VISI DAN EMOSI
KETIKA AFEKSI DAN KREATIVITAS MENJADI SEBUAH KARYA FENOMENAL. OLEH MICHELLE OTHMAN
Seluruh atensi tertuju pada model Chloe Clau saat ia membuka show Heaven Tanudiredja bertajuk Collection Two. Detail round cut-out yang menyelimuti tubuhnya tampak dalam wujud oversized jacket berpotongan bahu lebar dan siluet pinggang ultra-thin. Saat ia berderap, Anda dapat melihat dinamika yang begitu powerful, setiap bagian dari busana tersebut seakan memiliki statement tersendiri. Heaven pun mengakui bahwa look pertama adalah rancangan favoritnya. Heaven selalu memulai pola desainnya dengan menswear tailoring, yang kemudian diformasikan ke dalam figur wanita. Ia menggarap teknik bias cut, yakni dipotong secara diagonal agar menghasilkan alunan yang tepat. Di antaranya adalah lengan bervolume besar yang terinspirasi dari Cristóbal Balenciaga. Atau weaving skirt yang dipotong 3 sentimetser bergaya bias, ditenun satu per satu mengikuti lekuk tubuh kemudian dijahit setiap sudutnya. Metode ini menghindari rancangan dari kesan kaku.
Berlanjut dengan beading yang turut menjadi primadona koleksi Fall/winter 2019, ini merupakan hasil dari kekuatan craftsmanship yang begitu presisi dan sedemikian rupa. Seperti ketelitian proses memayet, yang membutuhkan waktu 45 menit per 5 sentimeter serta kerapian dalam menciptakan tiap bungabunga kecil. Bunga, menjadi sarana interpretasi Heaven akan perasaannya sebagai seorang desainer terhadap para kliennya. Ia menantang dirinya untuk menjabarkan bunga nan tampil unik, berbeda, dan lebih hidup. Maka ia bekerja sama dengan label kristal Swarovski untuk mentranslasikan visi dan imajinya secara paripurna. Komponen tersebut disusun berupa tiga dimensi dan hasil kerja tangan. Sedangkan jika membahas material, elemen ini dapat dikatakan sangat eksperimental. Contohnya kreasi tenun berkat kombinasi bahan karbon, sutra, dan polyamide; memakai heavy metallic double print di atas kain katun Jepang yang lembut dan ditimpa cutout sehingga membentuk multi polkadot. Hebatnya lagi, teknik ini dikerjakan dengan tangan, bukan laser cutting. Ada pula perkawinan flower print pada silk organza dengan corak metallic stripe atau penggunaan kain taroni double face duchess dari Italia dan double face heavy silk crepe yang memberi efek volume dan lambaian yang menawan. Lalu memilih ultra thin nylon yang mempunyai tingkat kehalusan serupa chiffon silk serta benang bertekstur tebal akan tetapi sangat ringan untuk melahirkan motif pada detail fringe. Ia menjelaskan kepada Bazaar, bagaimana ide kreatifnya datang seiring waktu berjalan. Seperti motif bunga yang tidak sengaja ia temukan dari sebuah koran Flemish tahun 1910-an yang terdapat di antique market di Antwerp musim panas lalu. Setelah itu Heaven mengembangkannya lewat pemahaman cara couturier Paul Poiret menerapkan motif tersebut pada rancangannya di periode 1910an. Atau saat berkunjung ke suatu ekshibisi di Paris dan melihat kreasi Cristobal Balenciaga yang ditangkap oleh fotografer Irving Penn tahun 1950-an. Bahkan keanehan busana sepasang laki-laki dan perempuan di Tokyo dapat diterjemahkan menjadi konsep yang impresif. Kostum latex yang mereka padukan bersama gothic baby doll dress, mendorong Heaven untuk mengeksplorasi bahan latex. Ia pun menemukan kualitas terbaik material itu di Jerman dan memproyeksikannya dengan latex artist di Tokyo. Melihat perjalananan dan kepiawaian sang desainer, rasanya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa Collection Two merupakan sebuah mahakarya.