Hasrat yang Senada
LAHIR DARI PUISI DAN RASA CINTA, HAPPY SALMA, BIYAN WANAATMADJA, DAN BARON MANANSANG BERKOLABORASI MENCIPTAKAN KARYA UNTUK SEBUAH PERGELARAN SENI TANAH AIR. OLEH YUDITH KINDANGEN
Gejolak cinta yang menggelegak dalam puisi-puisi cinta karya penyair Indonesia menjadi sorotan menarik bagi seorang aktris Happy Salma. Ia ingin mempersembahkannya kepada masyarakat Indonesia. Melalui sebuah konsep pertunjukan, Happy Salma menyuguhkan konser musikal bertajuk Cinta Tak Pernah Sederhana pada pertengahan bulan Maret lalu. Mengangkat puisi cinta karya penyair Indonesia dan menghadirkannya ke panggung menjadi suatu alur kisah dalam percakapan dan nyanyian. Harper’s Bazaar Indonesia memperoleh kesempatan untuk berbincang dengan tiga sosok di balik layar Cinta Tak Pernah Sederhana, yaitu Happy Salma, Biyan Wanaatmadja, dan Baron Manansang. Bisa dibilang ketiga figur tersebut paling menonjol jika menyoal budaya, kultur, dan dunia kreatif di Indonesia. Mereka lantang menunjukkan rasa cintanya lewat tindakan nyata berupa karya yang menuai decak kagum. Kami menemuinya di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sesaat setelah menunggu di area backstage, kami disambut dengan senyuman ramah Happy Salma selaku produser yang datang lebih awal untuk memulai proses makeup dan sesi foto. Ia terlihat begitu bersemangat untuk menyambut hari esok, karena akan menjadi momen perdana pertunjukan Cinta Tak Pernah Sederhana yang diperankan oleh Reza Rahadian, Marsha Timothy, Chelsea Islan, Atiqah Hasiholan, Sita Nursanti, Teuku Rifnu Wikana, dan Butet Kartaredjasa, serta aktor teater senior seperti Wawan Sofwan, Iswadi Pratama, dan penyair Warih Wisatsana. Selang beberapa waktu kemudian, Biyan dan Baron selaku kostum desainer datang bersamaan dengan membawa koleksinya, kebaya dan kain sutra. Ketiganya berkumpul dalam suasana rileks, penuh canda tawa, dan perbincangan pun mulai terjadi tanpa usaha berlebihan. Antusiasme dan energi positif ketiganya terasa menyatu.
HARPER’S BAZAAR (HB): Bagaimana awalnya proyek kolaborasi ini? HAPPY SALMA (HS): Saya ini pengagumnya mas Biyan dan juga mas Baron. Mereka adalah salah satu sosok terbaik yang dimiliki Indonesia, dari segi kreativitas dan membuat desain. Jadi, memang sudah impian saya dari dulu untuk bisa berkolaborasi. Setiap ada pementasan, saya selalu membayangkan koleksi busana dari Biyan. Apakah cocok dengan adegan ini atau tidak. Dan akhirnya berjodoh untuk pertunjukan Cinta Tak Pernah Sederhana. Bahkan tak disangka jika dua maestro ini turut berkontribusi penuh dalam merancang kostum di sepanjang pergelaran. HB: Berapa lama persiapannya? Mulai dari ide acara, menentukan pengisi acara, hingga kostum desainer? HS: Untuk ide itu sendiri tercetus sekitar setahun lebih. Ketika mendengar lagu dan lirik yang bermuasal dari puisi perempuan Chairil Anwar, memberikan makna indah tersendiri pada katakata puisi dan membekas dengan manis di hati saya. Dari situ muncullah ide, ternyata puisi mampu merekonstruksikan sebuah kisah, sebuah situasi. Lalu saya membayangkan suatu kemungkinan pemanggungan puisi-puisi cinta karya para penyair Indonesia. Pentas yang berbeda dengan pembacaan puisi atau deklamasi. Dalam obrolan bersama Agus Noor, saya menyampaikan kemungkinan itu. Ia menyambut dan mengembangkannya ke dalam suatu konsep pertunjukan yang tidak terduga. Kami menyortir dari ratusan puisi, dan akhirnya mengangkat puisi-puisi cinta karya 26 penyair Indonesia terbaik. Lalu dijahit menjadi dialog dan alur cerita. Setelah konsepnya matang, saya langsung merasakan bahwa ini cocok sekali jika bisa bekerja sama dengan Biyan. Tiga bulan yang lalu saya mulai menghubungi mas Biyan dan mas Baron, tak disangka mendapat respon positif. HB: Untuk Biyan dan Baron, bagaimana proses di balik pembuatan kostum untuk konser musikal ini? BIYAN WANAATMADJA (BW): Bagi saya, Happy Salma merupakan seorang wanita yang menjadi sorotan di dunia seni Tanah Air. Apalagi ketika saya mendapat tawaran bekerja sama dengannya, buat saya sendiri ini adalah selebrasi untuk dunia sastra Indonesia. Saya yakin jika dibuat di bawah payung arahan Happy, tentunya akan menjadi momen berkesan yang mampu menerjemahkan makna sastra di era masa kini. Terlebih ketika Happy bercerita bahwa naskah tersebut akan diterjemahkan menjadi sebuah dialog, saya membayangkannya seperti musikal yang berat tapi ringan, ringan tapi bermakna. Saya dan Mas Baron langsung tertarik, karena ini adalah proyek idealis dan memang harus kami sebagai orang Indonesia yang mengerjakan.
“TIDAK SELAMANYA KITA HIDUP, TIDAK SELAMANYA MENCARI TAHU. ADA SAATNYA PINTAR, ADA SAATNYA MEMBAGIKAN ILMU YANG KITA PUNYA.” – Happy Salma
BARON MANANSANG (BM): Tentunya saya bangga diundang oleh Happy untuk menjadi bagian dari pertunjukan ini. Pada waktu berbincang, ia bilang untuk 3 kostum, dan kebetulan sekali saya baru saja membuat kain sutra asli Indonesia dan begitu berbeda dari yang lain. Selama 13 tahun saya mencari kain sutra asli, dan barulah mendapatkannya beberapa bulan lalu. Dibuat dengan benang sutra namun serat dan kapasnya asli Indonesia. Kemudian saya perlihatkan ke Biyan, dan dari 6 lembar kain terciptalah menjadi 3 kostum. HB: Apa inspirasi dari rancangan Biyan dan Baron untuk pergelaran Cinta Tak Pernah Sederhana? BW: Seluruh koleksi yang dirancang menyesuaikan dengan isi naskah. Dan sudah ditentukan pula oleh pengarah kostum, Hagai Pakan. Kemudian saya menerjemahkannya dari tiap karakter. Saya ikuti pedoman dan rambu-rambu yang ada, sehingga setiap siluet yang dihasilkan tetap selaras dengan skenario dari tiap adegan. BM: Inspirasi maupun siluetnya beraneka ragam. Ini berbicara mengenai budaya Indonesia lewat sastra dan cinta kemudian dikemas secara universal. Apa yang kita alami, dari dialog antar diri kita dengan orang lain, kita dengan diri sendiri, dan kita dengan Sang Pencipta. HS: Itulah yang membuat saya bangga. Mereka yang terlibat di panggung ini merupakan kreator-kreator hebat yang mau melebur menjadi satu untuk kesesuaian pergelaran ini. Membuat proses ini begitu menarik. BW: Karena dari mulanya konsep ini sudah terlihat jelas sesuai arahan. Menurut saya, kostum itu hanya sebagian dari peleburan banyak aspek penting, seperti naskah, syair, penataan cahaya, desain panggung, dan aransemen musik. Justru yang membuatnya menjadi berkesan itu karena saya merasakan semangat dari keindahan sebuah tim. Karena kami adalah orang-orang yang bekerja dari hati. HS: Jadi bayangkan saja yang ditampilkan itu ketika cinta turun ke bumi. Jadi cinta yang murni, penuh impian. Dan nyatanya ketika di bumi, cinta itu tidak semudah yang dibayangkan. Ada orang ketiga, ada yang penuh cercaan, perbedaan, makian, fitnah, lalu yang menyatukan itu adalah cinta yang hakiki, kembali pada sang Pencipta. Jadi bisa dibayangkan busananya seperti apa. HB: Lebih dulu terjun ke dunia kreatif di Indonesia, bagaimana menyikapi regenerasi yang ada? BW: Bagi saya, setiap orang mempunyai aspek seni di dalam dirinya. Dan proses kreatif mengalir seiring dengan berjalannya waktu. Hal itu membuat saya sebagai senior senang dan berbangga. Ini adalah siklus kehidupan. Bersamasama kami ciptakan kesadaran bahwa seni dan kreativitas itu harus berkembang dan semakin bertumbuh. Tentunya yang terpenting adalah mengerjakan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi yang benar. HS: Dari ratusan tahun yang lalu, regenerasi telah terjadi. Tidak selamanya kita hidup, tidak selamanya mencari tahu. Ada saatnya pintar, ada saatnya membagikan ilmu yang kita punya. Jadi, saya dengan bijak menanggapinya dan tidak menutup perkembangan dunia. Teruslah berkreativitas dan saling belajar dari siapa pun. BM: Ya, kami harus terus mengalir. Setiap karya mewakili zamannya dan akan menjadi mata rantai dari sebuah perjalanan panjang. Kreativitas ataupun seni. Maka dari itu, jika dikerjakan dengan hati, akan memberikan bekas bagi penikmatnya. HS: Setuju. Hanya melalui cinta kita bersama bisa merawat kebudayaan dan menemukan kemanusiaan kita. Dan melalui konser musikal ini, semoga generasi muda menjadi lebih mencintai karya-karya sastra Indonesia.