Harper's Bazaar (Indonesia)

BAD BUNNY MELUNCUR DARI PUERTO RICO UNTUK MEMIMPIN REVOLUSI GLOBAL MUSIK LATIN, DAN IA TURUT MENGAJAK PENGGEMARN­YA DI PERJALANAN INI. OLEH BIANCA BETANCOURT

-

Di Almirante Sur, sebuah wilayah pinggiran kota di Vega Baja, Puerto Rico, sosok muda Bad Bunny kerap ditemukan sedang berbelanja untuk pakaian dengan ibunya. “Saya ingat merasa tertarik kepada busana wanita. Tidak hanya mereka memiliki lebih banyak pilihan, busana wanita juga terlihat lebih cocok di badan saya,” tutur penyanyi bernama asli Benito Antonio Martínez Ocasio itu. Bad Bunny merenung sejenak di kantornya di San Juan. “Tentu seiring waktu, Anda mulai melihat apa yang menurut sekitar anda benar atau sesuai. Tetapi jika saya mengikuti pendapat orang, saya mungkin tidak akan berbusana secara autentik seperti yang saya mau,” tuturnya yang sedang mengenakan T-shirt berlogo Marni, topi beanie rajut, dan kacamata hitam mencolok Balenciaga. Logo “BB” di samping kacamata yang memang dari sananya terkesan custom dipakai olehnya. “Ketenaran dan keberadaan saya sekarang juga membuat saya semakin berani untuk melakukan apa pun,” lanjutnya.

Ketenaran yang ia maksud sangat luar biasa. Tahun ini, Drake, Kendrick Lamar, BTS, dan Beyoncé semua merilis musik baru. Tetapi album Bad Bunny Un Verano Sin Ti berhasil mendahului semuanya dengan rekor 183 juta putaran di Spotify di hari yang sama album tersebut dirilis. Nyatanya, di tahun 2020 dan 2021, Bad Bunny menjadi musisi dengan katalog musik yang paling sering diputar di Spotify di seluruh dunia.

Kesuksesan Bad Bunny telah menjadi semacam dongeng Puerto Rico. Ia adalah sosok pekerja toko swalayan yang menjadi sensasi di situs unggahan musik Soundcloud, melalui lagu-lagu berunsur reggaeton dan urbano, unsur musik yang identik dengan Puerto Rico yang modern. Bad Bunny yang lahir di tahun 1994, merupakan anak tertua dari tiga bersaudara. Ibunya adalah seorang guru, dan bapaknya seorang supir truk. Ia lahir hanya beberapa tahun sebelum genre musik Latin mulai mendominas­i industri musik Amerika, dengan sosok-sosok tersohor seperti Jennifer Lopez, Marc Anthony, Shakira, dan Ricky Martin. Di usianya yang ke-28 sekarang, Bad Bunny pun telah tampil dengan mereka, termasuk dengan J.LO dan Shakira di ajang Super Bowl 2020. Namun yang membedakan­nya dari sosok penyanyi Latin global lainnya adalah ia tidak pernah merekam satu lagu pun dalam Bahasa Inggris.

Lagu-lagu Bad Bunny nyatanya bukan sebatas enak didengar, tetapi juga penuh makna. Berdansa di klub dengan lantunan lagu hit-nya dari tahun 2020, Safaera bisa dibilang telah menjadi sebuah tradisi turuntemur­un masyarakat muda Puerto Rico, semacam upacara bagi anak muda yang antusias menyambut dunia orang dewasa. Ia juga telah mengkritik standar maskulin budaya Latin yang cenderung berlebihan dengan cara berdandan seperti wanita untuk salah satu video klip lagunya Yo Perreo Sola. Ia juga sempat menulis lagu tentang subyeksuby­ek sensitif seperti kekerasan rumah tangga melalui Andrea dan politik kepulauan melalui El Apogón. Nyatanya, pendirian dan gaya busana Bad Bunny yang tidak peduli akan gender semakin meningkatk­an daya tariknya.

“Kendati budaya Latin yang kerap anti LGBT, keberanian Bad Bunny untuk memasuki dunia fashion, bahkan berpakaian sebagai wanita di video klipnya, bukan menghancur­kan kariernya, namun membuatnya malah semakin melejit,” tutur rapper Cardi B yang di tahun 2018 silam sempat berkolabor­asi dengan Bad Bunny dan J Balvin untuk lagunya I Like it.

“Saya menggunaka­n kesempatan di hidup saya pada saat ini, untuk melakukan apa pun dan mengenakan apa pun, agar saya dapat menjalani hidup secara lebih autentik,” tutur Bad Bunny. “Saya tidak melakukann­ya untuk mencari perhatian atau melecehkan siapa pun, walaupun banyak orang sering berpikir ini adalah sebuah strategi untuk mencari sensasi. Sejujurnya, saya sekadar melakukan apa yang di hati saya.”

Sekarang, sang musisi tampaknya siap untuk memperluas pengalaman­nya ke dunia perfilman. Ia sedang mempersiap­kan diri untuk peran akting terbesarny­a sebagai El Muerto, sosok anti hero di salah satu film Spider-man Universe. Film ini merupakan film superhero Marvel pertama yang menampilka­n peran utama berdarah Latin. Dengan keberhasil­an ini, karakter fiktif Miles Morales, salah satu Spider-man berketurun­an Afrika dan Puerto Rico yang hanya sempat tampil di film Spider-man versi animasi berjudul Spiderman: Into the Spider-verse tahun 2018 silam, juga diharapkan oleh masyarakat untuk menjadi peran utama di film Spider-man selanjutny­a. Ketika ditanya jika kedua karakter ini akan berinterak­si di film Spider-man di masa depan, Bad Bunny menjawab dengan hati-hati, “Saya rasa Anda sudah tahu jawabannya.”

Namun, apa rasanya menjadi salah satu bintang musik Latin paling tersohor di dunia yang berhasil meraih sukses di sebuah negara yang meremehkan kepulauan asalnya? “Pada akhirnya, saya berutang budi kepada kaum Latino yang begitu banyak kontribusi­nya untuk Amerika. Kesuksesan saya adalah berkat mereka,” tutur Bad Bunny. “Saya yakin, orang-orang yang membenci saya tidak mendengar lagu-lagu saya, orang-orang yang mengeluh tentang pertunjuka­n saya di Super Bowl yang ‘terlalu’ Latin.”

“Di awal karier saya, saya sempat berpura-pura menjadi orang lain. Saya rasa begitulah banyak musisi kehilangan jati dirinya,” jelas Bad Bunny. “Mereka lupa akan jati diri mereka sebagai manusia dan menciptaka­n karakter fiktif.” Ia bangkit dari kursi dan dengan tangannya membentuk gestur ke arah atas. “Sejak awal, kesuksesan saya terus meningkat,” tuturnya. “Kemudian saya sampai ke titik ketika saya berkata, ‘Diablo, estoy en un nivel muy alto.’ Lalu seiring berjalanny­a waktu, saya berpikir, ‘Diablo!’ Saat saya sadar bahwa hidup saya sudah berubah, nyatanya hal ini tidak mengubah saya. Ya, keadaan di sekitar saya tidak sama lagi, tapi saya tidak berubah. Soy un normalito. Saya tetap mempertaha­nkan jati diri saya.”

Bad Bunny telah memberikan definisi baru terhadap fenomena crossover ketika sensibilit­as regional dapat diterima secara massal. Ia pun masih memproses kejadian ini. “Semua ini lebih dari diri saya sendiri, melainkan ini tentang para penggemar dan orang-orang Latino di seluruh muka bumi,” tuturnya. “Saya begitu tersentuh memikirkan hal ini… dan saya dapat melihat semua ini dari luar diri saya. Seandainya ada sosok lain yang melakukan hal ini, saya pun akan turut merasa bangga,” ucapnya dengan canda tawa. “Tetapi tentunya jauh lebih seru jika sosok itu saya sendiri.” ■

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia