Dominasi Ilusi
TERPUKAU AKAN ADANYA filter MEMPERCANTIK WAJAH, STANDAR KECANTIKAN UNTUK PEREMPUAN ZAMAN SEKARANG BERALIH KE KARAKTERISTIK WAJAH YANG unrealistic SEPERTI YANG DITUNJUKKAN DI MEDIA SOSIAL. OLEH DANES WARA
Bagaimana jika Anda dapat mengubah fitur wajah menjadi sempurna tanpa harus melakukan apaapa? Pertanyaan ini muncul ketika pada suatu momen, Bazaar menghadiri sebuah soirée yang berlokasi di salah satu restoran Gunawarman dan bertemu dengan seorang teman baik dari Sekolah Menengah Atas. Saat acara berlangsung, teman ini mengeluarkan smartphone-nya dan mulai mengambil beberapa foto selfie dirinya sendiri. Setelah itu, ia bertanya apakah foto-foto ini sebaiknya ia unggah di akun media sosialnya. “Tentu saja. Anda terlihat cantik di foto itu,” ungkap Bazaar. Sang teman membuka aplikasi Facetune dan mulai mengedit wajahnya yang diawali dengan contouring, lalu menambahkan makeup blush pada bagian pipi, sehingga membuatnya terlihat lebih segar dalam foto tersebut. Masih merasa belum cukup, ia mulai memancungkan bentuk hidungnya serta membesarkan mata serta bibir. Ia nyaris terlihat sempurna dalam foto tersebut, namun tidak natural secara bersamaan. Usai memoles foto dirinya, ia berkata “Sekarang saya bisa mengunggah hasil foto ini ke akun media sosial just by doing the bare minimum. Easy right?” Dengan realisasi ini, Bazaar terdorong untuk melihat keadaan individu di sekitarnya dan menyadari bahwa hampir seluruh perempuan di tempat itu mempunyai fitur wajah yang serupa.
Belakangan ini, sering terdengar fenomena “Instagram Face” yakni seseorang dengan wajah yang terlihat unrealistic atau fitur wajah yang berlebihan. Mulai dari bibir yang berukuran besar hingga bentuk wajah yang tirus nyaris membentuk huruf V sempurna, tanpa disadari hal ini telah menjadi sebuah standar kecantikan untuk perempuan zaman sekarang, yang mungkin akibat telah terbuai oleh media sosial. Untuk mempelajari lebih dalam tentang fenomena tersebut, Bazaar lantas berkunjung ke klinik estetika, Maharis Clinic dan berbincang langsung dengan dr. Kevin A Maharis, Md,dip(derm). Ketika ditanya pendapatnya mengenai topik ini, dr. Kevin menjawab “I hope the trend would not stay for long,” lanjutnya, “There’s definitely different types of beauty. Banyak individu yang menginginkan hidung yang mancung atau hidung ‘Korea’. Walaupun bentuk hidung yang seperti itu tergolong sempurna, namun belum tentu cocok pada semua tipe wajah. Jika dipaksakan, hal tersebut akan terlihat tidak natural.” Terlebih lagi, Instagram sekarang telah meningkatkan fitur Instagram story dalam aplikasinya dengan meluncurkan photo filter, memberi sekilas gambaran wajah Anda jika bentuknya lebih tirus, kulitnya lebih halus, dan matanya lebih besar. Fitur seperti itu sebelumnya kerap dikenal oleh pengguna aplikasi Snapchat yang menyediakan berbagai macam filter yang mampu mengubah wajah Anda menjadi sedikit lebih sempurna.
Belum usai dengan imaji akan ‘wajah Instagram’ Bazaar meluangkan waktu untuk mengadakan survei perihal tersebut melalui unggahan Instagram story. Cukup banyak yang berpartisipasi, yakni sekitar kurang lebih 350 follower @Bazaarindonesia memberikan opini mereka terhadap fenomena ini. Ternyata menurut survei, 54 persen pembaca Bazaar tidak suka memakai aplikasi yang dapat mempercantik wajah di media sosial dan 45 persen justru bergantung pada fitur tersebut, menarik bukan? Tidak semua individu menggantungkan hidupnya pada aplikasi pemoles fisik.
Tetapi apabila mereka menggunakan filter editing pun, sekitar 69 persen menggunakannya hanya untuk sekadar menghaluskan tekstur kulit wajah. Hal ini seolah menjadi bukti, bahwa para label kecantikan harus lebih gencar lagi menelurkan produk perawatan yang mampu menyempurnakan hamparan kulit wajah.
Lalu, apakah media sosial telah mengubah standar kecantikan bagi perempuan zaman sekarang? Jawabannya bisa iya atau tidak. Tergantung pada apa yang sering Anda perhatikan di akun media sosial dan berpikir, “Wow, saya ingin terlihat lebih seperti dia.” Dr. Kevin memiliki opini tentang standar kecantikan di era teknologi yang sudah mutakhir, “Sekarang, standar kecantikan justru mengarah pada synthetic look yang hampir mustahil untuk diraih tanpa adanya penambahan treatment estetika. Contohnya, hidung perempuan Asia yang sangat tinggi, lalu high cheekbone yang digabungkan dengan
slim jawline, serta bibir yang overly pouty. Tren ini semakin saya lihat di kalangan orang Asia, tetapi terlihat aneh.” Dahulu, prosedur operasi plastik masih sangat tabu dan tidak banyak individu yang berani untuk melakukannya. Nah, dari jawaban survei yang Bazaar lakukan, 62 persen berpendapat bahwa aesthetic beauty treatment sebaiknya dilakukan di usia yang lebih muda, apalagi 72 persen juga mengaku bahwa mereka tidak malu untuk datang ke klinik kecantikan. Dr. Kevin pun setuju dan mengungkapkan bahwa sudah banyak perempuan usia 20-an yang datang ke klinik untuk melakukan sederet aesthetic beauty treatment. “Dengan adanya tren makeup seperti face contouring dan baking, perawatan seperti V-shape memiliki banyak peminatnya, terutama perempuan sekitar usia 20-an,” kata dr. Kevin. Terkadang, pasien yang datang untuk konsultasi juga membawa foto seorang ‘panutan’ yang mereka temukan di Instagram sebagai contoh wajah yang diinginkan.
Kini kembali lagi pada perbincangan tentang Facetune. Hasil survei menyatakan bahwa sebanyak
79 persen menggunakan aplikasi Facetune hanya karena keisengan belaka. Bazaar sendiri pernah mencoba langsung aplikasi ini dan mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Tanpa disadari, aplikasi ini sangat adiktif karena Anda hanya perlu duduk santai sembari mengedit wajah Anda menjadi lebih menarik. Tak perlu lagi berkali-kali mengambil selfie sampai mendapat hasil sempurna apabila aplikasi ini mampu mengubah wajah sesuai dengan keinginan Anda secara instan. Tak heran juga apabila perempuan akan semakin malas untuk berdandan atau mungkin sebaliknya. Hal ini terbukti dalam survei yang menyatakan jika 64 persen dari follower Bazaar menjadi malas untuk melakukan tata rias.
Lucunya pernyataan barusan sejalan dengan pengalaman dr. Kevin yang mengungkap bila banyak pasiennya mengajukan referensi rasio wajah ideal (versi mereka) lewat foto diri mereka sendiri. Ya, foto yang sudah dipoles secara digital sedemikian rupa oleh mereka, “Mereka jadi lebih antusias melakukan sederet perawatan aesthetic ini agar wajah mereka terlihat seperti yang ditampilkan dalam aplikasi,” ujarnya. Ada pula cerita lain tentang seorang pasien yang mengalami kecanduan terhadap fitur filter ini. Tergolong adiktif, sang pasien datang kepada dr. Kevin setelah diberikan rekomendasi oleh dokter yang sebelumnya selalu ia didatangi. Dengan wajah yang sudah terlihat tidak natural, sang pasien terus meminta untuk mengubah struktur hidungnya agar lebih mancung seperti yang terlihat di foto (yang sedang menggunakan filter), meskipun sesungguhnya bagian tersebut sudah tidak lagi memerlukan injeksi. Maka tak heran apabila dr. Kevin akhirnya mengambil keputusan untuk tidak melakukan prosedur apa pun kepada sang pasien itu.
“ENAM PULUH DUA PERSEN BERPENDAPAT BAHWA aesthetic beauty treatment SEBAIKNYA DILAKUKAN DI USIA YANG LEBIH MUDA.”
Sebelum mengakhiri perbincangan, Bazaar juga mengungkap rasa ingin tahu tentang bentuk wajah ini kepada dr. Kevin. Bagian mana yang harus dielevasi seandainya Bazaar ingin melakukan tindakan estetika, sebab bentuk jaw line ini cukup tajam dan seolah jadi tidak ideal. Setelah memperhatikan wajah Bazaar bagian kanan dan kiri selama beberapa detik, dr. Kevin menjawab, “You need to reduce the jaw line, lalu ditambahkan sedikit proyeksi di bawah mata agar terlihat lebih segar. Anda dapat melakukan injeksi kombinasi filler dan botoks,” ujar dr. Kevin dengan tenang. Mendengar penjelasannya, Bazaar pun tertarik untuk melakukan serangkaian perawatan estetika yang dianjurkannya. Tapi, di sisi lain semua ‘langkah kompleks’ itu nyatanya bisa didapat secara instan hanya dengan menggunakan aplikasi pada smartphone. Real or fake, jika salah satu dari opsi tersebut dapat menambah kebahagiaan Anda, tidak ada salahnya untuk mengubah wajah sewajarnya agar lebih sempurna. Pilihan ada di tangan Anda.