Luxury Goods Is (Not) Dying
KETIKA PENJUALAN BARANG MEWAH TIDAK TERUSIK KRISIS GLOBAL YANG SEDANG MELANDA. OLEH YUDITH KINDANGEN
Di tengah keadaan ekonomi yang mengalami penurunan drastis, tetapi luxury brand nyatanya tidak sekarat, setidaknya masih mampu bertahan hidup tanpa megap-megap. Harga barang-barang luxury justru mengalami kenaikan di saat isolasi wilayah sedang diberlakukan. Isu ini sekilas terdengar tidak masuk akal. Bahkan membuat saya bertanya-tanya: Kok bisa? Apa ada yang mau beli produk harga fantastis di masa krisis ini? Akhirnya rasa penasaran saya pun mulai terjawab ketika melihat laporan dari situs balai lelang asal Inggris, Christie, yang menjual produk Hermès. Situs tersebut memberikan pernyataan di luar dugaan saya. Karena faktanya, penjualan tas dari rumah mode asal Prancis tersebut tetap terbaik meski ada krisis di seluruh dunia.
Kemudian hal ini juga didukung dengan pernyataan dari Reseller barang preloved yang berbasis di Paris, Vestiaire Collective. Mereka mengungkapkan jika penjualan tas Hermès maupun Chanel tetap stabil dalam harga dan volume yang tinggi. Memang ada sedikit penurunan ketika lockdown di Eropa dimulai, tetapi tidak berlangsung lama. Berdasarkan realitas yang ada, maka tak heran, apabila sederet luxury brand terkemuka mengambil langkah berani seperti ini.
Coba lihat dari sudut pandang Chanel dan Louis Vuitton.
Kedua brand ini turut mengambil kebijakan untuk meningkatkan harga berkali-kali lipat pada sederet produk klasik dan produk yang paling favorit. Kabar tentang kenaikan harga itu pun secara cepat berkembang. Ada segelintir spekulasi bermunculan, dari yang mengira kenaikan itu terjadi untuk menebus kehilangan penjualan akibat wabah virus Covid-19, hingga yang berpendapat bahwa suplai bahan baku kini dirasa menjadi langka.
Sementara menurut lembaga konsultan Bain & Company, kenaikan harga tersebut merupakan siasat para pelaku usaha ritel dan mode untuk menyelamatkan bisnis mereka. Tapi benarkah demikian? Menelik lebih jauh, saya menemukan realitas baru. Lembaga ini telah lebih dulu memprediksi jika sektor bisnis akan mengalami penurunan hingga 35 persen pada tahun ini, dan penurunan penjualan tersebut menjadi momen terburuk dalam satu dekade terakhir. Tak terkecuali dengan perusahaan brand mewah. Oleh karenanya, sederet namanama besar akan berusaha meningkatkan harga untuk mendapatkan keuntungan.
Proses pembuatan Louis Vuitton Pont 9
Mungkin juga bagi sebagian orang bahwa kenaikan harga itu masih terbilang wajar. Mengingat histori serta kualitas dan fungsi yang dimiliki, termasuk material dan presisi craftsmanship yang sudah pasti mumpuni. Ditambah pula, kesadaran akan apresiasi sejumlah brand terhadap para artisan yang tinggi, dan tetap mempekerjakan para karyawan tanpa menguranginya.
Tidak dapat dipungkiri jika pamor sejumlah merek ternama akan terus mencuri perhatian segala generasi. Bahkan berdasarkan riset dari Bain & Company, penjualan online luxury brand sudah mengalami pertumbuhan yang signifikan pada tahun 2019, dan akan terus mendapatkan pangsa baru. Ini sejalan dengan kehadiran generasi muda (Gen Y dan Gen Z) yang menjadi sebagian besar konsumen brand-brand tersebut.
Chanel pun menambahkan, “Harga tas Chanel sebetulnya tidak hanya mencerminkan rasa eksklusivitas, tetapi juga value dari rumah mode ini. Membeli tas Chanel sama dengan berkomitmen untuk melestarikan tradisi, keterampilan, dan inovasi desain khas Prancis.”
Adapun analis produk mewah di Bernstein dan firma konsultan ekonomi yang menyatakan bahwa tidak semua label mengikuti langkah menaikkan harga karena dikhawatirkan memicu kekecewaan dari konsumen. Tod’s, misalnya, tidak berencana mengubah harga produk. Mereka memilih mempertahankan untuk menjaga kepercayaan konsumen.
Namun, mayoritas brand justru harus berjuang keras dengan banyaknya produk yang belum terjual. Mereka kini memilih menahan diri untuk tidak memberikan diskon besar di toko ataupun penjualan online. Mereka tetap menjual produk dengan harga yang sama untuk menjaga aura eksklusivitas produk mereka.
Meski begitu, Gucci tetap optimis akan tetap bertahan dan mempertahankan posisinya sebagai brand high-end terlaris. Situs Retaildetail mencatat penjualan online meningkat hingga 20 persen di kuartal pertama. Artinya penjualan langsung dari perusahaan ke konsumen akan dipertimbangkan sebagai solusi untuk mengatasi kondisi yang tak menentu ini.
Proses pembuatan emblem Chanel
n