Well Noted 2020
PERKEMBANGAN INDUSTRI MODE SELAMA SETAHUN TERAKHIR YANG SANGAT TERDAMPAK PANDEMI TELAH MEMBUKTIKAN APA YANG BERHASIL DAN BISA DITERUSKAN PADA TAHUN 2021. OLEH ALLYSHA NILA.
Sepertinya tidak akan ada habisnya diskusi soal yang telah terjadi selama pandemi, yang telah mengubah pasar dan sikap konsumen terhadap fashion secara total. Pada tahun terpanjang dan tersulit, ada banyak sekali pelajaran berharga yang dapat dipetik untuk memperbaiki industri mode ke depan. Dari begitu banyak poin, saya telah menyimpulkan beberapa kunci dari kesuksesan beberapa pelaku mode tahun lalu yang diprediksi akan berlaku juga untuk tahun mendatang.
KENYAMANAN DAN SISI PRAKTIS
Tren yang sudah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, seperti athleisure, menjadi begitu dominan. “Karena era pandemi ini kita lebih banyak Work From Home,” jelas Svida Alisjahbana, Chairwoman Jakarta Fashion Week pada sebuah press conference JFW, di mana tren tersebut sangat diulik para desainer, di antaranya Saré Studio, 3 Mongkis, dan Pijak Bumi. Alhasil, para konsumen mencari value for money yang lebih tinggi, memberi ruang kepada tren mikro seperti utilitarian dan reversible. Namun selain fungsi, aftercare dan bahan sebuah garmen menjadi pertimbangan yang sangat penting. “Kalau tahun lalu baju masih bisa dianginkan, sekarang sampai rumah harus bisa langsung dicuci,” lanjut Svida. “Faktor washability, demand bahanbahan yang langsung bisa dicuci, meningkat.” Hal ini memengaruhi aesthetic yang lebih santai dan transisional, baik dipakai saat musim panas atau hujan, pagi ataupun malam.
KURASI WARDROBE DAN BUDGET-FRIENDLY
Pada awal pandemi, tidak sedikit orang yang membersihkan, merapikan rumah—termasuk lemari pakaian. Hal ini telah mengubah pendekatan orang secara umum pada bagaimana mereka menyusunnya. “Apa pun yang tidak saya pakai selama setahun akhir saya jual lagi,” jelas influencer dan produser USS Networks, Mandy CJ. “Selama pandemi ini bukan style saya yang berubah, melainkan pilihan saya lebih terarah, seperti silhouette yang lebih comfortable karena banyak juga kiriman dari brand tersebut.” Pada 2020, banyak sekali diskusi soal sustainability yang mengubah mindset kita soal konsumsi, di mana tren akan menjadi prioritas yang kecil dibandingkan kurasi—pasar akan terus lebih memilihmilih. “Saya membeli banyak brand lokal, khususnya yang dimiliki teman karena saya ingin support mereka, apalagi pada waktu-waktu ini, dan juga harus merasa searah dengan tujuan brand tersebut,” lanjut Mandy. “Menurut saya, desainnya cenderung lebih bagus daripada brand-brand fast fashion, dan harganya pas. Biasanya saya menghabiskan sekitar 400 sampai 500 ribu rupiah untuk suatu garmen, dan sedikit kurang untuk kaus karena saya menetapkan budget.”
DESAIN UNTUK DIGITAL
Meningkatnya screen-time pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengubah pepatah “business in the front, party at the back” menjadi “business on the top, party on the bottom”. Tidak sedikit meme yang memperlihatkan para netizen yang terlihat rapi di layar Zoom dengan blazer atau buttoned shirt yang ternyata memakai
celana piama, sweatpants atau boxer shorts. Timbul sebuah demand untuk produk yang dapat meng-elevate suatu outfit yang simpel dengan mudah—baik dengan outerwear yang nyaman dan mudah dikenakan, atau dengan statement accessories yang langsung bisa dilepas seusai conference call. Webcam-ready looks, untuk bisnis ataupun untuk dating menjadi prioritas. Ada juga kesempatan bagi para brand untuk menjual pakaian yang sudah sepasang, agar konsumen tidak repot mix-and-match pada hari yang sangat sibuk.
MATA SEBAGAI PERNYATAAN
“Facemask dan riasan mata adalah bentuk baru chic,” menurut Ahmad Nurul Fajri, Direktur Luxcrime, brand beauty lokal. Semenjak wajibnya penggunaan masker, produk seperti sunscreen, mascara, eyeshadow, eyeliner, pensil alis dan bulu mata meningkat secara signifikan. Mata menjadi wadah untuk mengekspresikan diri. Alibaba pun menerbitkan hasil yang menunjukkan penjualan eye-cosmetics meningkat sebanyak 150 persen per bulan semenjak Februari 2020. “Perkembangan industri kosmetik Indonesia pun terus meningkat dari tahun ke tahun, dan merupakan salah satu yang paling besar di Asia,” lanjut Fajri. “Dari pengalaman kami selama pandemi, kebutuhan makeup selalu naik, terutama skincare, produk mata dan produk complexion. Itulah yang menjadi target kami tahun ini.” Maka dari itu, beauty brand harus lebih berusaha untuk menonjol. Beberapa area yang dapat diperbaiki: shade range, yang juga menjadi penting setelah beberapa backlash pada awal tahun ini; keragaman model; packaging; dan juga kualitas pengiriman.
THE POWER OF THOUGHTFUL PACKAGING
Semasa pandemi, meal kits menjadi begitu populer karena dilengkapi dengan resep, seleksi bahan yang baik dan packaging yang menarik dan higienis—jika tidak, orang lebih baik ke supermarket saja. Sekarang, packaging yang dapat didaur ulang atau dapat digunakan untuk menyimpan barang lain menjadi salah satu demand konsumen, dan para brand semakin kreatif dan memperhatikan branding dengan lebih detail. Banyak brand lokal menggunakan ziplock, tidak terkecuali Litti, Duma, atau Callie Cotton agar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Label jewellery, Stuudio Particular, contohnya, menggunakan botol obat yang diberikan label custom, sesuai dengan pesanan dan nama customer—konsep ‘prescription’ tersebut menjadi unique selling point tersendiri. Hal ini juga berlaku bagi home accessories: Baubau by Suku, lini incense dari Suku Home, memiliki packaging fungsi ganda untuk menyimpan dan memegang dupa sekaligus.
DIGITAL PRESENCE YANG KUAT DAN RELATABLE
Di tahun 2021 para konsumen sudah terbiasa dengan teknologi, khususnya online shopping, selama pandemi berlangsung, dan sudah mengenal bahasa dunia maya dengan baik. Itulah mengapa membuat presence sangatlah penting—tidak hanya sekadar memiliki channel penjualan di Tokopedia, Instagram, atau physical stockist—namun suatu persona yang dikenal dan dapat memberi suatu rasa inclusivity. “Community engagement lewat Instagram ataupun platform online lainnya harus dimulai dengan pemahaman dan adding value,” jelas Putri J. Ghariza dari Aesthetic Pleasure, yang sangat mementingkan engagement secara daring. “Pahamilah apa yang para member dan koneksi mereka inginkan, kemudian penuhi keinginan tersebut. Jika Anda selalu datang dari mindset yang membuat hari orang lain lebih baik, Anda akan menerima tanggapan emosional yang baik dari audience. Tak penting jika post-nya bersifat menghibur atau serius—jika kontennya relevan dan tepat, Anda akan selalu mendapat tanggapan yang baik.”