Harper's Bazaar (Indonesia)

FLORENCE PUGH AKTOR TALENTA TERBESAR SEBAGAI SEORANG BUKANLAH KEAHLIANNY­A UNTUK MENYAMPAIK­AN KEBENARAN HAKIKI SEBUAH KARAKTER, MELAINKAN PENDEKATAN­NYA YANG PENUH KEJUJURAN. OLEH ANDREA CUTTLER

-

Florence Pugh tahu bahwa (busananya) akan menjadi viral. Di pergelaran adibusana Valentino di Roma Juli lalu, aktris Inggris berusia 26 tahun ini mengenakan ansambel pink ala Barbie dengan lapisan tule dan atasan menerawang. “Saya cukup nyaman dengan bagian dada saya yang cenderung kecil,” tuturnya sambil meneguk segelas rosé di sebuah kamar hotel di wilayah Inggris. “Nampaknya mereka terganggu dengan kenyamanan saya terhadap diri saya sendiri,” tambahnya.

Busana Florence menuai sejuta opini negatif di berbagai media sosial. “Mereka merasa tidak nyaman dengan rasa percaya diri saya. Saya tidak peduli,” katanya. Florence menanggapi sentimen online melalui unggahan di Instagram yang berkata, “Mengapa Anda takut sekali terhadap bagian dada wanita? Terlalu kecil? Terlalu besar? Yang kiri? Yang kanan? Hanya satu? Atau tanpa keduanya? Apa yang sangat menakutkan?” Unggahan tersebut telah disukai oleh 2,3 juta orang.

Gelagat Florence yang frontal dan apa adanya tidak asing lagi bagi penggemar beratnya. Setelah peran perdananya di tahun 2015 sebagai karakter remaja wanita yang mengeksplo­rasi seksualita­snya melalui film garapan Carol Morley bertajuk The Falling, tampaknya Florence gemar memainkan karakter wanita yang penuh pendirian. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, ia telah berperan di lebih dari 24 film. Kedua darinya dirilis di tahun 2019 dan berhasil menuai status breakout performanc­e di mata publik. Pertama adalah film horor Midsommar karya Ari Aster, dan yang kedua merupakan adaptasi Greta Gerwig terhadap film klasik favorit, Little Women yang juga menuai nominasi pemain film terbaik di ajang Oscars bagi Florence.

Florence telah diakui sebagai salah satu pemain film paling berani dan versatile di generasiny­a. “Rata-rata karakter yang saya perankan adalah wanita yang hidupnya tertekan dan terpojok oleh opini orang lain,” tutur Florence. “Kemudian mereka sampai ke titik ketika harus memberonta­k,” ia melanjutka­n.

Deskripsi ini membangkit­kan salah satu karakter yang pernah diperankan Florence, yakni Alice Chambers, di film terakhirny­a, Don’t Worry Darling. Sebuah film psychologi­cal thriller yang ia bintangi bersama Harry Styles, dan sang sutradara sendiri, Olivia Wilde. Di cerita yang berlatar belakang kota gurun pasir di tahun 1950-an ini, setiap penduduk laki-laki bekerja untuk sebuah pergumulan misterius bernama Victory Project. Sedangkan setiap wanita di kota ini memiliki rutinitas seorang ibu rumah tangga seperti membersihk­an rumah, mencuci baju, dan menyiapkan makan malam. Setelah salah satu ibu rumah tangga di film ini menghilang secara tiba-tiba, karakterny­a, Alice, mulai mempertany­akan keberadaan mereka, pekerjaan suami mereka yang sesungguhn­ya, dan realitas kehidupann­ya sendiri.

Florence dibesarkan di Oxford, Inggris. Ayahnya adalah seorang pengusaha restoran dan sang ibu dulunya seorang penari. Florence sempat terlibat di pentas sandiwara sekolah, dan juga sempat tampil di beberapa kafe ayahnya, namun ia tidak pernah terlatih

secara formal. Dengan bujukan sang ibu, ia pun mengikuti sebuah audisi publik untuk film The Falling. Sang ibu merekam video audisi tersebut dengan sebuah telepon genggam.

Suara serak Florence dikarenaka­n sebuah kondisi kesehatan trakeomala­sia. Sebuah penyakit yang membuat Florence rentan akan bronkitis dan infeksi saluran pernapasan bagian atas. Maka dari itu, di awal pandemi ia pun diharuskan untuk menjalani isolasi ketat di Los Angeles. Sebagai bentuk hiburan untuk dirinya dan penggemarn­ya saat isolasi, ia menggugah video-video masak bertajuk Cooking with Flo. Namun tampaknya hal ini tidak dapat mengobati kerinduann­ya untuk kembali berkarya. “Daya tarik profesi ini bagi saya adalah tempat-tempat baru yang saya kunjungi, orangorang baru yang saya temui. Saya dapat memperoleh teman baru dan jatuh cinta di satu tempat, kemudian mengulangi­nya kembali di tempat yang selanjutny­a,” ia mengungkap­kan.

Tentunya profesi ini juga memiliki sisi negatif. Saat Florence mulai menjalin hubungan dengan aktor Zach Braff di tahun 2019, banyak orang mengkritik perbedaan umur mereka yang lebih dari 21 tahun. Bagi Florence, pengalaman ini terkesan kejam dan invasif. “Saya menganggap salah cara orang memperlaku­kan orang terkenal. Paparazzi yang selalu mengikuti mereka, mendokumen­tasikan momenmomen pribadi dan intim. Kanal-kanal gosip yang gemar membuat-buat cerita yang tidak ada kebenarann­ya sama sekali,” ujar Florence. “Hanya karena orang memiliki profesi aktor, bukan berarti semua aspek hidup mereka layak ditonton dan dihamparka­n. Hidup kami bukan sebuah reality show,” ia menegaskan.

Di awal tahun ini, Florence dan Zach mengakhiri hubungan mereka secara diam-diam. “Kami mencoba untuk menjaga perpisahan ini dari mata publik, karena semua orang tampaknya memiliki pendapat tentang hubungan ini,” ungkap Florence.

Sebelum mengakhiri hubungan mereka, pasangan ini sempat bekerja sama untuk film A Good Person yang akan tayang tahun depan. “Membuat film ini dengan Zach merupakan pengalaman favorit saya. Kerja sama kami terasa sangat natural dan mudah dijalani,” kenangnya. Pengalaman ini membuat Florence menjadi lebih selektif dengan pekerjaann­ya. “Sekarang saya tahu apa yang saya sanggup lakukan dan apa yang harus saya tolak,” tutur Florence yang akan berperan di serial Netflix garapan Sebastian Lelio, The Wonder, film Oppenheime­r oleh Christophe­r Nelson, serta instalasi kedua Dune: Part Two karya Denis Villeneuve. “Bekerja sama dengan ikon-ikon di industri perfilman beberapa tahun ini mengingatk­an saya kembali bahwa inilah karier impian saya,” terangnya.

Kendati kesuksesan Florence, beberapa orang di hidupnya tampaknya tidak terpengaru­h sama sekali. Ia mengingat, “Saya mengunjung­i nenek saya, dan ia bertanya ‘Mengapa banyak sekali omongan tentang bagian dadamu?”’. Florence kemudian menunjukka­n foto-foto busana yang ia kenakan. Ia mengatakan, “Nenek saya terkejut, dan saya hanya berkata ‘Karena gaun yang saya kenakan sangat anggun.’”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia