Editor’s LETTER
idak ada yang menyangka kalau pandemi berlangsung sepanjang ini. Sudah 3 musim fashion dilalui. Seperti juga industri lain, fashion mengalami masa-masa yang suram, tetapi terus dinamis menemukan kreativitaskreativitas baru.
Tahun lalu, di dalam tulisan kontributor Harper’s Bazaar
Indonesia, Liny Agustini di edisi Juni 2020, disebutkan ramalan fashion forecaster, Lidewij Edelkoort, bahwa seiring dengan kemuraman dunia akibat pandemi, akan ada kerinduan pada festivities. Ekspresi diri tidak akan punah bagi pencinta fashion. Terbukti di musim ini.
Seperti ditulis oleh Yudith Kindangen kalau kerinduan akan kemewahan dan kebebasan menjadi euforia, sebuah realitas baru di musim dingin ini (halaman 68).
Kembalinya gemerlap kemewahan ini diduga akibat adanya sikap optimisme akan harapan perubahan dengan munculnya vaksin. Alhasil gaya glamor ini terlihat kembali dalam fashion week Fall/winter 2021/2022. Fenomena ini mengingatkan kembali pada munculnya kemewahan gaya flapper pasca wabah flu Spanyol di tahun 1918-1920.
Di dalam tulisan Liny Agustini tahun lalu dimasukkan pula ramalan Mario Ortelli, Managing Partner of Luxury Advisors Ortelli & Co.
Di situ ditulis bahwa di masa pandemi ini kita para konsumen akan memburu apa yang dinamakan “investment pieces”.
Hal ini diakui oleh beberapa perwakilan high-end brand di Indonesia. Sejumlah tipe jam tangan dan tas most wanted pieces tetap menjadi incaran dan mendulang daftar tunggu.
Diakui kalau selera berbelanja luxury goods masih tetap tinggi. Lalu adakah perubahan perilaku belanja kita? Yang pasti adalah aktivitas berbelanja via digital. Karena itu label-label premium pun sudah merambah ke layanan itu sejak awal. Jade Boutique belum lama ini meluncurkan platform e-commerce-nya. “Menggaet market di masa pandemi tentunya harus inovatif, apalagi baju yang kami jual itu produk luxury,” ungkap Ira Kwa, founder Jade Boutique. Lalu Louis Vuitton membuat jurus inovatif dengan servis home shopping. Beberapa high-end brand lain juga harus menyiasati kondisi yang muram ini dengan terobosan-terobosan dalam layanan online seperti juga toko-toko daring yang melayani konsumen yang lebih massal (halaman 49).
Tentunya di samping memberi rasa aman dan nyaman, layanan ini bisa menjangkau konsumen secara lebih luas hingga ke luar ibu kota. Bagusnya, kita yang tidak bisa bepergian ini jadi terdorong untuk berbelanja di dalam negeri, dengan kata lain kita jadi ikut mendukung ritel dalam negeri.
Sesuai tradisi, edisi September Harper’s Bazaar di seluruh dunia menampilkan sosok ikon. Sosok itu di tahun ini adalah Beyonce. Kepada Harper’s Bazaar, Beyonce mengungkapkan evolusinya—bagaimana ia tidak lagi berkompetisi dengan dirinya sendiri dan tidak lagi mau melihat ke belakang (halaman 116).
Ia mengatakan akan terus melakukan apa pun yang setiap orang kira tidak bisa ia lakukan.
Semoga spiritnya bisa menginspirasi. Selamat menikmati edisi ini.