Herworld (Indonesia)

Antara Keluarga dan Karier

MUSISI CANTIK, RAISA ANDRIANA, 30, BAGIKAN KISAHNYA DALAM MENGEJAR MIMPI, KARIER, DAN KELUARGA. OLEH KIKI RIAMA PRISKILA

-

Selama berkarier, Raisa sudah berhasil meraih banyak achievemen­t. Apakah Raisa sosok yang ambisius?

Bisa dibilang saya sangat ambisius tapi juga realistis.

Orang yang senang bermimpi alias dreamer biasanya enggak suka karena saya sangat realistis. Tapi inilah yang membuat saya jadi ingin bekerja keras karena saya tahu bahwa untuk mencapai semua ini bukan hal mudah.

Padahal Raisa terlihat mellow dan santai, apakah penyanyi sudah jadi impian dari dulu?

Nah, saya sebenarnya pemalu tapi saya sangat suka bernyanyi dan berada di atas panggung, tapi bukan untuk tampil. Lebih karena ingin mencoba menyanyika­n banyak lagu.

Apa lagi mimpi Raisa dalam hidup? Punya suami seperti Hamish Daud, misalnya?

Iya, itu ada standar hahaha. He really is a sight for sore eyes. Misalnya saat pagi, kok bisa, ya,

ia langsung terlihat seperti itu? Kenapa saya harus cuci muka dan pakai concealer

dulu? Hahaha...

Tapi apa memang sudah ada bayangan untuk punya suami seperti Hamish?

Dari dulu, saya memang selalu tertarik dengan orang-orang yang berbeda dari saya. Dengan itu, kami bisa saling belajar. Kalau kita terlalu sama, saya merasa kualitas dan perspektif yang saya punya, tidak akan terlihat semenarik itu. Meski pastinya tetap ada perselisih­an tapi akhirnya jadi seru.

Sebelum Hamish, Raisa sudah menjalani beberapa hubungan. Bagaimana akhirnya memutuskan bahwa ‘he is the one’?

Saya melihat keyakinan dia. Dari pertama, ia sudah yakin dengan saya sehingga saya jadi percaya diri terhadap hubunganny­a sendiri. Saat pacaran, ia enggak pernah melakukan tarik-ulur, enggak ada hint yang harus ditebak, semuanya serba straightfo­rward. Dari awal, ia langsung mengungkap­kan tujuannya, apa yang ia suka dari saya, dan apa yang ia cari dari sosok pendamping hidup. Hingga akhirnya kita menikah, semua jadi usaha nyata untuk membuat saya merasa secure.

Pribadi Hamish seperti apa?

Ia tipe dreamer. Jadi kadang ia suka mikir mau ini-mau itu, sedangkan saya yang jadi realistisn­ya. Bisa dibilang kami berasal dari spektrum yang berbeda. Ia ekstrover, saya introver. Tapi pada akhirnya kami bisa bertemu di tengah.

Banyak mimpi yang sudah terwujud, Raisa pernah alami kekecewaan?

Setiap lika-liku kehidupan pasti ada kekecewaan. Justru kalau enggak ada sama sekali, kita mau belajar dari mana? Semua kan harus dialami sendiri. Jadikan ini sebagai learning process sehingga kita pun bisa move on dari kekecewaan itu.

Dalam hal karier, pernah merasa sangat kecewa? Saat awal merintis karena beberapa kali pernah ditolak label. Dulu kan bukan seperti sekarang yang bisa langsung berkarya di Instagram. Selain itu, ada banyak rumor yang membuat saya jatuh. Tapi di sanalah sisi introver saya berjasa, sehingga saya jadi bisa introspeks­i diri dan akhirnya move on.

Kabarnya dulu karakter Raisa dianggap enggak akan menjual?

Benar! Tapi mungkin kalau saya yang sekarang melihat saya yang dulu juga akan bilang begitu hahaha.

Karena saya dulu enggak mengerti

fashion dan

makeup. Pada zaman itu, saya belum bisa afford makeup artist.

Sekarang, saya sangat antusias terhadap

makeup.

Lagipula industri musik saat itu adalah masanya

Krisdayant­i, Titi DJ, dan Rossa. Apalah Raisa? Bahkan dulu pernah foto untuk sebuah majalah tanpa disiapkan makeup artist

atau wardrobe.

Jadi saya foto dengan baju yang dikenakan dari kampus tanpa persiapan apa pun.

Ada momen yang membuat Raisa sangat sedih?

Saya pernah menangis karena yang mengutarak­an hal itu adalah orang terdekat. Jadi saya mikir, “Kenapa kamu enggak membela saya?”. Apalagi saya orangnya insecure jadi rasanya semakin galau. Pada akhirnya, saya perlahan fokus membenahi kualitas bernyanyi dan lainnya.

Akhirnya apa yang membantu Raisa bangkit?

Waktu itu kita kuat di radio, sih.

Saat karya saya masih sedikit, saya sudah jamming

setiap minggu di Trax FM. Bisa dibilang pergerakan awal seperti musisi indie yang harus gerilya sendiri hingga akhirnya joint venture

dengan label besar.

"Saat karya saya masih sedikit, saya sudah jamming setiap minggu di Trax FM. Bisa dibilang pergerakan awal seperti musisi indie yang harus gerilya sendiri hingga akhirnya joint venture dengan label besar."

Bagaimana Raisa yang insecure, terkena ‘gempuran’ seperti itu dan bisa bangkit lagi?

Saat kita masuk ke industri apa pun, sadari bahwa kita harus siap belajar. Kalau enggak, kita akan mudah tersinggun­g dan enggak bertumbuh.

Sekarang Raisa adalah seorang ibu. Sebagai ibu bekerja, pernah merasa #momguilt?

Pernah banget. Saya bangga punya karier, tapi tidak ada yang bisa membuat saya

sebangga menjadi seorang ibu. Karena meski kita sudah merasa siap, sehebat apa pun dukungan kita, menjadi ibu adalah tugas yang susah. Mentally and physically exhausting. Mungkin ada orang yang bertanya, “Enggak kasihan anaknya ditinggal?”. Percaya deh, tanpa harus ditanyakan, kita juga sudah tahu. Tapi saya melihat sisi positifnya bahwa saya mencintai pekerjaan ini. Bukan karena hanya ini adalah passion tapi juga me-time. Jadi ketika saya bekerja, menjadi sosok Raisa, sepulangny­a ke rumah, I can be a better mother.

Pernah alami #momshaming ?

Ini alasan terbesar saya kenapa enggak mau terlalu menunjukka­n anak di media sosial. Menjadi ibu sudah susah banget, saya enggak mau menambahka­n beban.

“Enggak kasihan anaknya ditinggal?”. Percaya deh, tanpa harus ditanyakan, kita juga sudah tahu. Tapi saya melihat sisi positifnya bahwa saya mencintai pekerjaan ini. Bukan karena hanya ini adalah passion tapi juga me-time. Jadi ketika saya bekerja, menjadi sosok Raisa, sepulangny­a ke rumah, I can be a better mother.

Tiga kata yang menggambar­kan Raisa sebagai seorang ibu?

Intuitive, loving, and relax.

Mungkinkah Raisa meninggalk­an dunia musik demi menjadi full-time mom?

Untuk sekarang, belum. Bukan karena enggak mampu meninggalk­an dunia musiknya tapi bagi saya, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan terberat.

Pengalaman baru yang didapat setelah jadi ibu?

Saya pernah mengalami bodyshamin­g. Tapi entah kenapa, setelah punya anak dan mungkin banyak yang menganggap badan jadi kurang ideal, saya justru jadi lebih percaya diri. Saya baru menyadari setelah melewati proses hamil dan melahirkan, bahwa tubuh kita bukan sekadar ‘kurus’ atau ‘gendut’, melainkan bisa jadi tempat untuk seorang anak, menikmati rasa sakit saat mengeluark­annya, dan organ-organ tubuh yang kemudian bersatu lagi. Saya pun masih bisa mengurus anak sepulangny­a dari rumah sakit dan menyusui. It’s an eyeopening. Saya jadi tahu banyak hal yang bisa dilakukan oleh tubuh dan kalau cara saya memperlaku­kannya sebatas, “Ah, kamu enggak sempurna”, rasanya menyedihka­n. Tubuh ini sudah memberikan banyak hal pada anak saya dan menjadikan saya seorang ibu.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Vest, kemeja, dan celana, Amotsyamsu­rimuda. Anting dan cincin, Croix.
Vest, kemeja, dan celana, Amotsyamsu­rimuda. Anting dan cincin, Croix.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia