Yang Tersisa
Saya dulu punya teman SD yang memiliki kekurangan dibandingkan dengan yang lainnya. Penglihatannya agak kabur karena penyakit mata. Karena berasal dari keluarga yang kurang sejahtera, ia tidak melakukan pengobatan yang maksimal.
Yang saya kagumi dari dia adalah kepercayaan dirinya yang kuat. Saya banyak belajar dari dia soal itu. Meski fisik kurang, sang teman itu tak minder bergaul dengan temantemannya. Tak jarang ia menjadi bahan olok-olok teman-teman.
Begitu juga saat saya menghadiri upacara peluncuran CSR PT Maybank Indonesia berbarengan dengan pengambilan RPC Bali Marathon 2017, bersua dengan para penari yang membuka upacara itu. Awalnya saya mengira mereka normal, tetapi saat saya mengajak berkomunikasi, saya baru sadar mereka tunarungu. Mereka kemudian malah mengajari saya beberapa bahasa isyarat.
Ketika menonton beberapa pertandingan di Asian Para Games 2018 beberapa waktu lalu, saya pun langsung teringat dengan kisahkisah tadi. Di kawasan Gelora Bung Karno terlihat para atlet merasa tak berkekurangan. Berbaur dengan mereka yang normal.
Sebagai manusia normal banyak hal yang bisa kita petik dari mereka. Mereka memberi inspirasi kepada kita bahwa tak perlu menyesali apa yang sudah terjadi. Fokus pada masa depan. Kita sering melihat sesuatu itu lebih berharga, saat mengetahui ia sudah hilang.
Tepat apa yang dibilang pebulu tangkis difabel Wiwin Andri. ”Daripada menghitung apa yang hilang, kenapa kita tidak berusaha memanfaatkan apa yang tersisa agar dapat menjalani hidup dengan lebih baik lagi?”
Apa yang sudah kita lakukan dari yang tersisa di diri kita?