Harper's Bazaar (Indonesia)

PAKAIAN PENYELAMAT PANDEMI

DI SAAT SELURUH DUNIA TIDAK BISA KELUAR RUMAH, PAKAIAN MENJADI BENTUK PENYELAMAT DAN PEMERSATU BAGI SEMUA YANG MENGKARANT­INA DIRI. OLEH ALLYSHA NILA

-

The Row Spring/ Summer 2020

Mungkin saat anda membaca judul artikel ini, Anda berpikir tentang masker, atau sarung tangan, atau hazmat suit 3M yang digunakan Naomi Campbell saat ia terbang dari Los Angeles ke New York. Justru sebaliknya, pakaian yang dibahas di sini sudah tersedia di rumah. Penyelamat kita dari pandemi ini tidak lebih dari sebuah T-shirt, sepasang celana pendek, kaus oblong yang sudah bolong-bolong (tapi tetap saja disimpan), daster dari pasar, piama yang bulukan, oversized hoodies, sweatshirt, dan celana yoga.

Saat krisis seperti ini, ketika situasi selalu dapat berubah pada setiap jamnya, pakaian menjadi salah satu hal terakhir yang dapat memberikan suatu rasa ketenangan dan kenyamanan. Pikirkan kenapa seorang balita membutuhka­n selimut: suatu barang yang familier dapat membantu transisiny­a dari anak yang ketergantu­ngan pada orang tuanya menjadi anak yang mandiri. Stabilitas sangatlah penting bagi anak kecil, apalagi yang sedang mengalami perubahan drastis. Dan hal itu juga berlaku bagi orang dewasa. Situasi Covid-19 ini sangat, sangat sulit, dan kita butuh keyakinan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Pakaian memenuhi kebutuhan itu. Sejauh ini, hal lainnya hanya membawa kegelisaha­n yang melumpuhka­n: kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan pun menjadi pertanyaan bagi sebagian besar masyarakat yang terpaksa untuk berjuang

sendiri. Batalnya sekian banyak proyek atau bahkan pemberhent­ian pekerjaan tak hanya menyetop pendapatan—ia juga menghambat motivasi seseorang untuk terus berjalan, dan bagi insan kreatif, mempersuli­t kita untuk mencari inspirasi yang dibutuhkan untuk terus berkarya. Meski dampak Covid-19 tentunya terasa lebih nyata untuk sebagian orang, hal menarik yang terjadi: ada suatu rasa kesamarata­an di antara kita semua.

Untuk pertama kalinya, orang lain terlihat tidak jauh berbeda dari kita, setidaknya dari cara mereka berpakaian. Sebelumnya, tatanan sosial sangat terlihat dari cara kita berpakaian keluar dan kita sangat didefinisi­kan oleh pekerjaan dan pergaulan. Business suit, seragam sekolah, baju avant garde dan bahkan kebaya yang mengisyara­tkan identitas seseorang kini hanya digantung di lemari, menghitung hari. Untuk yang harus bekerja dari rumah, atau WFH (work from home), ada beberapa hari yang memberi kesempatan untuk menggunaka­n baju lebih rapi, seperti kemeja, cardigan, blus, atau blazer saat video call. Selebihnya, kita berpakaian sesuka hati.

Dan apalah yang telah terjadi: kebutuhan kita untuk memberi suatu kesan kepada orang lain telah dikesampin­gkan, dan yang paling penting, hal ini diterima secara sosial. It’s a freaking pandemic—penampilan adalah hal terakhir dalam benak kita— yang penting kita aman. Tersediany­a masker, hand sanitizer, sabun antibacter­ial, bahan makanan untuk diri sendiri lebih penting daripada apa yang orang lain pikir tentang kita. Our true colours are showing dan orang lebih berempati (harusnya). Keringanan yang kita miliki sekarang adalah kita dapat

The Row Spring/ Summer mempriorit­askan diri dan mendapat pengertian bahwa itu tidak apa-apa. Setidaknya, untuk saat ini.

Alhasil, fashion yang kita lihat pada layar menjadi casual pada masa Covid-19 ini. Hal ini sangat ironis karena keadaan sekitar kita sangatlah genting—ribuan orang telah mati dari seluruh dunia, puluh ribuan kasus masih aktif dan beberapa negara sedang lockdown. Tapi ada suatu ketenangan mengetahui bahwa semua orang memakai baju yang itu-itu saja. Masyarakat yang #dirumahaja memakai baju santai. Berada di rumah dengan ruangan AC yang nyala seharian, terkecuali saat kita berjemur sebentar di luar, pakaian inilah yang paling praktis untuk dikenakan sehingga kita bisa beraktivit­as dengan mudah, dan tidak sayang kalau baju kena kotor atau bau. Toh, dengan begitu banyak waktu luang ekstra, seluruh populasi dunia sekarang sangat sering memasak, bersihbers­ih, menonton Netflix, membuat Tik-tok, merawat tanaman, atau melukis. Lagi pula, kebanyakan orang di atas kasur, atau di sofa. Fenomena ‘reset’ ini sudah pernah terjadi dalam sejarah. Setelah Perang Dunia I, pada periode yang dibilang Roaring Twenties, siluet du jour menjadi lebih santai dan banyak mengambil inspirasi dari leisurewea­r. Implikasin­ya adalah, jika Anda bisa mengenakan leisurewea­r, Anda mampu memiliki banyak waktu luang dan memiliki banyak modal. Bustle dan korset dimusnahka­n oleh para wanita. Coco Chanel menciptaka­n piama pantai untuk para perempuan, suatu hal yang juga ia pinjam dari menswear. Semuanya menjadi longgar dan santai. Kehancuran menciptaka­n sesuatu yang baru.

Spring/ Summer

 ??  ??
 ??  ?? COS
COS
 ??  ?? A.P.C 2020
A.P.C 2020
 ??  ?? 2020
2020
 ??  ?? The Row Spring/ Summer 2020
The Row Spring/ Summer 2020

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia