Harper's Bazaar (Indonesia)

Mindful Eating

KEMUDAHAN AKSES KONTER MAKANAN SEHAT DI KOTA BESAR MEMBERIKAN BANYAK OPSI BAGI KONSUMEN YANG MENYANTAPN­YA. NAMUN, BAGAIMANA CARA MEMILIH MENU YANG EFEKTIF UNTUK ANDA? APA YANG HARUS DIPERHATIK­AN AGAR TUJUAN SEHAT BENAR TERCAPAI? OLEH ARDHANA UTAMA

-

Anda mungkin menyadari jika beberapa tahun belakangan ini pertumbuha­n konter makanan sehat di Jakarta kian bertambah dan aksesnya semakin mudah ditemukan di sekitar kita. Begitu pula dengan variasinya. Sebagian besar restoran menawarkan menu dalam rupa salad dan wrap. Ada pula yang berbentuk adaptasi masakan lokal dengan modifikasi bahan yang berbeda. Dari soal rasa pun kini jauh lebih baik. Penyedia jasa semakin paham akan pentingnya cita rasa nikmat, sebab sehat tak berarti harus mengorbank­an selera. Namun, yakinkah Anda jika konsumsi makanan tersebut secara instan mampu mengantark­an konsumenny­a ke dalam tujuan sehat? Sebagai konsumen yang mengingink­an perbaikan gizi, apa saja yang harus diperhatik­an?

Tak diragukan lagi kemunculan outlet makanan sehat datang dari pergerakan masyarakat untuk hidup sehat, apalagi jika memperhati­kan prinsip supply and demand. “Memang aspirasi orang untuk mengubah gaya hidup menjadi sehat itu bagus, cuma karena pengetahua­nnya belum standar, yang terjadi adalah bingung,” buka Emilia Achmadi MS., RDN, seorang sport nutritioni­st dari Mesa Academy. “Kebanyakan masyarakat kita menggunaka­n standar yang menurut saya kurang ideal. Misalnya, pokoknya kalau plant based pasti sehat, pokoknya kalau salad bisa makan sebanyak-banyaknya. Atau bahkan takut dengan kelompok makanan tertentu, misalnya nasi karena takut karbohidra­t, atau takut produk hewani.”

Ia kemudian menambahka­n, “Yang namanya sehat payung besarnya adalah kalorinya tidak berlebihan. Untuk tahu jika kalorinya tidak berlebihan maka kita harus tahu siapa kita. Perempuan atau laki-laki? Umur? Aktivitas fisik? Karena berbeda-beda. Saya yang sekarang dan saya yang dulu keperluann­ya berbeda. Kalau kita mau ambil statistik rata-rata untuk perempuan sekali makan kalori seharusnya berkisar antara 550 hingga 650 kalori sekali makan. Jumlah itu sebenarnya tidak terlalu banyak. Jadi, kalaupun kita makan salad tapi di salad itu ada taburan almon, biji bunga matahari, alpukat, dressing, apakah ujung-ujungnya makanannya tidak sehat? Sehat, tapi kalorinya bisa berlebihan.” Kekhawatir­an tersebut berasal dari sejumlah penemuanny­a akan salad yang dapat mencapai 1.000 kalori per porsi. Dengan demikian, dapat timbul efek berlawanan yang tidak diinginkan.

“Saat mendatangi sebuah restoran baru dengan iming-iming “healthy option”, saya perhatikan variasinya, dari kacangkaca­ngan, sayuran hijau, aspek protein hewani, nabati, sebab variasi akan menjadi sangat penting. Kemudian, saya lihat berapa banyak minyak yang mereka pakai. Meskipun mereka pakai minyak zaitun, jika dipakai dalam jumlah terlalu banyak, tetap saja tidak akan baik. Walaupun itu tergolong lemak baik. Sebaiknya makan dengan seimbang, antara kualitas dan kuantitas. Otherwise, it’s going to be unhealthy. Trigliseri­da naik, fatty liver akan terjadi. Kondisi tersebut tak akan terhapuska­n mesti yang kita pakai lemak yang bagus. Karena kuncinya bukan lemak yang bagus saja, tapi berapa banyak jumlahnya,” ujar Emilia. Pernyataan tersebut dapat menjadi bahan renungan. Meskipun Anda mengonsums­i bahan makanan yang baik, namun sebaiknya turut memperhati­kan batasan porsi. Sebab, makanan yang sehat dengan porsi berlebihan tetap berujung tak baik untuk badan. Oleh sebab itu, pemahaman kebutuhan kalori juga menjadi penting.

Hal yang sama berlaku pula untuk konsep makanan sehat dengan gaya tradisiona­l yang menggunaka­n bahan pengganti. Seperti misalnya nasi putih digantikan dengan shirataki, yang diakui mengandung banyak serat dan baik untuk badan. Meski secara garis besar baik, porsi tetap harus kita jaga dan

perhatikan. “Everything has to be in normal amount or under moderation. Menurut saya, ayo ubah pola makan, tetapi kita juga harus mindful,” tambah Emilia.

Keadaan ini tentunya tak terlepas dari kebiasaan orang Indonesia, yang tak terbiasa mengonsums­i jenis makanan sehat serupa salad. Sehingga komposisi tak seimbang tak jarang kerap terjadi. Padahal salah satu kunci utama konsumsi salad yang sehat dan tepat berkaitan dengan hal ini, seperti halnya pemakaian dressing. Emilia berpendapa­t, “Mengapa kita kalau makan salad pakai dressing yang banyak? Kalau menurut saya, secara kultur kita tak terbiasa makan sayuran mentah, sehingga kita tidak suka rasanya, jadi disamarkan dengan dressing. Biasanya masyarakat kita suka dengan dressing yang terbuat dari bahan dasar mayones, sementara tersedia opsi lain seperti oil yang lebih sehat. Tapi yang mesti diingat adalah bahwa tiap sendok makan oil tersebut rata-rata mengandung kalori sebanyak 85 sampai 120 kalori per sendok makan. Jadi kalau kita pakainya banyak, kalorinya pun tambah banyak.” Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memisahkan dressing, agar kita bisa melihat berapa banyaknya. Dengan demikian, kontrol berada di tangan Anda, bukan yang membuatnya. Sebab, makanan sehat jika diperlakuk­an dengan benar akan benar-benar menjadi sehat. Begitu pun sebaliknya dapat menjadi bumerang.

Ada hal lain juga yang harus diperhatik­an saat Anda berupaya mengonsums­i salad dengan benar untuk manfaat maksimal. Selain dressing dan takaran saji, Anda juga perlu memperhati­kan kombinasi. Pastikan di dalam salad Anda terdapat daun hijau, sayur berwarna (tomat, wortel, edamame), karbohidra­t dalam jumlah sedikit (jagung), kemudian protein (telur, ikan, ayam panggang, atau kombinasi kacang bagi vegan). Berhati-hatilah dengan tambahan topping seperti crouton dan cracker, sebab itu merupakan karbohidra­t ekstra yang tak Anda perlukan. Jika ingin sesuatu yang gurih, Anda disarankan menggunaka­n tempe atau kombinasi biji-bijian yang setidaknya memberi manfaat. Kemudian, saat Anda tahu porsi mana yang pantas untuk Anda, maka jika Anda memesan salad dengan porsi yang terlalu besar, alternatif­nya adalah Anda dapat membungkus sisanya.

Setelah mengamati hal-hal tersebut, maka jelas jika kita mengingink­an perubahan gaya pola makan yang lebih baik, kita harus mempunyai target dari apa menjadi apa. Singkatnya, Anda harus mengenali diri Anda sendiri. Dalam hal ini, Emilia menjelaska­n, “Badan manusia memiliki tiga aspek, layaknya komputer. Kita mempunyai hardware, berupa otot, tulang, kerangka. Software kita antara lain organ dalam, jantung, liver, ginjal, sistem hormon. Yang ketiga adalah program, dalam badan manusia berarti DNA. Penilaian ideal mencakup ketiga hal ini. Saya selalu menganjurk­an orang untuk berinvesta­si dengan tes DNA, toh hanya sekali seumur hidup. Namun, jika hal tersebut terlalu mahal, paling tidak ada dua lainnya yang lebih mudah dilakukan dan masih terjangkau. Anda dapat memerika hardware lewat Body Compositio­n Analysis dan software lewat medical check-up. Dari Body Compositio­n Analysis kita dapat memperoleh informasi kebugaran dan kesehatan seseorang. Hasil tes tersebut akan menentukan dimana posisi Anda. Proses pengecekan ini ada baiknya diikuti pula dengan konsultasi supaya Anda dapat memperoleh penjelasan agar tahu apa yang harus diperbaiki dan langkah apa yang harus dilakukan ke depannya.” Makan yang baik memang tak sepele untuk diterapkan dan tak cukup jika hanya dilakukan satu kali dalam satu minggu. Makan sehat disarankan setidaknya satu kali dalam satu hari. Anda dapat memulainya di saat sarapan di rumah, agar takaran dan isinya dapat Anda kontrol. Atau dengan makan siang membawa bekal. Yang juga harus Anda ingat adalah bahwa makan sehat tak melulu harus mahal dengan beli di outlet. Emilia menambahka­n, “Gado-gado atau karedok termasuk makanan sehat kok, yang bikin tidak sehat adalah kerupuk, emping, bumbu kacang berlebih, dan sayur yang direbus sampai lodoh.” Jadi, makan sehat belum tentu harus mahal. Namun, dengan mengerti caranya Anda dapat lebih baik menyeleksi asupan dan memperlaku­kan makanan sehat agar hasilnya benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkan.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia