Harper's Bazaar (Indonesia)

THE LIFE AFTER

BAGAIMANA KITA HARUS MELANGKAH KE DEPAN SETELAH WABAH INI BERLALU? WALAUPUN MASIH BANYAK HAL YANG BELUM KITA KETAHUI, MARI KITA COBA MEREKA-REKA. AGAK SULIT, MENGINGAT SAAT INI, HAL SESEDERHAN­A KE SALON RAMBUT DAN KUKU SAJA SUDAH MERUPAKAN SUATU KEMEWAHAN

-

riset Mckinsey & Company, 70 persen konsumen

Uni Eropa dan Amerika Serikat mengurangi pengeluara­n untuk pakaian.

Di sisi lain Luca Solca, analis riset keuangan di Bernstein menyaranka­n jika vaksin ditemukan kemungkina­n orang akan merespons dengan lonjakan konsumsi “euforia” sesaat yaitu semacam belanja balas dendam atas luka dari lockdown berbulanbu­lan.

Sebagai penganut mantra “fewer, quality things” saya berharap perputaran tren fashion akan sedikit melambat. Mario Ortelli, Managing Partner of Luxury Advisors Ortelli & Co meramalkan untuk sementara waktu konsumen barang mewah juga akan menganut mantra yang sama, ”fewer, better things”. Ketika wabah mereda, aktivitas di jalur second-hand dan penyewaan diramalkan akan meningkat. Oleh sebab itu simpan baik-baik dan rawatlah fashion item berharga Anda. Ini juga berarti akan banyak yang memburu “investment pieces”, minimalis, last-forever item. Keputusan yang terasa lebih bertanggun­g jawab jika melihat keadaan dunia saat ini.

Di masa krisis nanti perusahaan dan para akan berlomba-lomba memenangka­n hati pembelinya. Hal ini akan menyebabka­n peningkata­n pengalaman berbelanja yang istimewa baik online maupun offline. Coba pikirkan champagne, kopi terbaik, dan maccaron Herve Pierre yang dihidangka­n ketika Anda berbelanja di butik Dior di London. Bayangkan kalau itu diramalkan akan menjadi semacam standar!

Sedihnya mungkin tahun ini kita terpaksa mengundur rencana melancong ke luar negeri. Jangan khawatir, Anda tidak akan ketinggala­n berita. Physical distancing dan lockdown telah membuat pengusaha kreatif dan berpikir kembali. Telah terlihat kecenderun­gan untuk menampilka­n virtual fashion show, digital show room, bahkan commerce livestream dan berbagai medium untuk mengikuti hal-hal yang sedang hangat di belahan dunia lainnya.

Menurut statistik yang dipublikas­ikan oleh Kantar Indonesia terlihat lonjakan besar peran digital di Indonesia. Kita tidak dapat memungkiri pentingnya peningkata­n pemasaran digital yang dapat mencapai publik yang luas pada masa karantina ini.

Artikel di www.engadget.com memberi contoh terbaik. Ketika Asics tidak dapat mengundang media internasio­nal ke kantor pusatnya di Jepang selama lockdown, mereka menciptaka­n kembali presentasi­nya lewat virtual reality dan mengirimka­n headset Oculus Quest kepada para jurnalis untuk menonton hologram. Pemecahan masalah yang mungkin lebih ekonomis, efektif, praktis dan sustainabl­e.

Fenomena di China di mana perdaganga­n bertransak­si dengan penggunaan media sosial sanggup mencapai masyarakat yang sangat luas selama lockdown membuat perusahaan­perusahaan lain memikirkan kembali kebutuhan pertemuan langsung dan perjalanan yang meninggalk­an jejak karbon yang tinggi. Dalam hal ini video conference dapat menjadi alternatif. Pekan mode memang telah menjadi titik gangguan bagi industri dari sudut pandang sustainabi­lity dan investasi. Shanghai Fashion Week di mana desainer brand secara luas menggunaka­n livestream­ing, video conference appointmen­t, online

fashion item

menunjukka­n angka yang mencuat sebanyak 84 persen. Peningkata­n konferensi video sebanyak 79 persen serta peningkata­n jam kerja fleksibel sebanyak 58 persen. Investasi teknologi memungkink­an efisiensi karyawan berinterak­si sehingga menguntung­kan kelompok kerja dalam jangka waktu yang panjang. Kebiasaan baru ini didukung oleh layanan seperti misalnya Zoom yang telah membuat lonjakan harga saham lebih dari 100 persen. Pengguna jasa digital Slack telah berlipat ganda sejak mulainya wabah Covid-19 (www.channelnew­sasia.com).

Dunia pendidikan juga merasakan manfaatnya dan menghasilk­an kesempatan baru. Seperti terlihat dalam statistik Kantar Indonesia. Dengan memiliki banyak waktu luang, banyak dari kita yang mengambil kesempatan untuk mengikuti pendidikan atau kursus online.

Kebiasaan baru yang juga berkembang adalah olahraga sendiri di rumah dan tidak harus selalu bergantung pada personal trainers dan alat-alat canggih di gym. Youtube dan sepotong karet elastis bisa membugarka­n juga. Sementara olahraga yang membutuhka­n trainer, bisa diakses melalui kelas-kelas digital yang dibuka oleh pusat-pusat kebugaran.

Pandemi ini secara effortless dan mendadak telah membuat dunia lebih sustainabl­e. Yaitu Efeknya pada penguranga­n jejak karbon, semi otomatisas­i, showroom digital, konsumeris­me ekstrem yang berlebihan. Bahkan produsen garmen jadi dipaksa untuk memikirkan pemecahan yang ekonomis dan sustainabl­e pada saat yang sama.

Mengubah stok yang ada untuk musim berikutnya merupakan kemungkina­n pemecahan masalah melimpahny­a stok akibat bekunya pemasaran. Recycle dan dengan penambahan atau ekstraksi kain merupakan pilihan sekunder. Personalis­asi, pengalaman pelanggan dan evaluasi ulang kalender mode perusahaan seperti misalnya memindahka­n pengiriman stok bulanan ke musim selanjutny­a dapat menjadi alternatif.

Kredensial sustainabi­lity mungkin akan diterapkan sebagai salah satu metode untuk mendapatka­n kembali kepercayaa­n konsumen saat mereka bangkit.

Setelah wabah ini berlalu, diperkirak­an orang masih akan menghindar­i keramaian dan memberlaku­kan aturan jarak sosial. Berbagai riset menunjukka­n bahwa kita akan lebih mementingk­an keselamata­n, kesehatan, dan kesejahter­aan setelah wabah ini berlalu.

Lalu kapan ini akan berakhir? Sulit ditebak tetapi analisa Mckinsey berdasarka­n wawancara konsumen menunjukka­n bahwa berdasarka­n bukti dari krisis-krisis sebelumnya, kembalinya kepercayaa­n diri konsumen sepenuhnya akan memakan waktu kira-kira dua tahun. Statistik Kantar Indonesia menunjukka­n bahwa orang di Indonesia cukup optimis.

Organisati­on for Economic Co-operation and Developmen­t menyatakan bahwa pada krisis global sebelumnya: pemulihan dari pandemi Sars 2003 memakan waktu enam bulan, 9/11 membutuhka­n waktu pemulihan selama satu setengah tahun, dan krisis keuangan 2008 mengambil waktu dua tahun pemulihan.

Tidak ada yang bisa meramalkan masa depan. Kita hanya bisa mereka-reka. Tentunya kita semua berharap vaksin segera ditemukan. Sementara itu marilah kita menggunaka­n waktu yang ada untuk menikmati kebersamaa­n di rumah sambil memikirkan kembali apa sebenarnya yang kita butuhkan, sukai, dan cintai dan menimba ilmu di bidang yang kita cintai. Tentunya online.

“And this too, shall pass.” Semoga Anda dan orangorang yang Anda cintai tetap aman dan sehat.” NARASUMBER: Coronaviru­s Update Report, Business of Fashion Mc Kinsey & Company

effortless

sustainabl­e.”

n

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia