua soal hidup dan pekerjaan? PS: Ya, nothing comes easy in life, so you have to work for it. Satu lagi yang saya ingat adalah, pokoknya harus ngasih. Maksudnya selagi bisa, saya selalu disuruh untuk membantu orang, terutama orangorang terdekat di sekitar saya, meskipun bantuan itu dimulai dari hal-hal yang terlihat sepele. MS: Untuk selalu kerja keras, semuanya tidak ada yang gampang. Dan saya percaya proses memberi behind closed doors, tak perlu digembar-gemborkan. PS: Start small.

Di akhir percakapan, sebelum keduanya beranjak pergi, Putri menyempatk­an untuk membawa kudapan di atas meja rias. “Nah, memberi itu dimulai dari yang seperti ini, (lemper) ini mau saya bawakan untuk sopir saya,” sambil tersenyum. *Yayasan Jantung Indonesia (YJI) adalah lembaga nirlaba yang fokus kepada peningkatk­an pengetahua­n dan kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah melalui pemasyarak­atan Panca Usaha Jantung Sehat.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia