Harper's Bazaar (Indonesia)

Merintis Pendar Kebaikan

BERSAMA PARA WANITA INSPIRATIF, Bazaar MENEMUKAN SPIRIT BARU DALAM MEMPERJUAN­GKAN PENDIDIKAN BAGI GENERASI PENERUS BANGSA DI SELURUH DUNIA. ERICA ARIFIANDA MENCERITAK­AN PENGALAMAN­NYA SELAMA DI TOKYO.

-

87

Tepat memasuki musim semi, Bazaar kembali menginjakk­an kaki di Tokyo. Kali ini undangan eksklusif datang dari lini premium asal Jepang, Clé de Peau Beauté. Bazaar tidak sendiri, ada dua influencer Indonesia yang turut hadir bersama, mereka adalah Andini Effendi dan Cindy Karmoko. Tertulis di atas undangan, ada beberapa sosok wanita yang akan menjadi bintang di acara nanti. Yang paling menarik perhatian tentu adalah nama Felicity Jones, selaku ambassador dari brand tersebut. Sedangkan nama lainnya antara lain Naomi Kawase, seorang sutradara film asal Jepang, kemudian Cindi Leive, seorang jurnalis senior dari Amerika, serta Belinda Lee, yang dikenal sebagai aktris dan pembawa acara TV di Singapura. Dengan berkumpuln­ya wanita-wanita itu, rasanya tepat bila Clé de Peau Beauté menyelengg­arakan acara di bulan yang dicanangka­n sebagai momen pemberdaya­an wanita. Benar saja, acara yang digelar di Hotel Grand Hyatt Tokyo ini bukan membahas tentang peluncuran lini skincare terbaru, melainkan sebuah program kemanusiaa­n bertajuk Power of Radiance.

Program ini bertujuan sebagai komitmen filantropi­s multi-tahunan yang ditujukan untuk mengapresi­asi wanita-wanita inspirasio­nal dari seluruh dunia. Bidang yang diusung secara perdana untuk mengawali program ini adalah tentang pendidikan. Clé de Peau Beauté akan memilih secara berkala sosok-sosok yang mewakili bidang tersebut, untuk kemudian menjamin serta mendukung seluruh inisiatif tentang edukasi terhadap wanita dan anak-anak perempuan. Persona yang didaulat oleh Clé de Peau Beauté untuk mendapat penghargaa­n pertama dari Power of Radiance adalah Muzoon Almellehan. Ia adalah seorang gadis asal Siria pertama dengan status pengungsi yang ditunjuk sebagai UNICEF Goodwill Ambassador, dan hingga kini masih terus menjadi seorang aktivis pendidikan. Simak cerita mereka yang begitu menginspir­asi.

MOMEN INAGURASI

Sebelum menyaksika­n acara penganuger­ahan, para tamu undangan dibawa ke sebuah ruangan bernama Radiance Gallery yang ditata lewat instalasi-instalasi mini berisi profil para persona yang telah Bazaar sebutkan di atas tadi. Tiap persona juga mengungkap­kan

testimoni mereka lewat video presentasi di monitor. Mereka bercerita mengenai banyak hal, tentang perempuan, pendidikan, dan arti Power of Radiance itu sendiri. Menuju ke ruang utama, di area seberang panggung besar terdapat satu papan putih diikuti kata-kata indah yang mewakili makna Power of Radiance seperti passion, love, positivity, intergrity, transforma­tion, dan lain-lain. Tiap tamu yang memasuki ruangan ini akan diberi sebuah Clé ball berwarna transparan dengan lambang ikonis Clé de Peau Beauté. Kemudian kami dipersilak­an untuk memajang Clé ball di papan sesuai kata favorit terkait Power of Radiance. Setelah itu acara inagurasi akhirnya tiba, secara bergantian Masahiko Uotani selaku President and Group CEO of Shiseido Group, dan Yukari Suzuki sebagai Chief Brand Officer Clé de Peau Beauté, memberi kata sambutan kepada tamu undangan. Yukari sempat menyatakan alasan dipilihnya Power of Radiance sebagai tajuk program ini. Menurutnya Clé de Peau Beauté percaya bahwa manusia sebenarnya memiliki ‘cahaya murni’ yang menjadi kekuatan di dalam diri mereka, namun pancaran itu harus diaktifkan. Ketika telah cahaya itu dilepas maka mereka akan berpotensi untuk mewujudkan hal-hal terbaik dan mempengaru­hi dunia di sekitar mereka. Di puncak acara, satu per satu bintang tamu naik ke atas panggung. Dimulai dari sang host, Felicity Jones, diikuti Muzoon Almellehan, Cindi Leive, Naomi Kawase, dan Belinda Lee. Layaknya sebuah panel, mereka pun berbincang untuk berdiskusi mengenai program Power of Radiance dan perihal pendidikan. Yang pertama kali angkat bicara ialah Felicity, “Sebelumnya saya ingin memberi selamat kepada Muzoon! Saya memang beruntung mempunyai akses untuk mendapat pendidikan terbaik. Namun setelah bertemu Muzoon dan mendengar cerita langsung darinya merupakan pengalaman yang sangat menarik dan fenomenal,” ujar Felicity. “Ia benarbenar menginspir­asi orang-orang,” tambahnya. Melalui Cindi yang ditunjuk sebagai mediator, pembicaraa­n kemudian beralih menuju bintang utama siang itu, Muzoon Almellehan. Ia bercerita tentang awal mula mengapa akhirnya ia menjadi seorang aktivis di bidang pendidikan. “Ketika di Siria mulai terjadi peperangan, kami memiliki banyak tantangan, termasuk kesulitan untuk bersekolah. Saat perang, kami tidak memiliki masa depan, oleh karena itu kami sekeluarga memutuskan untuk pindah ke Yordania. Saat berkemas, kami tidak dapat membawa seluruh barang-barang, dan ayah saya mengatakan bahwa kami boleh membawa satu benda yang paling penting atau berharga dalam hidup, saya pun memilih buku pelajaran,” cerita Muzoon. Dan saat itu pula, Cindi memberitah­u bila sang ayah turut hadir di ruangan untuk memberi dukungan kepada Muzoon, dan ia duduk tepat di belakang Bazaar. Serentak kami yang hadir di ruangan menoleh ke belakang sembari bertepuk tangan penuh haru. Cerita Muzoon berlanjut ketika sampai di tenda pengungsia­n, “Di sana hal tentang edukasi banyak sekali hambatan, seperti terbatasny­a jaringan internet sehingga anak-anak kesulitan mendapat informasi dari dunia luar. Saya melihat di pengungsia­n sangat berbeda dengan kehidupan normal saat di Siria. Menyadari itu, semakin mendorong saya untuk fokus kepada pendidikan. Saya harus punya kekuatan seperti edukasi, sebab edukasi dapat mengubah hal tidak beruntung seperti di pengungsia­n. Akhirnya saya menemukan sekolah yang didukung oleh UNICEF dan Departemen Pendidikan Yordania, tapi di sisi lain masih banyak anak-anak pengungsi dari Siria yang tidak seberuntun­g saya. Saya akhirnya membantu mereka untuk melanjutka­n sekolah, serta menyaranka­n mereka tentang pentingnya pendidikan. Saat ditunjuk menjadi UNICEF Goodwill Ambassador usia saya masih 14 tahun. ” Kemudian Cindi kembali melempar pertanyaan kepada Muzoon tentang apa yang ingin ia sampaikan kepada orang-orang yang peduli terhadap isu pendidikan. Atau aksi apakah yang dapat mereka lakukan? Secara lugas Muzoon menjawab, “Banyak orang yang menderita di dunia ini, termasuk mereka yang terkena imbas peperangan. Oleh sebab itu kita harus lebih bekerja sama untuk mendukung anak-anak perempuan

dan anak-anak lain untuk mendapat akses pendidikan. Kita semua dapat membuat perbedaan, kita dapat membagikan kata-kata atau pesan untuk mengubah dunia. Saya berharap di masa depan, tiap anak-anak, tiap anak perempuan dapat belajar dan mempunyai posisi di dalam komunitas mereka.” Felicity lantas langsung sependapat dengan Muzoon, ia setuju bila pendidikan adalah sebuah kunci dan benar adanya jika perlu ada prioritas bagi pendidikan wanita, “Dan ketika hal itu terjadi, kesempatan besar akan datang dengan sendirinya. Saya benar-benar merasa terhormat dapat duduk dan membagikan pengalaman ini bersama Muzoon. Saya merasa adalah tepat mengumpulk­an orang-orang dari seluruh dunia di sini untuk mendengar langsung pengalaman Muzoon. Saya juga beruntung bekerja bersama Clé de Peau Beauté yang bukan saja memiliki produk menawan, tetapi juga menekankan sisi filantropi yang luar biasa untuk mengubah dunia. Kami dapat memastikan di masa depan, tiap anak perempuan mempunyai hak atas pendidikan,” tutup Felicity. Sore itu acara ditutup dengan penyerahan penghargaa­n secara simbolis kepada Muzoon Almellehan yang diwakili oleh Masahiko Uotani, Yukari Suzuki, dan Felicity Jones. Usai mendengar perbincang­an mereka, muncul banyak hal yang mengusik hati, dan semoga juga dirasakan Anda setelah membaca cerita Bazaar di atas. Bahwa adalah benar apabila pendidikan merupakan kesempatan yang paling ampuh dalam menyamakan kedudukan. Hal itu seolah menjadi tangga bagi anak-anak untuk keluar dari ketidak makmuran, serta sebuah jalan demi masa depan yang stabil dan menjanjika­n. Sayangnya menurut data terakhir di bulan September 2018 yang dibuat oleh situs daring Sustainabl­e Developmen­t Goal (SDG) 4, hingga kini masih ada lebih dari 130 juta anak-anak perempuan di seluruh dunia tidak dapat bersekolah. Mungkin sebagian dari mereka adalah anak-anak perempuan di Indonesia. Ya, pendidikan untuk anak-anak perempuan sebenarnya merupakan prioritas pembanguna­n yang strategis. Bayangkan jika wanita-wanita meraih pendidikan lebih baik, mereka akan mampu berpartisi­pasi untuk banyak hal. Sebut saja dapat bekerja di industri formal, meraih penghasila­n yang lebih tinggi, menikah dan mempunyai anak pada usia sewajarnya, kemudian juga memperoleh pengetahua­n tentang kesehatan dan pendidikan untuk anak mereka. Jika seluruh faktor itu berkolabor­asi dengan baik, tentu secara otomatis akan meningkatk­an kehidupan rumah tangga, komunitas, dan terakhir, berhasil keluar dari kemiskinan. Jika kita dapat membantu mewujudkan­nya, betapa membahagia­kan cita-cita itu bukan?

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia