PENDENGAR YANG BAIK
Jawaban Cath Halim di podcast Diary Dave saat saya bertanya, bagaimana cara bersikap menghadapi teman yang tengah mengalami ketidakseimbangan mental. Dalam obrolan kami Cath mengakui jujur ia pernah merasakan kondisi tersebut. Body positivity issue yang berbuntut pada kesejahteraan mentalnya. “Mental sickness does not have a face. Kita nda pernah bisa lihat dari tampilan luar mereka yang sebenarnya mengalami hal tersebut.” Yang diharapkan dari support system-nya adalah orang yang bersedia mendengarkan, bukan serta merta memberikan nasihat yang kadang tak tepat dan dirasa menyerang rasa percaya diri. Bagaimanakah sebenarnya kita dapat menjadi pendengar yang baik?
Dalam setiap pelajaran komunikasi sering kali disebutkan active listening sebagai syarat komunikasi sukses. Selama ini mungkin yang terbayang peran pendengar yang baik adalah menyimak lawan bicara kita, memberi ruang bagi mereka untuk menumpahkan isi kepalanya, sambil sesekali mengiyakan dan sekuat tenaga menahan mulut untuk berkomentar dan memberi solusi. Duduk diam seperti sponge menyerap isi perbincangan. Itukah peran pendengar yang baik?
Alam berbicara. Sore itu di halaman teratas Twitter saya, postingan dari Harvard Business Review bagikan tautan artikel What Great Listeners Actually Do yang ditulis oleh Leadership Development Consultant dan penulis buku Speed: How Leaders Accelerate Successful Execution, Jack Zenger dan Joseph Folkman. Hasil riset keduanya tentang peran pendengar yang baik dalam sebuah pembicaraan ternyata sangatlah berbeda dari asumsi kita selama ini. Pendengar yang baik tak hanya duduk diam dan membiarkan lawan berbicara. Coret peran pendengar pasif dari bayangan. Pendengar yang baik justru diharapkan berikan interaksi pada lawan bicara. Komunikasi dua arah dengan tujuan utama untuk berikan ruang aman yang mendukung rasa percaya diri lawan bicara. Berikan umpan balik positif terhadap apa yang disampaikan, hindari komentar yang bersifat konfrontasi. Kita tidak sedang berdebat. Boleh tak setuju dengan apa yang disampaikan, tapi ingat selalu tujuan awal pendengar yang baik adalah untuk membantu sang lawan bicara. Bukan untuk memenangkan sebuah argumen. Saya benar, Anda salah. Lawan bicara pasti merasa diserang lalu kemudian menutup diri. Sampaikan saran membangun yang dibutuhkan dengan cara yang halus. Lawan bicara akan menghargai masukan kita, saat ia sudah melihat dan merasa kita telah mendengarkan dengan baik sebelum berikan komentar. Bayangkan betapa mengganggunya bila sepanjang ia berbicara, kita hanya duduk diam dan di akhir ceritanya kita langsung memberi masukan. Agresif dan menyerang. Lawan bicara mana yang akan menilai kita adalah pendengar yang layak diikuti sarannya.
Pendengar yang baik akan membangun kedekatan dan meraih rasa percaya lawan bicara sebelum meluncurkan komentar. Karena ternyata yang mengganggu adalah bukan isi komentar kita, namun cara kita menyampaikannya. Pendengar yang baik ibaratnya sebuah trampolin, tempat sang lawan menumpahkan pikiran dan dapatkan umpan balik yang merangsang pemikiran baru yang diharapkan dapat memicu kejernihan pikiran. Secara aktif memberikan dukungan. Bouncing thoughts and ideas off, not just absorbing sponge-like. Cukup menantang ya ternyata peran pendengar yang baik. Layaknya life skill apa pun, tentunya kemampuan ini akan berkembang semakin baik saat dilatih. Mampukah Anda menahan diri dari gangguan desakan waktu dan dering gawai serta berikan ruang aman bagi teman Anda yang membutuhkan pendengar yang baik? Berikan waktu dan perhatian penuh pada lawan bicara, buat ia merasa Anda menghargai perbincangan dan kebersamaan ini. Really connect and gaining trust. Komentar hanya akan dihargai bila diberikan oleh orang yang dapat membuat kita merasa penting.
They say communication is the answer to almost all problems in life. Mastering communications, not only learning how to speak. But please let us first and foremost learn to listen. Then maybe, there would be less troubles and lonely souls out there. To be seen and to be heard are our basic needs.
“Learn to listen instead of giving advice!”
– CATH HALIM
n