SENJA KALA FACEBOOK DAN TWITTER?
Di 2018, Facebook masih mengklaim sebagai platform media terbesar dengan “pengikut” lebih dari seperempat populasi penduduk bumi. Menyusul Youtube, Instagram, Twitter, Pinterest, dan yang lainnya. Yang menarik, di 2018 ini kita menyaksikan beberapa perubahanperubahan layanan messaging yang “berperan” seperti media sosial. Beberapa fitur di layanan chat WhatsApp misalnya yang memberikan fitur timeline untuk akun-akunnya, LINE messaging, juga BBM. Bukan tak mungkin akan diikuti layanan chat populer lain seperti Telegram. Layanan chat konvergen semakin mendekati pola-pola layanan media sosial, sementara beberapa layanan media sosial konvergen semakin mendekati pola-pola layanan messaging/ chat dengan berbagai penguatan fitur account-to-account direct message- nya.
Di 2018 pula GooglePlus dan Path akhirnya gulung tikar. Di sisi lain, layananlayanan media sosial arus utama seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan Twitter makin mendominasi. Akan tetapi, “titik jenuh” terhadap media sosial arus utama itu mulai terlihat. Beberapa laporan menunjukkan menurunnya perentase jumlah pengguna Facebook dan Twitter.
Tugas atau Satgas Nusantara, yang akan bekerja selama masa kampanye pemilihan presiden atau pilpres 2019. Satgas itu akan bertugas menangkal hoax hingga kampanye suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Namun alih-alih menangkal, Ismail Fahmi - pengamat media sosial dan pencipta Drone Emprit - mengusulkan untuk melakukan upaya pencegahan melalui edukasi pemanfaatan media sosial secara produktif. (Drone Emprit merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk memonitor serta menganalisis media sosial dan platform online yang berbasis teknologi big data. Drone Emprit sendiri menggunakan keahlian Artificial Intelligence dan Natural Learning Process). Ini berpijak dari sebuah pemahaman, bila masyarakat diedukasi untuk menggunakan internet, khususnya media sosial, dengan sehat, maka hasil yang dikeluarkan pun konten yang sehat pula.
Perang avatar di 2019
Bicara media sosial tak bisa dilepaskan dari generasi langgas (milenial). Hokky bilang bahwa spirit media sosial itu adalah
produk aplikasi informatika dari, oleh, dan untuk kelompok demografis yang disebut “kaum milenial”. Kaum langgas merupakan generasi yang benar-benar merasakan pentingnya interkoneksi dan relasi, selain kapasitas individual, yang menjadi keutamaan di generasi sebelumnya.
“Peran kaum langgas dengan begitu menjadi luar biasa penting dalam memandang dinamika media sosial kita. Kaum langgas bergaul, rekreasi, hingga mencari pekerjaan, berkomunitas, bahkan berupaya menemukan eksistensi diri melalui media sosial,” kata Hokky.