The Tale of Winter Gown
INI BUKAN DONGENG BELAKA, SEPERTI CINDERELLA YANG BISA BERTRANSFORMASI, JAKET puffer PUN MENDAPAT KESEMPATAN YANG SAMA. DITUTURKAN OLEH GUSTI ADITYA.
Saya akan kembali mengingatkan Anda bahwa kita pernah berada di masa ketika dunia mode masih begitu konservatif, di kala aturan kalender fashion begitu taat diberlakukan, momen tatapan mata tertuju pada fashion week. Di periode itu, semua insan mode paham benar jika kita memasuki koleksi musim Fall/ Winter maka para penikmat fashion akan disuguhi balutan proteksi musim dingin. Apa saja? Elemen yang berkaitan tak akan lari dari material yang tebal, rajutan wol, fur, bulu hewan eksotis, permainan layering, hingga jaket puffer yang memberi volume fantastis pada pemakainya. Seputar hal inilah yang akan selalu kita temui pada masa itu jika tengah menyaksikan rangkaian pergelaran musim dingin. Para rumah mode seolah berlomba-lomba untuk menghangatkan tubuh kita dari rendahnya temperatur yang menusuk hingga ke tulang.
Namun, layaknya revolusi Prancis, sistem monarki berubah menjadi republik. Kekuasaan absolut sang raja dijatuhkan oleh rakyat. Dunia fashion tak sedramatis itu memang, tapi tak dapat dipungkiri, ‘rakyat mode’ (sebut saja demikian, yaitu publik) memiliki suara yang sangat didengarkan, sehingga dunia fashion pun beradaptasi dengan “tunduk” pada isu sosial. Sehingga banyak perubahan yang terjadi di dalamnya, seperti pemakaian kulit vegan mulai menjadi opsi penting, penghentian pemakaian bulu dan juga kulit hewan eksotis, termasuk mengedepankan etika fashion. Lalu pandemi pun melanda global, alhasil semakin banyak pula perubahan-perubahan yang terjadi. Kalender mode yang kini tidak begitu esensial, penggabungan pekan mode wanita dan pria, hingga pergelaran digital yang signifikan mengurangi jejak karbon. Perubahan-perubahan itu tidak hanya terjadi di hal-hal makro seperti di atas. Ada satu elemen yang bertransformasi di musim ini, yakni jaket puffer atau juga dikenal dengan padded dan quilted. Jika biasanya hanya tampil kolot dengan konstruksi jaket pada umumnya yang berbentuk T, di musim ini ia terlahir kembali dalam wujud impresif. Sebelum membicarakannya lebih mendalam, mari kita menengok kembali sejarahnya. Jaket quilted pertama kali diciptakan oleh Eddie Bauer di tahun 1936. Kelahirannya tak lepas dari alasan praktis dan kebutuhan personal dikarenakan Eddie hampir kehilangan nyawanya akibat hipotermia saat perjalanan memancing di pertengahan musim dingin. Maka dibuatlah jaket yang di dalamnya terbungkus bulu di dalam kain berlapis, kreasinya ini dinamakan Skyliner. Setahun berselang, seorang couturier Charles James menciptakan sebuah evening jacket di dalam prinsip yang sama, yakni kain yang diisi bulu hingga membentuk siluet tertentu. Tetapi di tangan Charles, jaket fungsional ini dikemas begitu elegan dan merefleksikan fashion kelas atas.
DI MUSIM INI IA TERLAHIR KEMBALI DALAM WUJUD IMPRESIF.
Jaket indah tersebut bahkan terpampang dan berhasil diabadikan Harper’s Bazaar di edisi Oktober 1938 melalui tangkapan kamera Horst P. Horst.
Lalu di musim Fall/winter 2021 ini, fashion tengah berhias diri, memberikan segenap optimismenya dalam menghadapi pandemi global, seperti yang dipaparkan di dalam artikel sebelah. Berbagai keseruan terjadi di dalamnya, menampilkan karya-karya dramatis dan brilian, termasuk juga transformasi yang dialami jaket puffer. Sebab di musim ini, para perancang busana keluar dari pakem biasa tentang jaket ekstra protektif ini. Format padded kini hadir dalam ragam manifestasi, bahkan dalam wujud gaun yang menawan. Misalnya di tangan Thom Browne, lahir sebuah gaun musim dingin bak selimut Anda yang hangat dan nyaman (tetapi melekat di badan). Dalam warna kuning pastel, gaun ini dipadukan dengan atasan berbentuk jas, ciri khas Thom Browne yang selalu menghadirkan unsur tailoring mumpuni. Lalu label Toga juga turut memfitur aksi padded di sebuah rok midi bersiluet A-line. Dalam warna hitam, rok ini tampil eklektik. Rick Owens pun turut menyertakan puffer di dalam koleksinya, melalui desainer yang terkenal bergaya avant-garde ini, wujud puffer hadir serupa jubah yang menyeret lantai. Berbeda lagi wujudnya di bawah arahan Miu Miu, ia mengolah busana padded dengan bentuk bodysuit dan juga celana panjang, lengkap dengan sarung tangan sepanjang siku. Tampilan tersebut membawa angin segar bagi pencinta gaya feminin yang progresif. Sedangkan melalui ciptaan Bibhu Mohapatra, padded dikawinkan dengan material beledu dalam format cape, sukses membuat pemakainya menjadi pusat perhatian. Walau transformasi jaket puffer nyatanya hadir dalam ragam gaya di musim ini, perubahan-perubahan tersebut telah didahului oleh kolaborasi Moncler Genius dengan Direktur Kreatif Valentino, Pierpaolo Piccioli pada tahun 2019 silam. Kerja sama tersebut melahirkan rangkaian koleksi gaun puffer yang atraktif, tak hanya siluet namun juga warna yang dipresentasikan pada khalayak. Gaungaun lebar mengembang tampil satu demi satu memukau penontonnya. Dan hingga detik ini, industri fashion belum padam semangatnya untuk membuat kita takjub. Takjub oleh kreativitas dan takjub akan respons adaptifnya terhadap perubahan dunia.