Kreasi Impresif
KREATIVITAS GENERASI MUDA INDONESIA KIAN MARAK BERAKSI DI AJANG LOMBA ANFA TAHUN INI. OLEH MICHELLE OTHMAN
Agenda tahunan Asia Newgen Fashion Award (ANFA) baru saja diselenggarakan kembali oleh Harper’s Bazaar wilayah Asia Tenggara, dan lagi-lagi menjadi wadah untuk para visioner muda. Akhir Maret kemarin menandai babak akhir untuk 10 finalis Indonesia, ketika mereka mempersembahkan 5 looks di ajang Plaza Indonesia Fashion Week. Mereka adalah Caramia Sitompul, Dea Yuliana, Dhiya Fajri Sadida, Elena Whartika, Evelyn Tamara Wisesa, Kelly Vallerie Natalie Dami, Maria Valentine Lydia, Patricia Wijaya, Patrick SML, dan Stefandy Yanata. ANFA merupakan sebuah ajang untuk calon-calon desainer berkembang dan bertransformasi. “Setiap tahun terjadi peningkatan kualitas peserta dan yang menggembirakan, tahun ini gaya rancangan mereka sangat variatif,” ujar Ria Lirungan, Editor-inchief Harper’s Bazaar Indonesia. Sebut saja Caramia Sitompul yang mengangkat pasar Tanah Abang sebagai inspirasi koleksinya.
Ia menggabungkan berbagai macam material yang mewakili pusat perbelanjaan tersebut dalam gaya yang eklektik. Di tengah hiruk pikuk, polusi, atau suhu panas, Caramia menyadari suatu hal yang positif lewat cara kerja para pedagang yaitu tali persahabatan dan hidden gems di antara tumpukan-tumpukan kain. Menariknya lagi, ia sebelumnya sudah menciptakan aneka ilustrasi pada scarf yang menggambarkan kota Jakarta. “Prints itu terasa sangat hidup dan salah satunya berkat pemilihan warna yang vibran,” ungkap Ria Lirungan. Kemudian koleksi scarf dikembangkan ke dalam busana siap pakai dengan aksen yang atraktif dan quirky. Ada pula kontestan lain yang memiliki pendekatan terhadap adibusana dengan ragam teknik rumit. Seperti Patricia Wijaya yang menyandang fabric manipulation lewat elemen busana siap pakai, yaitu denim dan strings, ke dalam suguhan couture. Imaji labelnya mengedepankan konsep whimsical dalam sentuhan modern untuk wanita yang percaya diri. Ilmu fashion design yang ia garap dari Academy of Art University tengah membawanya ke ajang New York Fashion Week tahun lalu dan disponsori oleh Council of Aspiring American Fashion Designer. Pada kompetisi mode ini, para juri tidak hanya menilai dan memberi kritik, namun turut membangun para bakat-bakat muda sesuai dengan keahlian masing-masing. Menurut Joy Citradewi dari PT. Sri Rejeki Isman Tbk dan Yarn & Co., yang merupakan salah satu sponsor untuk ajang ini, “Proses pembelajarannya pun dua arah. Para juri juga terekspos dengan perkembangan saat ini lewat pertukaran ide dan komunikasi antar judges dan peserta.” Acara ini juga dilengkapi dengan kehadiran Oppo sebagai sponsor pendukung. Tahun ini 10 finalis melalui tahap penjurian yang ketat oleh para pelaku fashion, yaitu Ria Lirungan (Editor-in-chief Harper’s Bazaar Indonesia), Michael Pondaag (Fashion Director Harper’s Bazaar Indonesia), Joy Citradewi (representasi Sritex), Ria Juwita (model senior dan representasi Plaza Indonesia), Didi Budiardjo (Creative Consultant Harper’s Bazaar Indonesia dan Fashion Designer), serta Sebastian Gunawan (Fashion Designer). Maka didaulatlah dua nama pemenang yang akan melaju ke babak final regional Asia Tenggara, mereka adalah Kelly Vallerie dan Dea Yuliana. Kelly Vallerie menampilkan koleksi bergaya avant-garde dengan fitur busana yang multifungsi, yakni sejumlah “bagian” dari pakaian juga dapat bertransformasi sebagai aksesori, seperti tote bag.
Kompleksitas, eksperimental, dan siluet dekonstruksi dari tiap item terinspirasi dari sosok yang ia sebut freaks. Fitur-fitur yang tidak proporsional atau penyakit yang tidak biasa dari figur manusia diolah menjadi sebuah kreasi ekstravaganza. Misal, celana wanita dengan sisi kanan mempunyai siluet celana panjang dan sisi kiri berpotongan pendek, atau kombinasi dua dress dengan satu bukaan, bahkan ada pula dua celana diikat menjadi satu dan menjadi celana multifungsi. Koleksinya juga mengombinasikan scarf dalam motif garis-garis yang dapat digunakan sebagai ornamen pada pakaian yang terlampir dalam rupa kancing. Objek itu diambil dari bentuk tenda sirkus berikut dengan corak stripes-nya. Brand eponim yang Kelly dirikan memiliki konsep yang terpengaruh dari gaya seorang pejuang. Nama Kelly sendiri berarti warrior dan Vallerie berarti kuat dan berani. Rangkaian palet warna pun muted, seperti hitam dan rona bumi pada sejumlah material tangguh yaitu corduroy, linen slub, dan spandek. Kemudian diperkuat dengan unfinished edges, teknik quilting, dan patches. Sementara Dea Yuliana menampilkan teknik batik crack dalam siluet bervolume. Pola ini terbentuk karena retaknya lilin dalam proses pewarnaan batik. Lewat label bernama Byd, Dea menerapkan elemen maskulin dengan elemen feminin pada busana siap pakai berkonsep artisanal basic pieces. Rancangan karakter bersiluet minimal serta teknik layering yang subtil dengan warna-warna netral dan hitam tampil dalam pengerjaan tekstil yang presisi. Membahas material, ia memilih katun atau bahan bertekstur seperti denim, chambray, rayon, dan linen. Berkat kreasi Dea, ia turut memperoleh predikat juara favorit pilihan Plaza Indonesia dan Sritex. “Indonesia kuat akan desainerdesainer yang mempunyai kepiawaian craftsmanship dan buatan tangan, atau mengusung kearifan lokal, sehingga memiliki nilai lebih,” komentar Ria Lirungan. Mereka akan melaju ke babak final di mana mereka akan bersaing dengan para desainer di regional Asia Tenggara, yaitu Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Seperti yang dituturkan oleh desainer Sebastian Gunawan, “ANFA is a good place to start.”