Welcome Aboard
KINI, KONSEP BELANJA online DAN offline SALING MENYEMPURNAKAN, BERBELANJA TAK PERLU KASIR, CUKUP DENGAN APLIKASI. OLEH YUDITH KINDANGEN
Di era ketika komunikasi tidak lagi memiliki batasan dengan kehadiran internet, berbelanja mengalami era revolusi. Siapa di antara kita yang tidak merasa bahagia ketika berhasil menemukan belanjaan yang dicari? Entah itu produk fashion dalam edisi terbatas, atau membeli tiket pesawat menuju destinasi impian. Kemajuan teknologi sekarang ini begitu memudahkan hidup. Apalagi ketika belanja online meramaikan industri internet, yang merombak cara pikir dan tentunya cara berbelanja manusia modern. Kehadirannya memberi opsi lebih, membuat kita lebih bahagia. Dan saya adalah salah satu yang senang dengan kehadiran situs belanja online terutama di Indonesia ini. Urusan belanja menjadi lebih mudah. Tidak dapat menemukan barang yang saya cari, saya pun bisa langsung beralih kepada situs belanja lainnya, dan bahkan memesan hingga ke mancanegara tanpa harus traveling ke sana. Begitu pula jika saya sedang menggemari jenis aksesori tertentu yang sulit didapat. Belanja online dan jejaring sosial seperti Instagram menjadi pilihan yang akan sangat membantu. Memang keberadaan belanja online tidak bisa menggantikan kepuasan saya dalam memilih dan mencoba sendiri di butik kesayangan, namun saya mendapat opsi lebih untuk memburu belanjaan incaran di mana pun lokasinya dan tak kenal waktu tutup beroperasi. Prototipe belanja online sebenarnya diciptakan pertama kali pada tahun 1979 oleh Michael Aldrich, pengusaha asal Inggris yang menemukan cara menghubungkan peranti sistem komputer dengan teknologi komunikasi. Meski demikian, world wide web atau internet sendiri baru diluncurkan lebih dari dua dekade kemudian di tahun 1991. Kehadiran Ebay dan Amazon pada tahun 1994 telah menjadi jalan pembuka untuk dunia e-commerce. Apalagi setelah teknologi 4G terkini hadir membuat alat komunikasi elektronik semakin leluasa mengakses internet, dan belanja online pun semakin marak. Tak terkecuali di ranah fashion “luxury”. Bahkan portal belanja fashion internasional berani memberikan penawaran khusus seperti kupon diskon atau tambahan point, hingga bebas biaya pengiriman kepada pelanggan di seluruh dunia. Seperti Net-a-porter, Moda Operandi, Farfetch, dan juga Reebonz. Sementara di Indonesia, industri mode nasional sedang gencargencarnya menyuarakan local brand, label fashion yang dibuat oleh anak negeri dan mengutamakan kualitas di atas kuantitas. Saya sendiri penyuka karya desainer lokal. Mereka memberikan bukti, gagasan estetika yang relevan, dan napas kontemporer bagi industri kreatif Tanah Air. Namun kebanyakan dari mereka tidak memiliki butik independen. Jadi, di mana mencarinya? Belanja online pun menjadi solusi. Kehadiran bisnis berbelanja lokal di dunia maya kian mengalami perkembangan pesat. Tidak kalah dengan situs fashion online mancanegara lainnya, berbagai fitur dan penawaran menggiurkan dikemas atraktif oleh sejumlah portal belanja lokal ini. Tak hanya lewat situs, berbelanja lewat media sosial seperti Instagram pun semakin mudah. Instagram menawarkan fitur untuk tautan produk langsung yang akan ditandai pada unggahan dengan menyertakan detail produk dan harga. Pelayanan terbaik berlomba-lomba ditawarkan untuk ‘menggoda’ pelanggan di segala generasi. Mulai dari
eksklusivitas, personalisasi, fitur terkini share buy (belanja secara grup), dan metode pay later, hingga alternatif pengiriman barang dengan menggandeng butik offline yang telah ada. Butik multilabel prestisius Masari salah satunya. Telah lebih dari 30 tahun bergerak di bidang retail fashion dan aksesori, kini Masari merambah ranah digital. Adopsi layanan Online to Offline (O2O) pun digarap sebagai siasat jitu. “Lewat situs Masarishop, kami hadir menjangkau segala generasi pencinta fashion di mana pun dan kapan pun. Pengalaman berbelanja yang beda dari butik offline pun kami suguhkan dengan ketersediaan koleksi ready-to-wear yang hanya bisa ditemukan di butik online saja. Selain itu, opsi ‘pick up in store’ menjadi resolusi kami untuk mengajak para pelanggan online agar dapat melakukan pembelanjaan secara offline juga,” jelas Riesty Ichsana, E-commerce Assistant Manager Masarishop. Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh seorang pengamat ekonomi INDEF, Dr. Aviliani S.E, M.SI, yang mengatakan bahwa, “Pola belanja secara online dan offline itu sendiri harus berjalan paralel, saling berdampingan, tanpa memosisikannya ke dalam kategori yang saling bertentangan.” Lalu, bagaimana dengan tren kedua pola belanja di tahun 2019 ini? “Awal tahun 2019, kami akan membuka concept store yang mengawinkan butik Masari dengan Masarishop.com di Senayan City. Konfigurasi strategi yang saling menyempurnakan sehingga mampu membangun kesadaran akan brand dalam komunitas, dan kami bertindak sebagai fasilitator,” lanjut Riesty. Sebagai influencer dan content creator, Ayla Dimitri yang juga pencinta fashion dan gaya hidup di Indonesia, mengungkapkan bahwa, “Masyarakat di Indonesia di masa sekarang sudah tech savvy, dan keamanan belanja pun sudah terjamin, barang yang dibeli tiba dengan cepat, dan saya yakin publik di masa depan akan semakin meluas untuk berbelanja secara online.” Sedangkan perspektif dari desainer Didiet Maulana selaku Direktur Kreatif Ikat Indonesia, mengungkap bahwa kehadiran toko online maupun offline itu bagaikan asas simbiosis mutualisme, dua-duanya saling menguntungkan. “Saya menganut aliran konvensional maupun online. Bagi saya, masyarakat masih membutuhkan kehadiran butik fisik untuk dapat langsung berinteraksi, menyentuh material, dan mencobanya. Namun, online pun memiliki peran krusial. Butik multilabel lokal, seperti Bobobobo, Zalora, dan Jd.id menjadi situs andalan dalam ekspansi produk Ikat Indonesia.” Produk tas dan aksesori masih menjadi fashion item yang paling sering dilihat masuk dalam ‘keranjang belanja’, dan dibeli oleh pengunjung situs belanja. Karakteristik seperti umur ekonomis yang lebih lama, nilai investasi, serta tidak adanya masalah ukuran, boleh jadi alasan pelanggan cenderung lebih memilih tas ketimbang fashion item lainnya saat belanja online. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Ayla, “Belanja online maupun secara konvensional memiliki pengalaman dengan keunikannya masing-masing. Ketika saya tidak perlu memikirkan sizing, seperti outerwear dan tas, belanja online menjadi preferensi. Meski ingin membeli sepatu, ukurannya pun sudah saya ketahui dengan akurat. Sementara belanja di toko secara langsung tetap memberikan kepuasan tersendiri.” Jika menyelisik ke belakang, beberapa tahun terakhir banyak ditemukan inovasi dalam sistem belanja online, namun cara berbelanja di retail offline terutama di Indonesia, masih belum mengalami perubahan signifikan. Terobosan teranyar pun baru-baru ini digagas oleh e-commerce Jd.id, melalui pengalaman belanja futuristis pertama di Asia Tenggara. Jd.id X, konsep berbelanja dalam bentuk gerai fisik yang terhubung dengan akun pengguna di aplikasi sehingga tidak memerlukan kasir untuk transaksi. “Perilaku belanja pelanggan di Indonesia ini semakin kritis. Apalagi dalam urusan kurasi produk yang akan dibeli. Oleh karenanya, kami selalu berinovasi memberikan pengalaman belanja yang ramah, banyak pilihan, dan mampu meningkatkan kepuasaan pelanggan,” ujar Teddy Arifianto, Head of PR Jd.id. Momentum 'tanggal cantik' pun dijadikan kuasa oleh sejumlah portal belanja untuk menarik pelanggan. Seperti pada tanggal 12 di bulan 12, yang dipilih sebagai perayaan Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas yang menuai atensi positif. Para pencinta belanja online dimanjakan dengan potongan harga yang begitu menggugah hati untuk segara membelinya. Memasuki tahun 2019, jumlah pembeli belanja online diperkirakan akan melaju progresif, hingga lebih dari 12 persen jumlah populasi yang ada di Indonesia. Mengingat potensi pertumbuhan ekonomi yang selalu memberi harapan. Teknologi berbelanja juga kian canggih. Permainan kode-kode digital diramalkan akan membuat pengalaman belanja terasa lebih personal. Pembeli maupun penjual di Indonesia pun akan mengandalkan metode cashless yang semakin digandrungi. “Nantinya yang menjadi arena pertarungan dalam portal belanja online adalah inovasi dari sistem pembayaran pada kanal masing-masing.” Mochammad James, Pengamat E-commerce, menyimpulkan tentang masa depan belanja online di Indonesia.