THE UGLY TRUTH
VERONICA ARVIANA MENGUNGKAPKAN FAKTA TENTANG TANTANGAN TERBESAR YANG DIHADAPI OLEH DUNIA SAAT INI.
Berdasarkan laporan Marine Debris Hotspot Rapid Assesment 2018 yang dikonduksi oleh World Bank dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, saat ini terdapat 150 juta ton plastik di laut di seluruh dunia. Dan 50 persen dari jumlah tersebut, datang dari Asia dengan Indonesia berada di urutan ke-2 sebagai negara penyumbang sampah terbanyak. Yaitu rata-rata berjumlah 3,22 juta ton sampah plastik yang belum didaur ulang setiap tahunnya. Padahal maritim kita adalah rumah untuk 76 persen jenis spesies karang dan biota laut. Indonesia memang kalah jauh dalam hal waste management dibandingkan dengan Jepang dan China. Memang China didaulat sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar nomor 1 di Asia. Tetapi faktanya, China adalah negara yang selama ini menampung sampah plastik kiriman dari negaranegara maju terutama Amerika Serikat sejak tahun 1992. Tapi hal tersebut berubah ketika pemerintah China mengeluarkan peraturan baru yang menolak mendaur ulang sampah plastik kiriman dari luar negeri. Terhitung sejak Januari 2018 lalu, Amerika Serikat dan beberapa negara maju termasuk Jerman dan Jepang kewalahan dalam mengolah sampah plastik yang mulai menumpuk akibat penolakan dari China. Krisis ini berujung pada akibat yang akan memengaruhi ekosistem dunia. Berdasarkan laporan dari World Economic Forum, apabila tidak ada pengurangan pemakaian plastik, maka pada tahun 2050 jumlah sampah bisa melebihi jumlah ikan di laut. Hal ini disebabkan karena hanya 9 persen dari
keseluruhan produksi plastik di seluruh dunia yang mengalami proses daur ulang. Demand pemakaian setiap harinya mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak lagi plastik. Dan sebelum sempat mengalami proses pemisahan dan pencucian untuk didaur ulang, sampah baru sudah ditambahkan kembali. Sehingga sisanya menumpuk dan mengapung bebas di laut lepas. Sebagai user, kita pun harus aware dan bertanggung jawab terhadap barang yang kita gunakan. Plastik dan jenis waste lainnya merupakan masalah global, dan solusinya hanya dapat diselesaikan secara lokal dari masing-masing wilayah yang berawal dari setiap individu. Minimnya pengetahuan tentang plastik menjadi salah satu hambatan, di samping kurangnya fasilitas yang memadai untuk mempercepat proses daur ulang. Secara umum terdapat tujuh pengelompokan jenis plastik: PET, HDPE, PVC, LDPE, PS, PP, dan kategori lain-lain. Pada dasarnya semua jenis plastik dapat didaur ulang kembali menjadi bentuk lain melalui sistem pengolahan yang berbeda-beda. Jenis paling umum yaitu PET yang kerap digunakan sebagai material botol air mineral transparan, dapat meleleh dalam suhu 240-260 derajat celcius. Sedangkan jenis PVC yang sering dipakai untuk kemasan produk kecantikan sudah bisa diproses pada suhu 100 derajat celcius. PVC adalah salah satu jenis yang paling sedikit didaur ulang. Hanya 1 persen dari keseluruhan jumlah yang ada. Disebabkan karena user sering kali membuang kemasan yang terbuat dari PVC tidak pada tempatnya, sehingga sampah tersebut tidak dapat diolah kembali. Untuk membantu penanganan plastik yang kian bertambah setiap harinya, Jepang mensosialisasikan pengetahuan tentang plastik dan proses daur ulang kepada masyarakatnya. Sekolah dasar di Jepang, mengedukasi siswanya untuk membuang sampah sesuai kategori jenisnya ke dalam tempat-tempat terpisah. Usai mengonsumsi susu kotak di sekolah setiap siang hari,
siswa diwajibkan melipat kotak tersebut menjadi datar sebelum membuangnya. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses daur ulang. Selain itu China sendiri sudah memberlakukan regulasi pemakaian plastik belanja di bawah ketebalan 0,025 mm atau kantung plastik sejak Juni 2008. Sehingga daripada harus membeli plastik, user pun lebih baik membawa sendiri keranjang atau kantung kain ketika pergi berbelanja. Dan langkah ini pun diterapkan secara resmi awal tahun 2019 di Bali. Ketika saya berkunjung ke Kamboja bulan lalu, hotel maupun rumah makan wajib memberikan refill air minum untuk pengunjung dan turis yang membawa botol minumnya sendiri. Hal ini merupakan upaya pemerintah dalam mengurangi penggunaan botol plastik. Dalam tiga tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia pun turun tangan dengan mendukung pendirian bank sampah yang sudah mencapai 7000 jumlahnya tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Maka dengan bertambahnya info tentang daur ulang, user diharapkan dapat membantu mengategorikan sampah rumah tangga sesuai jenisnya dan mengirimkannya kepada bank sampah untuk kemudian diproses kembali. Akun sosial di bawah nama @waste4change dan @zerowaste.id_official adalah dua akun yang bisa menjadi panduan Anda dalam mengolah sampah dengan tujuan mengurangi timbunan sampah di pembuangan akhir. Sebenarnya tidak hanya plastik, industri fashion dan kecantikan pun berkontribusi sebagai penyumbang sampah dan polusi. Mulai dari limbah air pencelupan tekstil, serat kain dengan campuran bahan kimia, sisa kain yang tidak terpakai, hingga carbon footprint selama proses pengiriman barang dari produsen sampai ke toko, dan jumlah packaging yang dipakai untuk mengemas satu helai busana. Bahkan lebih jauh lagi, perilaku kita sebagai customer yang dengan mudah membuang busana atau aksesori yang sudah tidak terpakai. Tanpa disadari, setiap material yang bersifat nonbiodegradable seperti poliester melepaskan microfiber di dalam air. Microfiber ini kemudian berujung di laut sebagai tempat habitat ikan yang dikonsumsi oleh manusia kembali. Di mana zat ini ditemukan dalam tubuh anak-anak kecil penderita kanker di negara yang airnya sudah tercemar limbah tekstil seperti di India. Sadar dengan hal ini, Miroslava Duma mengambil langkah dengan mendirikan Fashion Tech Lab (FTL). Sebuah perusahaan yang memfokuskan kegiatannya pada riset untuk menghasilkan material baru ramah lingkungan melalui penggabungan teknologi dan science. Salvatore Ferragamo adalah brand pertama yang berkolaborasi dengan FTL untuk melansir koleksi kapsul busana yang terbuat dari serat kulit jeruk dari sisa sampah perusahaan jus terbesar di Italia. Stella Mccartney termasuk desainer pelopor yang concern dengan urusan lingkungan. Prinsip eco-friendly dan sustainability diterapkan dalam pemilihan material untuk busana, aksesori, termasuk elemen interior butik yang terbuat dari material organik dan daur ulang. It is our behavior that changes the future. Permasalahan utama terletak pada kebiasaan konsumerisme. Sehingga sebagai customer sekaligus penghuni planet ini, kita pun dituntut untuk lebih bijak. Salah satu cara yaitu berinvestasi pada benda yang tepat dan dianggap penting. Pastikan Anda memiliki pengetahuan atau informasi cukup tentang cara pembuatan dan komposisi material yang digunakan sebelum membeli produk. Tinggalkan kebiasaan membeli barangbarang yang termasuk dalam kategori fast fashion dan beralih pada produk dengan longer life-span. Langkah lainnya adalah menerapkan sistem recycle di lemari Anda. Daripada membuangnya, Anda dapat menjual busana yang sudah tidak dipakai melalui secondhand store online atau lewat portal yang menawarkan servis rental busana. Istilah recycle, reuse, dan repurpose, menjadi konsep yang diterapkan oleh therealreal.com dan Style Theory Indonesia dalam menjaga cycle busana dan aksesori dari satu user ke user berikutnya. Sebagian aksi kecil menjadi pola pikir baru yang diterapkan dalam tindakan nyata untuk masa depan yang lebih baik.