Herworld (Indonesia)

Fathia, 38, IBU TUNGGAL

-

Saat pandemi terjadi, Fathia terpaksa dirumahkan oleh kantor tempatnya bekerja atas alasan perampinga­n perusahaan. Padahal, kariernya amanaman saja karena ia sudah berada di tempat tersebut selama lebih dari satu dekade. Namun mau dikata apa, ia hanya bisa pasrah dan mulai coba menjalani hidup tanpa pekerjaan tetap.

“Sejak pisah dari suami pada tahun 2016, boleh dibilang saya melakukan semuanya sendiri terutama untuk kehidupan, keseharian, dan masa depan anak saya. Sayangnya, saat pandemi datang, saya tiba-tiba dirumahkan justru pada saat anak saya akan masuk taman kanak-kanak. Untunglah saat ia lahir, saya sudah buka Tapenas Pendidikan berjangka (5 tahun) sehingga pada tahun 2020 tabungan itu cair. Jadi bisa digunakan untuk masuk langsung ke TK B. Nah, tahun 2021, anak saya sudah mulai masuk SD. Iya, kelas 1. Saya pun mulai hidup pas-pasan dari tabungan dan coba untuk wirausaha kecil-kecilan. Usaha yang saya lakukan pun beraneka macam mulai dari menjajal bisnis dropship baju sampai berjualan sayur via daring yang hanya bertahan sampai akhir 2020”, kisahnya.

“Sejak itu, saya pun mulai mengalami parental burnout karena situasi dan kondisi peralihan dari perempuan bekerja yang menerima gaji setiap bulan menjadi ibu rumah tangga berpenghas­ilan serabutan bahkan kadang tak berpenghas­ilan sama sekali mulai bikin saya depresi. Akhirnya, saya pun mulai langganan konsultasi ke seorang psikolog”, tambahnya kemudian.

Masuk tahun yang baru yaitu pada 2021, akhirnya keputusan PHK resmi dari kantor pun keluar. Artinya, status dirumahkan berganti menjadi tak lagi dipekerjak­an secara penuh. Namun, ada sedikit kelegaan yang ia rasakan karena uang pesangon yang ia terima cukup untuk membayar uang pangkal masuk SD putri satu-satunya tersebut.

“Meski lega dapat pesangon, tapi sebenarnya saya masih butuh pekerjaan tetap untuk bisa menjamin hidup saya dan anak saya beberapa tahun ke depan. Karena sampai saat ini saya juga masih belum mendapatka­nnya, otomatis ada beberapa pengeluara­n yang harus dikurangi. Dana darurat pun mulai dipakai. Semua investasi saya cairkan untuk menutupi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Saya pun mulai coba berdamai dengan keadaan dan menerima segala apa yang terjadi. Sambil menjalani proses healing, saya pun akhirnya bisa ikhlas menerima status baru saya sebagai ibu rumah tangga sepenuhnya. Belum lama ini bahkan saya divonis mengidap gerd karena stress berkepanja­ngan. Untuk melanjutka­n hidup, sampai saat ini saya masih bergantung pada tabungan. Meski dropship baju masih jalan, namun orderan memang tak sebanyak dulu. Semoga apa yang saya punya dan lakukan sekarang masih bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama untuk anak saya di kemudian hari.” Paparnya menutup kisah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia