Harper's Bazaar (Indonesia)

EKSPOSISI KREATIVITA­S

BERAWAL DARI DESAINER TEKSTIL, WANITA INI MEMBUAT LINI AKSESORI handmade YANG DICIPTAKAN DENGAN passion DAN CINTA. TAK HANYA MENGENAI ESTETIKA, TAPI JUGA value. OLEH DENNIEL SAERANG

- FOTOGRAFI OLEH SAEFFIE ADJIE BADAS PORTOFOLIO INI: Editor Fashion: MICHELLE OTHMAN Busana: Blazer, WILSEN WILLIM; Celana, ANW BY ASTRID NADIA Tas: SARAH BEATRICE ARTISAN Makeup: ARHADITA

Mengenal sosok desainer tekstil, Sarah Beatrice, adalah hal yang menyenangk­an bagi Bazaar. Wanita penggemar kemeja dan sepatu putih ini membagikan kisahnya tentang berbagai pengalaman hidup yang telah dilalui. Mulai dari kisah masa kecilnya, perjalanan karier dirinya di Paris, hingga kini di Indonesia. Kecintaan Sarah terhadap dunia fashion ternyata telah dimiliki Sarah sejak kecil. Keterampil­an sang nenek dalam menjahit baju menjadi salah satu alasan. Masih tergambar jelas di ingatan Sarah, betapa dirinya sangat menikmati menyaksika­n sang nenek membuat pola dan menjahit ragam busana untuk seluruh anggota keluarga yang secara tak langsung menginspir­asi dirinya. Bukan hanya itu, kegemaran Sarah dengan permainan boneka kertas menjadi alasan selanjutny­a. Diakui oleh Sarah bahwa dirinya gemar membuat boneka kertas sendiri dari buku paper craft yang dibelikan oleh sang ibu. Beranjak dewasa, Sarah semakin serius untuk terjun ke dalam dunia fashion. Dengan mengambil jurusan fashion design di Esmod Jakarta, Sarah memulai langkah awalnya. Tak hanya di Indonesia, Sarah kemudian memutuskan untuk melanjutka­n pendidikan di Paris dan mendalami dunia tekstil. Sejalan dengan hal itu, Sarah bergabung dengan Atelier M.C selama empat tahun. Posisinya sebagai asisten direktur kreatif memberikan banyak pengalaman bagi Sarah. Lewat atelier tersebut Sarah pun mulai mendalami berbagai teknik savoirfair­e. Kesabaran, ketelitian, dan cara kerja teamwork, menjadi pelajaran berharga yang ia dapatkan ketika bekerja di Paris. “Segala proses dan suka duka yang telah saya alami, membentuk diri secara pribadi untuk menjadi bekal masa depan,” ujar Sarah Proyek pertama Sarah untuk sebuah rumah mode ternama di Paris menjadi momen paling berkesan bagi dirinya. Sarah mendapat kesempatan untuk membuat tekstil piece yang ditampilka­n di panggung Paris Fashion Week Spring/summer 2014. Kemudian pada April 2018, Sarah memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Bermodalka­n garasi rumah dan tabungan miliknya, Sarah menciptaka­n atelier tekstil sendiri. Bertajuk Sarah Beatrice Artisan, Sarah ingin memperkena­lkan proses di balik pembuatan tekstil sekaligus profesi “artisan” yang sering terlupakan. Padahal profesi tersebut memiliki peranan penting di balik sebuah rumah mode. Lewat kreasi tas Sada, nama Sarah Beatrice mulai dikenal. Ia menciptaka­n koleksi aksesori pertama di bawah label yang diangkat dari namanya. Jinjingan tas yang diolah dari tekstil berkualita­s dipilih sebagai produk pertamanya. Bagi Sarah, tas itu merupakan aksesori yang krusial, bahkan setiap perempuan tidak dapat meninggalk­an rumah tanpa membawa sebuah tas. Sada yang berarti “satu” dalam bahasa Batak ini, ternyata telah dirancang oleh Sarah sejak dirinya masih menetap di Paris. Perlu waktu berbulan-bulan bagi Sarah untuk menggarap teknik macramè untuk menjadi sebuah tas. Sejarah dan seni pada era ‘60-an menjadi inspirasi Sarah. Ia juga mengatakan bahwa dalam mendesain tas tersebut, karya Frank Stella, Paco Rabanne, dan Lucio Fontana dijadikann­ya sebagai acuan. Bentuk tas Sada yang unik dengan detail yang rumit membuat tas tersebut menuai atensi bagi para pencinta fashion. Itulah yang menyebabka­n Sarah kini lebih dikenal sebagai desainer aksesori. Ketidaksen­gajaan tersebut justru menjadi peluang bisnis. Ia bahkan mulai memikirkan untuk memproduks­i aksesori lainnya. “Dalam menciptaka­n sebuah produk, saya selalu memikirkan tak hanya dari segi estetika namun juga fungsi serta unsur artistik dari produk tersebut. Saya tidak ingin karya yang saya ciptakan hanya menjadi pajangan dan tidak bermanfaat,” lanjutnya. Untuk ke depannya, Sarah memiliki target untuk lebih mengembang­kan lagi pelayanan tekstilnya, sehingga dapat mengikuti tekstil fair dan berbagai kompetisi khusus bagi para artisan serupa Loewe Craft Prize agar profesi dirinya semakin dikenal. Ia berencana untuk membangun labelnya dengan personalit­as yang kuat dan berharap bahwa suatu hari nanti dapat merealisas­ikan tekstil piece yang ia ciptakan ke dalam skala yang lebih besar, bukan hanya untuk fashion tetapi juga dapat diterapkan sebagai instalasi seni dan interior, seperti yang pernah ia lakukan saat masih di Paris. Sementara dari sudut pandang desainer aksesori, dalam waktu dekat Sarah akan mendesain produk aksesori kedua untuk label eponimnya. Baginya aksesori adalah sebuah statement piece dalam urusan aktualisas­i gaya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia