DIVERSITAS: PEMAIN UTAMA DI PANGGUNG MODE DUNIA
Size-ist
Sejatinya masih panjang jalan untuk sebuah pergelaran busana bisa dianggap sangat berpihak pada diversitas. Saya sebetulnya juga tidak percaya keberagaman bisa terwakili 100 persen. Namun progres tercatat ada, di hampir semua area representasi. Pekan mode musim Fall/winter 2020 dari New York, keragaman dari semua jenis–etnis, umur dan ukuran–telah konsisten terlihat. Namun progres sebenarnya terlihat di Paris dan Milan, dua kota yang industri modenya masih mengadopsi definisi fisik ‘ideal’ yang tradisional sehingga keberagaman tipe tubuh kurang menjadi pertimbangan. Namun, ada pergeseran penting, seperti hadirnya model Amerika Serikat Paloma Elsesser di pergelaran busana rumah mode termasuk Fendi, Lanvin, dan Alexander Mcqueen. Selain itu, di Chanel, Virginie Viard selaku direktur kreatifnya terlihat menampilkan Jill Kortleve–yang juga berjalan di Alexander Mcqueen–dalam tampilan desain baju olahraga. Jill juga tercatat menjadi model ukuran plus pertama yang berjalan di pergelaran Chanel dalam satu dekade terakhir. Rumah Mode Lanvin juga memakai model ukuran plus pertama kali dalam pergelaran busananya.
Mari kita lihat statistiknya dengan mengutip laporan yang dilansir media The Fashion Spot. Secara ras, sejak laporan ini dibuat pertama kali di musim Spring/summer 2015, tren keberagaman terlihat semakin meningkat dengan musim Spring/summer 2020 sebagai musim dengan tingkat keberagaman model tertinggi. Walaupun grafiknya sedikit menurun untuk musim Fall/winter 2020, model yang tercatat paling sering muncul di pergelaran busana dengan tampil di 38 pertunjukan adalah seorang model kulit berwarna asal Amerika Serikat Achenrin Madit yang merupakan keturunan Sudan Selatan. Namun secara keseluruhan, hanya empat wanita kulit berwarna, termasuk Achenrin, yang masuk dalam 10 besar. Model Inggris Lara Mullen berada di posisi kedua dengan 37 pertunjukan. Diikuti oleh it model Korea Selatan Sora Choi, Hannah Motler dari UK, Josefine Lynderup dari Denmark dan model China Tang He, semuanya dengan 34 pertunjukan. Talenta asli Belanda Felice Noordhoff, model Jerman Rachel Marx dan model Prancis Cyrielle Lalande berjalan 33 pertunjukan masing-masing. Diikuti dengan wanita Tiongkok, Yilan Hua, yang berjalan dalam 32 pertunjukan.
Jake Junkins berjalan untuk pergelaran Ann Demeulemeester
Ukuran tubuh dan keragaman umur tak muncul dari daftar model teratas. Sementara itu, Milan juga dikenal sebagai kota yang cukup tertutup akan pandangan keberagaman dan Valentino pelan-pelan mendobraknya. ”Jangan memanggilnya muse, itu bukan kata yang saya gunakan,” ujar Pierpaolo Piccioli, sang direktur kreatif berbicara tentang Adut Akech, model kelahiran Sudan Selatan yang telah ia pilih sebagai wajah Valentino. Tak tanggung-tanggung, model 19 tahun ini membuka fashion show koleksi siap pakai untuk musim Fall/ Winter 2018 di Paris. Pergelaran yang sama ditutup dengan model Prancis Assa Baradji. Dua gadis berkulit hitam yang mengawali dan menutup sebuah sajian dari merek Italia. Mungkin ini adalah tanggapannya terhadap retorika rasis dan anti-imigran yang dipicu oleh Matteo
Salvini seorang yang berpandangan ekstrem kanan di pemerintah Italia. Ketika ditanya apakah langkah yang Pierpaolo ambil adalah sebuah pernyataan politik, Ia menampiknya dengan sebuah kalimat tegas ”Pesan estetika oleh seorang desainer lebih dalam.” Lebih jauh, Ini bukan pertama kalinya rumah Valentino terikat erat dengan model hitam. Maestro Valentino Garavani terkenal sangat terinspirasi oleh Iman. Namun Adut sendiri adalah model kulit hitam pertama yang membuka dan menutup acara Valentino dan juga wanita kulit hitam pertama yang benar-benar membintangi peluncuran parfum baru mereka; Born in Roma.
Lebih jauh, keberagaman dari sisi ukuran tubuh faktanya juga sangat menarik. Christian Siriano, desainer New York yang memang dikenal sangat mendukung diversitas tercatat merekrut model yang paling tidak standar untuk pergelaran musim Fall/winter 2020: Marquita Pring, Precious Lee, Sabina Karlsson, Solange van Doorn, Seynabou Cissé, Candice Huffine, Chloé Véro dan Ingrid Medeiros. Langkahnya juga diikuti oleh Marc Jacobs, Oscar de la Renta, Eckhaus Latta, Nicole Miller, Christopher John Rogers, Prabal Gurung, Laquan Smith, Veronica Beard, Michael Kors Collection, dan Rag & Bone yang masing-masing memiliki satu model ukuran plus untuk pergelaran musim Fall/winter 2020. Pindah ke Milan, siapa yang mengira Fendi akan menampilkan dua model plus size yaitu Jill Kortleve dan Paloma Elsesser? Di Paris, Jill menambah empat show ke dalam portofolionya; Mugler, Valentino, Alexander Mcqueen, dan Chanel. Sedangkan Paloma bergabung dengan Jill untuk Alexander Mcqueen dan juga berjalan di pertunjukan Lanvin. Berita baiknya, sama seperti New York, sebagian besar model ukuran plus di London, Milan, dan Paris adalah wanita dengan kulit berwarna.
Ini merupakan momen besar yang perlu dirayakan. Sebelumnya, kita tidak pernah melihat
Model berkulit hitam, Amer Athiu, berjalan di pergelaran Halpern
model dengan bentuk curvy seperti Jill Kortleve bisa berjalan di rumah mode seperti Chanel dan Valentino. Sepertinya rumah mode Eropa benarbenar membuka lebih banyak keragaman. Jill adalah model asal Belanda berusia 26 tahun yang masuk dalam divisi Curve dari agensi model Muse Model Management dan Milk Model Management. Model plus size terakhir yang pernah berjalan untuk Chanel adalah Crystal Renn di 2011.
Model non-biner alias model yang tidak menyatakan dirinya dalam gender apa pun dan model transgender juga semakin mendapat tempat di jagad mode. Noah Carlos yang non-biner berjalan untuk Self-portrait, Prabal Gurung Vivienne Westwood, Mugler, dan Rick Owens. Model transgender Dara Allen mewakili Dion Lee dan Prabal Gurung. Massima Desire, juga transgender, berjalan untuk Dion Lee dan Eckhaus Latta. Model transgender Ariel Nicholson dan Richie Moo masing-masing muncul di Marc Jacobs, serta Jake Junkins muncul di Ann Demeulemeester di pekan mode Paris.
Di antara semua elemen diversitas, usia adalah elemen yang paling mendapat sorotan positif di 2020. Ketika rata-rata usia keemasan bagi seorang model 18 tahun, tahun ini model dengan usia rata-rata 50 tahun mendapat porsi yang besar. Lebih menariknya, mereka adalah deretan wanita-wanita legendaris. Di Hellessy, Pat Cleveland (68 tahun) menutup pertunjukan dengan goyangan khasnya, sementara Elie Tahari mengajak mantan supermodel Christie Brinkley (65 tahun) untuk berjalan bersama putrinya, Sailor Cook. Batsheva membawa Veronica Webb (53 tahun), Patti Hansen (62 tahun) muncul di Michael Kors, dan Christy Turlington (50 tahun) kembali ke catwalk, setelah lebih dari dua dekade absen, di Marc Jacobs. Mantan editor Vogue Tonne Goodman
(67 tahun), yang biasanya duduk di barisan tamu garda depan, kini berbelok menjadi model yang berjalan di show ke CDLM. Memang banyak dari pemilihan model ini menjadi aksi tribute para desainer bagi industri mode.
Tren ini terus berlanjut karena pertunjukan telah pindah ke Eropa. Di London, model 90-an favorit Stella Tennant (48 tahun) berjalan untuk Burberry dalam tampilan busana berwarna camel yang sleek. Sementara sesama model Guinevere Van Seenus (41 tahun) menggebrak kembali di Erdem. Desainer eklektik Simone Rocha dihiasi model ikon Gen-x Chloe Sevigny (44 tahun), muse fotografer Helmut Newton, Marie Sophie Wilson (54 tahun), dan model ’90-an Kirsten Owen (48 tahun). Kemudian, di Milan, MM6 Maison Margiela menghiasi presentasinya dengan seluruh model terdiri dari wanita berambut abu-abu yang tampak bersenang-senang menari mengikuti irama musik. Mantan Direktur Kreatif majalah Garage, Shala Monroque (40 tahun) muncul kembali di Marni sementara Versace membuka show dengan Shalom Harlow (45 tahun), dan menutup dengan Stephanie Seymour (50 tahun). Setelah membaca fakta-fakta yang terpapar di atas, kini saya mengajak Anda kembali ke pertanyaan dasarnya: Mengapa industri fashion sulit beragam? Sejak 2007, pangsa pasar barang mewah global Asia-pasifik telah tumbuh sebesar 10 persen, dan hari ini pasar barang mewah yang paling cepat berkembang di dunia adalah Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Namun bisa dilihat sendiri di atas seberapa sering modelmodel dari wilayah tersebut direpresentasikan. Ketika para konsumen atau klien para brand atau rumah mode tersebut sudah pasti beragam, mengapa kampanye, sampul majalah, serta pergelaran busananya tidak mencerminkan diversifikasi klien mereka?
Argumennya adalah pemilihan model berkaitan erat dengan visi estetika para desainer yang berakar dari bagaimana ’cantik’ didefinisikan. Kolonialisme di masa lampau yang telah berlangsung selama ratusan tahun oleh kaum kulit putih yang menjajah tanah asli, lama kelamaan menanamkan pandangan bahwa si kaya tinggal di dalam rumah sedangkan si miskin bekerja di luar dan berkulit berwarna. Pesan tersebut yang menyublim menjadi kultur, turun temurun dari generasi ke generasi, membentuk konsensus akan fisik yang dikategorikan ’ideal’ yang akhirnya tak hanya menjadi bias, namun menjadi obsesi kultural. Lantas apakah industri fashion hanya mencerminkan bias rasial yang tertanam tanpa aspirasi konsumen pada umumnya?
Saya melihat di era keterbukaan, permintaan publik untuk diversitas model ini menjadi sangat besar.
Tak hanya itu, tren mode yang secara tradisional berkembang dengan secara Trickle Down yaitu dari desainer ke media ke konsumen, kita telah bergeser menjadi The New Ecosystem yang bergerak secara kontemporer sehingga siapa pun kini punya kesempatan untuk menciptakan dan menyebarkan tren.
Artinya mode tak lagi elitis. Kesadaran ini yang semakin menggugah para desainer untuk tampil lebih relevan lagi dengan para konsumen mereka. Jika Anda adalah wanita dengan payudara penuh atau berpinggul, model yang kelewat kurus tak lagi memberi Anda representasi dan inspirasi.
Sudah seharusnya mode menjadi salah satu industri terdepan setidaknya dalam memberi pemahaman. Akhirnya perubahan telah terjadi namun tetap tidak cukup cepat. Namun melihat bagaimana dinamisnya dunia mode bergerak, saya yakin masa depan mode adalah inklusif.
n