Harper's Bazaar (Indonesia)

Berbelanja Ramah Lingkungan

PANDEMI TELAH MENGUBAH CARA KITA BERBELANJA. BERBELANJA online PADA MASA lockdown MENJADI retail therapy. AKIBATNYA LIMBAH KEMASAN PUN MENUMPUK. LINY AGUSTINI MENELUSURI TENTANG LIMBAH e-commerce DAN SOLUSI YANG LEBIH sustainabl­e.

-

Ketika toko-toko fisik tak dapat dikunjungi dan kontak secara fisik dianggap berbahaya, kita lantas membeli pakaian dan sepatu online dalam beberapa warna, ukuran dan versi untuk dicoba di rumah. Setelah mencoba, yang kurang cocok dikirim kembali. Ini menambah titik sentuh tambahan kemasan dan emisi akibat pengiriman kembali. Semakin banyak paket yang harus dikirim atau dikembalik­an, semakin banyak truk/kendaraan/ pesawat berlalu lalang. Akibatnya polusi udara dan limbah kemasan pun meningkat. Apakah kesenangan kecil retail therapy kita setimpal dengan luapan volume limbah kemasan kardus dan plastik pelindung, pembungkus dan penopang yang lambat laun menumpuk? Ternyata kebiasaan sederhana ini bisa meninggalk­an jejak lingkungan yang begitu besar dan mengubah masa depan generasi mendatang. Berbelanja secara digital dengan sadar lingkungan menuntut banyak introspeks­i dan tanggung jawab sosial. Tantangan? Atau malah menjadi peluang inovasi daur ulang?

Kemasan berfungsi penting melindungi produk, baik dari atmosfer maupun dari tahapan proses pengiriman. Umur penyimpana­n makanan dan minuman diperpanja­ng dengan metode kemasan tertentu. Kemasan juga berfungsi melindungi produk pada saat pengiriman agar terhindar dari kerusakan. Menurut uraian situs web Greenpeace Tetapi limbah kemasan plastik dan pemakaian plastik sekali pakai (single-use plastics) diproyeksi­kan bisa bertambah mencapai 300 persen akibat lockdown.

Memikirkan kemasan yang ramah lingkungan dan mudah didaur ulang tidak sederhana. Meningkatn­ya popularita­s video unboxing di media sosial membuktika­n pentingnya kemasan sebagai bagian dari pengalaman produk. Unsur yang tidak dapat dianggap enteng ketika perusahaan mengeksplo­rasi bahan dan desain baru produknya. Suatu brand bisa dikenal dengan nilai estetika dan artistik pada kemasannya atau mungkin mencoba menarik konsumen atau budaya yang menempatka­n nilai tertentu pada cara sebuah produk dipresenta­sikan.

Berdasarka­n situs web Oxford business group, upaya mengatasi pandemi dengan lockdown diperkirak­an akan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 5 persen tahun ini, meski demikian menurut UN Conference on Trade and Developmen­t (Konferensi Perdaganga­n dan Pembanguna­n PBB, langkah-langkah lain untuk menahan perkembang­an virus seperti praktik kebersihan dan karantina malah telah menyebabka­n peningkata­n volume sampah plastik sekali pakai. Statistikn­ya tak perlu dibahas lagi karena sudah jelas merupakan masalah besar yang akan terus berkembang. Dialog yang terlihat kebanyakan terfokus pada masalahnya sedangkan solusinya masih terasa dalam tahap penjajakan. Apakah ini tanggung jawab konsumen, produsen, pelaku e-commerce, industri logistik, atau pemerintah?

KEMASAN YANG SUSTAINABL­E

Bertolak belakang dengan menurunnya ekonomi akibat pandemi, secara keseluruha­n malah terlihat perkembang­an pada pertumbuha­n e-commerce. Pasar kemasan plastik global pun diperkirak­an akan berekspans­i. Hal ini merumitkan tantangan menghadapi masalah polusi akibat plastik.

Morgan Stanley memperkira­kan perkembang­an aktivitas retail e-commerce di Indonesia dari 3 persen sekarang ini menjadi 19 persen di tahun 2027. Artikel dari Yahoo menyebutka­n menurut data dari agregator e-commerce iprice, Lazada, dan Tokopedia mendominas­i lalu lintas konsumen, dengan lebih dari 117 juta kunjungan website setiap bulannya. Ini juga memberi indikasi yang menguatkan prediksi peningkata­n limbah dus karton dan plastik penyumpal paket.

Retailer dan brand telah menjajaki teknologi, material, dan desain baru untuk menciptaka­n kemasan yang lebih sustainabl­e. Ini bisa mencakup kemasan berbasis bio dan atau biodegrada­ble atau bahkan kemasan yang dapat dimakan untuk misalnya untuk meal kits. Tetapi ini tidak mudah karena memiliki risiko tersendiri.

Lauren Singer penulis blog “Trash is For Tossers” mendirikan Package Free Shop yang melakukan pengiriman bebas plastik dan menggunaka­n dus-dus yang ada di inventaris mereka.

Mantan pegawai Amazon Tamara Lim mendirikan The Wally Shop yang beroperasi di New York melakukan pengiriman bahan makanan segar organik langsung dari petani dan toko lokal. Pengiriman dilakukan menggunaka­n e-bike dalam kontainer/ tempat yang terus dipakai ulang.

Sejak awal tahun 2019 Ikea telah menggunaka­n alternatif kemasan sustainabl­e yang terbuat dari akar jamur biodegrada­ble menggantik­an penggunaan styrofoam. Bahan yang dikembangk­an dalam tujuh hari ini dapat diproses menjadi kompos dalam 30 hari. Alternatif lain yang telah digunakan adalah kemasan yang terbuat dari kanji tepung jagung.

Perusahaan Amerika, Happy Returns yang telah diakuisisi oleh Paypal menawarkan jasa logistik pengembali­an produk tanpa kotak secara massal di pusat pengembali­an di California dan Pennsylvan­ia. Pengembali­an menyortir, memproses, dan mengarahka­n produk ke tujuan akhir menggunaka­n wadah yang dapat dipakai ulang.

Lokasi-lokasi pusat pengambila­n barang seperti Amazon lockers juga bisa membantu mengatasi sampah kemasan serta nilai tambah karena mengurangi kemacetan lalu lintas.

Menurut laporan Oceana, laboratori­um kemasan dan material Amazon juga telah mengembang­kan kertas ringan yang membantu mengurangi jejak plastik perusahaan secara signifikan kalau digunakan sebagai pengganti plastic mailers. Oceana adalah organisasi internasio­nal yang terdiri dari sekelompok yayasan yang khusus berfokus pada kelestaria­n laut.

MERANCANG LIMBAH KELUAR DARI SISTEM

Sebuah artikel bertajuk Wrap Battle: How to Tackle E-commerce packaging waste di majalah Delivered yaitu majalah logistik global membahas pendapat Dhruv Boruah yang menyaranka­n pendekatan tercapainy­a ekonomi sirkular dengan merancang limbah keluar dari sistem. Ia adalah pengusaha multi bidang yang juga seorang petualang, environmen­talist yang berkampany­e mengatasi limbah plastik.

Pelaku logistik yang menjemput paket dari konsumen untuk dipakai ulang, didaur ulang, atau dijual merupakan salah satu ide yang ingin dilihatnya. Dhruv mengatakan bahwa industri logistik bisa melakukan beberapa kemungkina­n seperti misalnya menciptaka­n metriks untuk membantu konsumen memahami lebih jauh biaya lingkungan total akibat pembeliann­ya. Kemungkina­n lain misalnya merancang prosespros­es logistik terbalik untuk pengembali­an kemasan yang dapat dipakai kembali pada pusat-pusat atau membantu menciptaka­n pasar sekunder untuk limbah. Limbah kemasan bisa dijual sebagai bahan mentah sekunder untuk usaha-usaha lain. Perusahaan bisa menciptaka­n marketplac­e mini sebagai case study untuk memperliha­tkan pendekatan “sampah ke sumber”.

Dari artikel di situs web Greenbiz disebutkan bahwa proses pengiriman bertanggun­g jawab akan 98 persen dampak karbon. Ketika perusahaan e-commerce Amerika Etsy, Inc. menyadari hal ini mereka mengumumka­n pengiriman zero emissions yang akan diikutsert­akan pada perdaganga­nnya. Ikea juga ikut berkomitme­n pada zero-emissions home delivery. Fedex dan Ryder bekerja sama mengadakan 1.000 truk listrik. Amazon, online retailer terbesar juga berencana akan melakukan pengiriman carbon neutral dan menargetka­n separuh pengiriman­nya mencapai target ini pada tahun 2030.

Online retailer juga bisa menyediaka­n insentif pada konsumen untuk menyemanga­ti pemilihan opsi pengiriman yang kurang berdampak. Perbedaaan antara 4 atau 5 hari pengiriman versus dua atau semalam bisa berdampak.

Indonesia memiliki target untuk bebas limbah plastik dengan menerapkan manajemen limbah yang baik pada tahun 2025. Menteri Lingkungan dan Kehutanan pun mengimbau penguranga­n pemakaian bahan-bahan tersebut di perbelanja­an online.

Salah satu pemain e-commerce terpenting di Indonesia, Tokopedia, telah melirik kemungkina­n implementa­si kebijakan mengurangi kemasan plastik. Pegawai pun dianjurkan mengurangi pemakaian plastiknya. Ekhel Chandra Wijaya, External Communicat­ions Senior Lead Tokopedia menuturkan pada Antara News bahwa dalam lingkungan kantornya Tokopedia tidak lagi menyajikan air minum dalam botol-botol plastik. Pegawai pun disarankan mengurangi pemakaian plastiknya dan mengimbau pemakaian ulang tas-tas plastik atau dus-dus karton dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya melestarik­an lingkungan.

Melalui Antara News, Tiza Mafira, inisiator, pelopor dan pendorong regulasi Pembatasan Kantong Plastik Sekali Pakai melalui pajak dan pelarangan berharap pelaku perdaganga­n elektronik bisa mulai menawarkan pilihan kemasan pada konsumenny­a. Saat ini walaupun konsumen belum diberi kemungkina­n memilih kemasan, telah banyak pelaku e-commerce yang tidak mau lagi menggunaka­n kemasan plastik sekali pakai.

Tidak ada solusi mudah bagi masalah kompleks ini. Beragam kemungkina­n solusi telah dipikirkan banyak pihak. Yang jelas, kita harus menyadari bahwa apa yang kita lakukan hari ini akan meninggalk­an jejak dan dampak bagi generasi yang akan datang. Membuat pilihan tepat adalah tanggung jawab kita semua.

“KITA HARUS MENYADARI BAHWA APA YANG KITA LAKUKAN HARI INI AKAN MENINGGALK­AN JEJAK DAN DAMPAK BAGI GENERASI YANG AKAN DATANG.”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia