Harper's Bazaar (Indonesia)

Energi New York & Paris

CLARE WAIGHT KELLER MELAKUKAN KILAS BALIK KE NEW YORK DAN PARIS TAHUN 1993. OLEH RIA LIRUNGAN

-

Cuaca malam itu mendung dan terasa basah saat saya tiba di Garde Republicai­ne, lokasi runway Givenchy Spring/summer 2020. Masih ada sisa-sisa hujan di atas jalan khusus pedestrian yang berlapis cobbleston­e. Memasuki patio, terlihat dari kejauhan sebuah backwall raksasa bertuliska­n “Givenchy”, menjadi elemen yang paling bercahaya di antara kegelapan malam. Sangat simpel tapi mengundang. Beberapa selebritas tampak berfoto di situ. Sebelum memasuki ruangan, para usher membagikan sebuah bungkusan kecil hitam berlogo Givenchy yang ternyata berisi soft pretzel. Di dalam arena runway juga ditata simpel dengan interior yang clean. Background-nya hanya berupa dinding putih. Hanya ceiling dengan rangka ekspos berwarna merah yang menonjol di ruang itu. Tanpa menunggu lama, koleksi pun mulai digelar. Satu persatu koleksi keluar diawali dengan drawstring skirt bersiluet panjang warna nude dipadu dengan leather top warna senada. Simpel dan bersih–hanya diberi detail soft bow di lehernya. Sebuah pembukaan yang menjadi statement Claire Waight Keller untuk koleksi musim ini. Sama seperti yang tertera di dalam seating tent card yang juga berisi narasi pendek tentang konsep koleksi. Di situ tertulis “NY Paris 1993” sebagai judulnya. Ya, Clare kali ini menoleh kembali tahun 1990-an, di saat fashion America berjaya, era minimalis, era supermodel. Bila diingat kembali, Clare pernah berkeduduk­an di New York saat ia bergabung dengan rumah mode Calvin Klein. Energi kota itu yang ia bawa dalam koleksi kali ini. Tapi tak hanya New York, ia mengambil spirit Paris yang riang yang ia transforma­sikan melalui dunia flora, bunga-bungaan yang di dalamnya termasuk fraktal simetri.

Nuansa couture Paris dengan siluet fluid ditampilka­n dalam volume floral long dress berlengan panjang dan leher yang tinggi, siluet yang nampaknya ia sukai. Juga pada floral print longdress kombinasi warna biru plus hijau botol, bersiluet dropped shoulder dan lengan balon.

Pendekatan couture ditunjukka­n pula pada sedikitnya 4 helai koleksinya, mulai dari atasan sampai longdress berleher V, berkerah halter, dan bersiluet asimetris. Aplikasi bermotif flora yang rumit disematkan penuh ke seluruh outfit, memberikan efek 3D.

Claire banyak bermain dengan siluet asimetris, leher V, halter neck, dan leher tinggi. Tetapi yang menonjol dalam koleksi kali ini adalah kerah folded scarf yang ditampilka­n dalam blus print yang dipadu dengan celana panjang, leather top yang dipadu dengan rok panjang dwi warna, dan blus beige dengan rok denim unfinished.

Yang menarik pula adalah detail simpul (soft bow) yang diolah bukan hanya pada kerah tetapi sebagai detail di bagian depan yang dipresenta­sikan dalam konsep monokromat­is yang bersih ala New York.

Koleksi monokromat­is menjadi salah satu story dan signature-nya. Bustier dress dari bahan brocade hitam yang disematkan kristal putih berbentuk flora, dress asimetris print, dan leather separates berwarna hitam adalah beberapa di antaranya.

Walaupun Givenchy tidak banyak mau bicara soal bahan, tetapi saya tidak mungkin untuk tidak membicarak­an leather yang jelas menonjol di antara 63 outfit yang ditampilka­n. Contohnya adalah rok kulit hitam yang dikenakan Kaia Gerber, dan beberapa bustier, serta top lainnya.

Yang juga menjadi koleksi kunci adalah denim. Elemen dengan spirit New York ini, dihadirkan mulai dari shorts, celana panjang robek berlubang, bermuda, rok unfinished, hingga V-neck dress yang menampilka­n 2 warna washed denim. Ada perpaduan antara maskulin dan feminin di dalam koleksi ini.

Tapi Clare tidak melupakan DNA Givenchy. Separates yang merupakan signature rumah

mode ini direinterp­retasi. Adalah Hubert de Givenchy yang pertama mengeluark­an konsep separates, dan untuk koleksi musim semi dan panas, Clare merancangn­ya dalam setelan bersiluet panjang dan ramping. Tidak seperti koleksi jaketnya di musim yang lalu yang lebih feminin ala ‘40-an dengan penekanan pada garis pinggang, kali ini rancangann­ya lebih maskulin. Di samping itu jaket itu tidak dipadukan dengan celana panjang, melainkan dikawinkan dengan bermuda.

Tailoring nampaknya akan terus menjadi kekuatan rumah mode ini dan di tangan Clare, separates yang menjadi signature-nya akan terus berevolusi.

Seperti yang diwariskan oleh sang maestro, konsep ini akan memungkink­an setiap wanita untuk mendapatka­n personal style mereka.

MINIMALISM

Clare memperkena­lkan tas terbarunya untuk Givenchy dalam beragam warna. Tas yang sebagian besar terbuat dari kulit napa ini didesain simpel hanya dengan twisted leather pada handle-nya.

Konsep minimalis pada koleksi busananya, juga direfleksi­kan pada koleksi sepatunya, mulai boots yang versatile, sampai mules yang didesain dengan hak kayu. Sunglasses juga memainkan peran penting dalam koleksi kali ini.

Didesain dengan ukuran ekstra besar dengan warna ombre atau bergradasi.

 ??  ?? Kozue Akimoto
Soo Young
Kozue Akimoto Soo Young
 ??  ??
 ??  ?? Lachlan Watson, Hunter Schafer
Lachlan Watson, Hunter Schafer
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia