The Dress That Changed My Life
Sebagai anak bungsu, saya sering sekali diajak pergi oleh ibu. Sebab kakakkakak saya sudah besar, jadi pasti tidak tertarik ikut. Setiap minggu kami selalu mengunjungi Iwan Tirta dan di sana saya sering melihat kain. Pada saat itu, segalanya meninggalkan impresi yang biasa saja, hingga tidak sadar bahwa semua itu telah tertanam di dalam diri saya. Selain itu, ibu juga sering mengajak saya ke acara seni yang didukung oleh Mitra Budaya, yaitu organisasi yang didirikan dan dikelola oleh ibu di tahun 1968. Setiap satu bulan sekali pasti kami menyaksikan budaya kesenian, seperti wayang, pameran, sampai mengunjungi puing-puing bekas candi. Les tari Jawa dan gamelan pun saya jalani.
Ibu saya selalu mengenakan kain dan kebaya. Takjubnya adalah ibu dan juga teman-temannya selalu membuat dan menjahit kebayanya sendiri. Bagi mereka itu hal yang biasa. Di tahun 1976, ibu dianugerahi titel Best Dressed Woman. Selain kagum dengan dandanan ibu saat itu, saya juga menyadari bahwa berkain kebaya itu indah sekali. Ibu memakai sanggul yang disambungkan dengan cemara, hebatnya, dia memakai semuanya sendiri. Banyak momen ibu berpakaian yang serupa, tapi tepat waktu itu saya mengingatnya dengan jelas. Mulai dari sana, saya jadi lebih sering memperhatikan ibu di saat akan pergi untuk pemotretan majalah atau hal lainnya. Dari sana pun saya menyadari bahwa ternyata memakai kain itu membuat wanita Indonesia terlihat lebih anggun. Dress juga bagus, tapi kain membuat terlihat lebih cantik dan sophisticated. Zaman dulu, ibu juga menerima penghargaan lain, seperti Wanita Berbusana Terbaik PAPMI sebanyak dua kali. Ibu juga merupakan Aktivis Women's International Club sejak tahun 1950. Kalau bicara warna, sudah pasti saya lupa. Tapi pasti kainnya merupakan koleksi Go Tik Swan. Dulu, Go Tik Swan itu pernah diminta oleh Presiden Soekarno untuk membuat kain dan menamakannya Kain Indonesia, karyanya memang bagus-bagus sekali. Kain klasik itu kebanyakan warna cokelat, seperti kain batik sogan. Nah, kalau beliau membuatnya berwarna-warni. Di antaranya ada tosca dan ungu campur oranye. Pemilihan dia juga tidak berlebihan. Karena kain kebaya itu simpel, bahannya dari thai-silk, jadi warnanya juga bold.
Sebelum saya lahir juga sering terlihat di koleksi foto kalau ke mana pun ibu pergi, dia selalu bergaya wanita Indonesia. Di luar negeri sekalipun, waktu ibu pernah menjadi Duta Besar di Ankara, Turki. Di sana dia memakai kain kebaya yang dipadu dengan mantel musim dingin. Tidak heran kalau orang zaman dulu itu semuanya memberikan impresi yang anggun, karena berbalut kain kebaya. Beranjak dewasa, saya juga jadi terbawa untuk selalu memakai kain, tapi yang sesuai dengan zamannya seperti sekarang ini. Makanya saya mendirikan label Sejauh Mata Memandang karena ingin bisa dipadu-padan dengan model baju sekarang ini. Di koleksi Sejauh Mata Memandang tahun lalu, ada satu kain tulis yang motifnya terinspirasi oleh ibu. Enam bunga yang berkumpul itu mewakili saya dan kakak-kakak saya.
DICERITAKAN KEPADA SABRINA SULAIMAN.