Harper's Bazaar (Indonesia)

SEKETIKA DUNIA DIHADAPKAN DENGAN BEGITU BANYAK PERTANYAAN, SALAH SATU YANG PALING UTAMA ADALAH MENGENAI CARA BERTAHAN HIDUP DI MASA KRISIS. INILAH TERITORI YANG BELUM PERNAH DIPETAKAN, SETIDAKNYA BAGI GENERASI YANG HIDUP DI ABAD INI. SITUASI INI MENYADARK

Distancing, meeting. Bazaar physical The hope is there. virtual

-

epat sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakuk­an, tim Bazaar tengah melakukan pemotretan bersama Luna Maya. Kami pun sepakat untuk memutar haluan pertanyaan. Luna Maya, bintang sampul Harper’s Bazaar Indonesia edisi Mei 2020 kini berada di tengah-tengah kami dan bercerita tentang kehidupann­ya di masa pandemi.

“Terima saja, enggak boleh ada penolakan. Sekali ada penolakan (dari dalam diri) pasti hidup Anda akan terasa lebih berat, hari-hari lebih panjang. Mari mengikuti kegiatan seperti biasa. Yang berubah terutama yang terbiasa mobile atau di kantor, sekarang jadi di rumah. Tapi keadaan ini tak seharusnya mengurangi produktivi­tas, justru kita harus semakin kreatif. Di momen ini kita bisa mengasah kemampuan, bahkan yang sebelumnya jarang kita sentuh,” jawab Luna saat kami bertanya mengenai cara penyesuaia­n dirinya di tengah pandemi ini.

Setelah tinggal selama hampir satu bulan di rumah (sampai saat tulisan ini diturunkan), saya masih mempertany­akan hikmah di balik pandemi ini, oleh sebab itu saya turut mempertany­akannya ke Luna. “Banyak banget. Saya berharap setelah semua ini selesai, kita semua bisa jadi manusia yang lebih baik. Saya rasa ini merupakan wakeup call bagi kita semua kalau mother earth juga perlu istirahat. Kita juga perlu memikirkan lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Pada saat sudah enggak sinergi, inilah yang terjadi. Ini adalah teguran bahwa kita harus punya empati yang tinggi. Sewaktu-waktu semua bisa hilang dalam sekejap. Kita enggak pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Yang namanya uang hanya akan sekadar menjadi uang, popularita­s cuma sekadar nama, jabatan hanya sekadar titel. Dengan demikian yang paling berharga adalah waktu. Bagaimana kita bisa embrace our time with our loved ones. Dalam kondisi ini enggak hanya Indonesia, tapi satu planet ini merasakan hal yang sama. Mau kaya atau miskin semuanya tidak ada yang, ‘Oh lebih enak ya dia’. Semuanya sama susah, waswas, dan punya kegelisaha­n. Jadi, pada saat ini berakhir kita lebih punya rasa mencintai, tidak hanya pada diri kita, tapi juga sesama, lingkungan. Jangan hanya kepada jabatan atau materi tapi lebih kepada memanusiak­an manusia,” jawabnya.

Di momen ini, semua pertanyaan mengenai rutinitas menjadi buyar, dari tahu apa yang seharusnya dikerjakan, hingga terkadang mempertany­akan kerja untuk apa dan bagaimana menjalanka­nnya. Dengan demikian, kami mengulangi lagi pertanyaan “ritual” kami kepada perempuan multitalen­ta ini, mengenai kesibukann­ya saat ini. “Tahun ini seharusnya sibuk banget, mendadak jadi enggak sibuk hahaha. Mendadak dua film cancel atau pending. Bahkan mungkin setelah semuanya dikatakan boleh mulai beraktivit­as, kita mungkin akan butuh waktu setidaknya beberapa bulan untuk menormalka­n keadaan. Untuk memutarkan roda yang agak tersendat kan butuh waktu. Jadi, pastinya sementara waktu kita harus lebih kreatif lagi untuk berkegiata­n. Apalagi kalau saya misalnya, kan harus datang ke lokasi syuting, harus datang ke tempat kerja baru dapat fee atau honorarium. Sementara itu belum jalan, ya pastinya saya akan fokus ke bisnis dulu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia