Tas Yang Terlahir Kembali
MEMBUKA ARSIP MASA LAMPAU MENJADI TITIK TOLAK STRATEGI PARA RUMAH MODE UNTUK TETAP RELEVAN MENAWARKAN AKSESORI. BERIKUT PARADE JINJINGAN RE-EDISI MUSIM INI YANG DIPAPARKAN CEMPAKA ASRIANI.
BOTTEGA VENETA’S JODIE BAG
Tahun 2019 menjadi tahun monumental bagi Bottega Veneta yang kembali menunjukkan kepiawaiannya di jagad mode. Semua berkat tangan dingin direktur kreatif terbarunya Daniel Lee. Melansir satu koleksi yang menuai pujian, tidaklah mudah. Namun mempertahankannya dari musim ke musim, itu baru tantangan yang sebenarnya. Daniel pun membuktikannya sekali lagi tak hanya lewat busana siap pakai namun juga dengan tas yang bersemat predikat “it”.
Jika tahun lalu kesuksesan diraih oleh Pouch Bag, memasuki tahun 2020 Jodie Bag perlahan tapi pasti, menjadi favorit para pencinta mode.
Lalu jika Pouch Bag menjadi favorit berkat desainnya yang segar, Jodie Bag justru lahir dari arsip lama yang diredefinisi: Intrecciato Hobo Bag. Pembuatan teknik intrecciato sendiri juga memiliki cerita menarik. Teknik ini ditemukan di akhir 1960-an di Veneto, Italia, wilayah yang dikenal penuh dengan artisan busana, bukan aksesori, ingin membuat sebuah tas kulit yang berdaya pakai tinggi dengan mesin jahit busana yang dimiliki. Terbiasa digunakan untuk menjahit kain, kulit yang dipakai haruslah yang berpermukaan halus agar jarum mesin bisa menembus permukaannya. Kulit yang dipakai lalu dianyam mengikuti pola intrecciato untuk memastikan materialnya kuat dan berdaya pakai tinggi. Teknik ini menjelma menjadi DNA rumah mode ini dan telah menghiasi hampir semua produk kategori Bottega Veneta, tak terkecuali Jodie Bag ini. Berangkat dari siluet tas Hobo yang menjadi item klasik Bottega Veneta, Jodie, yang mengambil nama dari aktris Hollywood Jodie Foster ini tetap mengeksekusi kompartemen yang luas ala tas Hobo namun diberi sentuhan kontemporer berupa imbuhan detail simpul di satu sisi pegangannya. Hadir dengan opsi dua ukuran dan tiga warna, tas yang minimal akan estetika dan maksimal akan fungsi menjadi pilihan ideal untuk tampilan siang hari karena mampu mengemas semua kebutuhan esensial dan mudah dipadupadankan dengan tampilan kasual hingga formal.
DIOR SADDLE RE-EDITION 1999
Sebutkan satu It bag sepanjang masa, nama Dior Saddle pasti muncul menjadi salah satunya. Dari tokoh fiksional Carrie Bradshaw hingga It girl orisinal Paris Hilton, Dior Saddle yang ikonis telah menggelantung indah di lengan wanita sejak akhir ’90-an dan awal 2000-an. Ketenarannya terbukti tak lekang dimakan waktu hingga Maria Grazia Chiuri memutuskan untuk melansir kembali jinjingan klasik ini.
Mari mundur sejenak menilik sejarah untuk lebih memahami mengapa tas re-edisi ini tetap menarik bahkan dua dekade setelah pertama muncul. Dior Saddle pertama kali diperkenalkan sebagai apresiasi terhadap dunia equestrian oleh John Galliano, Direktur Kreatif Dior pada tahun 1999. Di era tersebut pencinta mode seakan menjunjung desain sederhana yang mudah dimengerti, tak terkecuali dengan Dior Saddle. Mengambil siluet pelana kuda yang berlekuk, menjadi titik tolak estetika yang melegenda. Hadir dengan tali pendek, Dior Saddle menghiasi bahu atau tersampir di lengan. Jika dua dekade lalu Dior Saddle dikenal dilayar kaca oleh Carrie Bradshaw—yang terlihat di banyak episode dan kesempatan—bisa jadi kini tas ini muncul berkat kekuatan fashion influencer, yang terlihat menjinjing Dior Saddle vintage untuk melengkapi gaya khas retro mereka.
Untuk koleksi musim gugur/dingin 2019-2020 oleh Maria Grazia Chiuri, Dior Denim Saddle Bag Savoir-faire memperoleh reinterpretasi lewat material denim mewah berhias bordir ikonis sang rumah mode: the Dior Oblique kanvas karya Marc Bohan di 1967. Motif ini dipilih Maria untuk tetap menampilkan gaya usang vintage. Lalu untuk semakin menjawab kebutuhan untuk semakin relevan dengan zaman, koleksi tas wajib punya ini juga dilengkapi dengan opsi inisial yang bisa disematkan di beberapa butik Dior. Selain itu, tas ini juga hadir dengan dua opsi ukuran dan dilengkapi dengan tali panjang—yang dijual terpisah—untuk memberi alternatif tampilan yang lebih kekinian.
THE PRADA RE-EDITION 2005 SHOULDER BAG
Bisa dikatakan jika tas keluaran rumah mode Italia ini adalah tas re-edisi yang paling ditunggutunggu setidaknya karena tiga alasan berikut. Secara estetika, tas reedisi 2005 menampilkan semua keunggulan tas tipikal Prada. Terbuat dari material nilon dengan logo kecil yang tersemat namun tetap terlihat jelas, handle rantai dan strap bahu dengan tulisan Prada tercetak di sana. Subtil dan minimal ala ‘90an yang sepertinya memang sedang kembali menyeruak. Keberadaan tidak hanya dua namun tiga jenis pegangan sekaligus membuat tas ini bisa menemani segala kebutuhan, bayangkan dari berbelanja ke supermarket lantas brunch di sebuah bistro. Lalu dari sisi fungsi, penggunaan bahan nilon khas Prada ini tentu bersinonim dengan durability tinggi, ringan, dan gaya. Dibandingkan dengan kulit, jelas bahan ini lebih minim perawatan dan jika disimpan dengan baik, tas ini dapat bertahan lama. Lantas di musim hujan atau basah seperti sekarang, tentu bahan nilon lebih tahan akan terpaan angin dan air. Lantas secara konstruksi, seperti telah disebutkan di atas, nilon merupakan material utama pembuat tas ini, lalu ikut dilengkapi dengan lining tebal material klasik Prada lainnya yaitu Saffiano. Kecil namun tangguh adanya.
Sebagai tas re-edisi tentu versi yang sekarang merupakan pembaruan dari versi pertamanya yang dilansir di awal 2000-an. Terinspirasi dari tas bertajuk Bandoliera Tessuto di tahun 2005, tas ini mendapat penggemar secara instan berkat bentuknya yang ramping seperti roti baguette dan terbuat dari material nilon yang menikmati masa kejayaan di masa-masa itu. Hanya
dilengkapi dengan 1 pegangan, tas ini awalnya hanya bisa dipakai dengan disampirkan di bahu namun bentuknya yang cukup kompak membuatnya menjadi pilihan tas untuk aktivitas semi-formal. Kini menjawab kebutuhan pasar yang tentunya semakin beragam, Multi Pochette jenius memberikan sampai tiga opsi pegangan yang tinggi akan nilai fungsionalitas. Namun jika tetap menginginkan model orisinalnya, Prada juga ikut memperkenalkan tas re-edisi 2005 Mini Bag yang menyerupai desain aslinya yang hanya memiliki satu pegangan bahu.
FENDI BAGUETTE RE-EDITION 1999 Tidak dapat dipungkiri jika Fendi Baguette adalah jinjingan tersukses dari rumah mode Italia ini. Bermula dari tahun 1997 saat Silvia Venturini Fendi yang kala itu menjadi desainer aksesori untuk Fendi diminta untuk menciptakan sebuah tas praktis untuk wanita, guna melengkapi koleksi siap pakai yang dirancang oleh Karl Lagerfeld, sang direktur kreatif, dan terciptalah Fendi Baguette. Sejak saat itu, tas ini sudah merebut hati para wanita di seluruh dunia dan menjadi satu tas klasik Fendi yang selalu hadir di setiap musimnya. Kecil dan bersiluet persegi panjang, tas ini mengundang sensasi karena saat dikenakan di bawah bahu ia seakan bergerak gemulai di bawah lengan sang pemakai. Konstruksinya kokoh namun tidak kaku, dan dilengkapi dengan tali simpel dan logo khas Fendi double F, tas ini mewah namun juga kasual. Untuk semakin memberi imbuhan kontemporer pada koleksi ikonis, Fendi ikut melansir re-edisi Baguette dalam purple sequin. Tas ini awalnya diperkenalkan sebagai bagian dari koleksi Fall/winter 19992000 yang menjadi tonggak kepopuleran tas Baguette. Tas dalam material manik-manik ungu ini juga mendunia karena melekat dengan tokoh Carrie Bradshaw dari serial Sex and
The City yang diperankan oleh Sarah Jessica Parker. Dalam sebuah adegan, bahkan Carrie menyebut “ini bukanlah sebuah tas, ini adalah Baguette,” dan sejak saat itu Fendi Baguette menjadi tas wajib pencinta mode New York di era 2000-an hingga kini menjadi ikon.
Dua puluh tahun berselang, karya re-edisi muncul dengan beberapa modifikasi: warna ungu sedikit menggelap, berhias manik-manik dalam beberapa ukuran dan bentuk, membentuk efek tiga dimensi dan dilengkapi dengan signature FF logo buckle. Menyempurnakan desainnya, tas ini juga dilengkapi dengan tali crossbody yang bisa dilepas pasang, sebuah opsi yang sangat membantu para wanita dengan kebutuhan beraneka rupa.
Dengan artistik tas yang selalu berevolusi—hingga ke opsi mikro dan tas pinggang—baguette bag dipercaya akan senantiasa menjadi jinjingan yang klasik sehingga opsi re-edisi yang elegan dan tetap menjunjung craftsmanship tertinggi ala Fendi tentu menjadi pilihan yang sayang untuk dilewatkan.
COACH TURNLOCK
Musim ini, Coach telah melansir parade tas terbarunya yang bernaung di bawah #Thecoachoriginals sebuah seri yang mengambil inspirasi dari arsip sang rumah mode. Salah satu yang banyak ditunggu adalah kehadiran Coach Turnlock sebuah tas yang pertama kali diperkenalkan oleh Bonnie Cashin di tahun 1960-an saat sang desainer ini mengambil inspirasi dari sebuah pengait di atas mobilnya yang menjadi cikal bakal pengait metal yang kini menghiasi hampir semua tas Coach.
Kini sudah tercipta banyak variasi tas yang bernaung di bawah seri Coach Turnlock. Desainnya yang minimalis dan uniseks juga membuat Coach Turnlock kini tersedia sebagai jinjingan tak hanya untuk wanita namun untuk pria. Berangkat dari desain Coach di 1993, mereka melansir re-edisi Turnlock Pouch berukuran 20 cm x 14 cm dengan penampang yang mudah dibuka tutup dan ruang yang lega untuk meletakkan semua barang-barang esensial. Jika Coach Turnlock terlihat terlalu kasual, Turnlock Lunchbox Pouch dengan siluet boxy bisa menjadi pilihan. Berukuran 15,5 cm x 15 cm tas ini juga dilengkapi dengan zip pocket dan beberapa tempat kartu dengan ruang yang lebih luas dari pada seri sebelumnya. Temukan pula versi aksesori prianya lewat Turnlock Saddle Crossbody dengan ukuran yang lebih besar lagi yaitu 22 cm x 19,5 cm. Keunggulan seri Coach dibandingkan empat tas re-edisi sebelumnya jelas terdapat pada bentuk dan material yang kental dengan napas kasual. Konstruksi edge-binding khas Coach semakin memberikan pertahanan ekstra untuk pemakaian sehari-hari.