Harper's Bazaar (Indonesia)

“KALAU SAYA BISA, SEKARANG AKAN SAYA BALIK, SEBAGAI PELUKIS YANG SUKA MEMOTRET.”

-

teknologi kamera, penasaran saja. Paling tidak saya beli satu, kalau cocok saya pertahanka­n, kalo tidak ya dijual. Saat ini saya masih menggunaka­n kamera film, tapi bukan untuk profesiona­l. Karena kebutuhan klien demand-nya berbeda. Kamera large format pun sudah sejak dulu, enggak pernah enggak ada. Sewaktu sekolah di Jerman dulu, saya belajar fotografi menggunaka­n kamera jenis itu.

DUNIA PROFESIONA­L DAVY

HB: Apakah Anda lebih nyaman bekerja dalam tim besar atau sebaliknya?

DL: Kebanyakan proyek yang saya kerjakan kalau tidak harus melibatkan agensi atau production house yang besar, saya lebih nyaman bekerja dalam tim kecil. Saya lebih nyaman dengan keadaan itu karena saya tidak suka melihat sesuatu yang berantakan. Seperti banyak orang menongkron­g yang enggak jelas mau ngapain. Konsentras­i saya malah jadi gatal ingin membereska­n jadinya.

HB: Siapa referensi seniman atau fotografer yang Anda suka?

DL: Akhir-akhir ini saya jarang lihat fotografer, justru melihat pelukis yang saya suka. Beberapa nama fotografer yang project-nya selalu saya suka antara lain Hiroshi Sugimoto dan Dirk Braeckman. Sementara untuk pelukis saya suka Michael Borremans, Neo Rauch.

HB: Di saat memotret profil, apakah Anda berusaha mengenal subjek secara lebih dalam? Apakah penting small talks dalam mengenal karakter mereka?

DL: Penting. Saya tidak bisa memotret tanpa merasakan suasana tempatnya, mood-nya, atau kenal orangnya. Pasti harus mengobrol dulu. Atau kalau benar-benar tidak kenal, ya saya akan cari tahu sebanyak-banyaknya mengenai orang tersebut. Kalau tidak demikian ya pastinya sudah saja, sekadar foto yang kelihatann­ya bagus, tapi tidak ada jiwanya, atau rasanya. Jatuhnya seperti foto advertisin­g. HB: Sebagai seorang fotografer, apakah Anda mempunyai firasat (hunch) terhadap foto yang Anda tangkap? Apakah Anda segera tahu ketika Anda telah mengambil potret yang bagus?

DL: Hal itu selalu ada, kalau tidak, kita tidak tahu kapan akan berhentiny­a. Dan, pekerjaan jadi tidak efektif. Hal tersebut sering terjadi dalam kerjaan komersial. Agensi pasti tidak pernah puas, selalu masih mau mencoba explore lagi. Namun saya selalu bilang, untuk apa kalau cuma untuk menjilat klien. Saya tahu pasti bagusnya foto ini maksimal akan sampai di sini.

HB: Seberapa sulit bagi Anda untuk menyeimban­gkan antara karya pribadi dan komersial?

DL: Ada masanya saya merasa hal itu berat sekali. Saat memotret untuk komersial, saya ingin keluar sisi diri sayanya, namun kan menjadi konflik. Saya merasa jenuh di bagian itu, harus memotret iklan yang seperti itu, sementara hal itu enggak saya banget. Lama kelamaan saya bisa ambil sisi positifnya. Hal-hal tersebut menjadikan saya yang sekarang ini. Justru kerjaan saya yang nyebelin itu yang saya jadikan

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia