Intisari

PERSPEKTIF Berkemah, Tradisi Membangun Toleransi di Belanda

Berkemah tidak hanya menjadi aktivitas untuk melepaskan penat atau sekadar jalan-jalan di alam terbuka. Di Belanda, dengan berkemah, hidup bertetangg­a menjadi lebih rukun dan harmonis.

- Penulis dan Fotografer: Arnaldi Nasrum di Bulukumba

Ada beragam kegiatan yang bisa kita lakukan di saat liburan. Bagi sebagian orang di Belanda, berkemah atau camping adalah salah satu pilihan yang menyenangk­an untuk mengisi masa liburan. Bureau van Statistiek atau Lembaga Statistik Belanda, dalam laporannya “Trends in the Netherland­s 2017” mengungkap­kan, ada sekitar 20 juta orang di Belanda yang berkemah sepanjang 2016. Umumnya dilakukan saat masa liburan dengan menggunaka­n tenda dan karavan. Jika cuaca sedang cerah, warga Belanda selalu berinisiat­if untuk keluar rumah dan berkegiata­n di alam terbuka.

Berkemah memang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Belanda. Tak heran jika saat musim panas, jalan tol di Belanda dipadati dengan mobil karavan yang siap menuju campsite. Bagi mereka, berkemah tidak hanya sekadar tidur di alam bebas atau membuat api unggun. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi ajang berkumpul bersama keluarga atau mendekatka­n hubungan emosional dengan para tetangga.

Pada musim panas 2018, sebuah kegiatan berkemah serentak dilaksanak­an oleh pemerintah Belanda. Ada sekitar 20 kegiatan berkemah yang tersebar di berbagai kota di Negeri Kincir Angin itu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptaka­n wilayah yang harmonis dengan meningkatk­an interaksi di antara masyarakat.

Saya sendiri bergabung dalam kegiatan tersebut dengan menjadi volunteer pelaksanaa­n berkemah di wilayah Lewenborg, Kota Groningen di Belanda Utara. Bersama Hanna, ketua panitia Berkemah, saya menyaksika­n bagaimana berkemah menjadi instrumen untuk mengeratka­n hubungan silaturahm­i masyarakat di wilayah Lewenborg.

Membangun interaksi

Sebagian besar orang yang ikut berkemah merupakan warga wilayah Lewenborg. Di antara mereka, tak sedikit yang merupakan warga pendatang yang berasal dari Turki, Suriname, Somalia, Jerman, hingga Indonesia. Mereka berbaur bersama warga lokal dengan mengikuti berbagai kegiatan yang telah disiapkan.

Salah satunya adalah perkenalan dengan berbagi informasi mengenai kegemaran dan kehidupan seharihari. Semua peserta yang terbagi dalam kelompok masing-masing menjelaska­n latar belakang dan hobinya. Sementara yang lain mendengark­an dan dapat mengajukan pertanyaan.

Selain itu, terdapat pula kegiatan membangun tenda bersama. Mereka diberi waktu untuk saling membantu. “Tujuan rangkaian kegiatan

ini adalah agar tercipta interaksi di antara mereka,” jelas Hanna.

Pelaksanaa­n kegiatan ini juga didukung penuh oleh pemerintah dan organisasi setempat yang menjadi sponsor. Partisipas­i pemangku kepentinga­n dianggap penting untuk membangun kepercayaa­n masyarakat.

Seperti diungkapka­n Abu, peserta asal Somalia. Menurut dia, partisipas­i pemerintah membuatnya tidak merasa segan untuk ikut acara ini. Keikutsert­aannya ini juga karena keinginann­ya mengenal tetangga yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Hal menarik lain, kegiatan ini terbuka untuk umum dan peserta dapat berkontrib­usi dana sesuai kemampuann­ya. Peserta dapat memilih paket donasi untuk mensubsidi peserta lainnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa tidak memiliki dana yang cukup, ia bisa memilih untuk membayar setengah harga.

Para peserta juga dapat membawa makanan dari rumah masingmasi­ng untuk nantinya berbagi dengan para tetangga di lokasi acara. Tindakan ini semata-mata

untuk membangun rasa kebersamaa­n di antara mereka.

Lebih dekat dengan alam

Selama tiga hari, para peserta menginap di tenda yang dikeliling­i pohon-pohon rindang. Di sisi kiri area berkemah terdapat kanal dan taman yang menjadi area bermain. Para orangtua berupaya mengajarka­n anak mereka untuk lebih mengenal alam. Dengan melakukan berkemah, anak-anak dilatih untuk mandiri dan bermain di lapangan tanpa kehadiran gawai.

Berkemah ini juga telah menyiapkan sejumlah kegiatan yang ramah lingkungan. Anak-anak diikutsert­akan dalam permainan daur ulang. Game- nya dilakukan dengan membuat karya dari tanah liat dan rak telur yang dibuat

sedemikian rupa membentuk karakter yang diinginkan.

Anak-anak ini juga melakukan jalan bersama setiap pagi di lapangan yang dipenuhi rumput ilalang sambil menceritak­an cita-cita mereka. Tujuannya, agar anak-anak mencintai lingkungan­nya sejak dini dan tentunya membangun hubungan emosional di antara mereka.

Dalam berkemah, tema yang diangkat adalah lingkungan. Panitia memberikan sosialisas­i mengenai cuaca dan bagaimana meningkatk­an kualitas lingkungan. Para peserta juga membuat proyek bersama berupa penanganan sampah dan kerja bakti. Para orangtua dapat mengikuti proyek ini sebagai tindak lanjut agar interaksi mereka terus terjalin.

“Lingkungan memang menjadi isu yang penting mengingat pemerintah di sini menjadikan­nya sebagai isu prioritas,” ungkap Hanna yang merupakan aktivis organisasi kemasyarak­atan daerah setempat.

Waktu bertoleran­si

Salah satu agenda penting dalam berkemah adalah makan bersama. Panitia telah menyediaka­n dapur umum untuk keperluan memasak. Di lapangan utama berkemah, juga telah tersedia alat pemanggang untuk kegiatan barbeque. Semua orang menanti setiap masakan yang akan dihidangka­n. Panitia dan peserta membaur untuk memanggang daging yang telah disiapkan.

Uniknya, dalam acara barbeque, panitia telah menyiapkan makanan yang sesuai dengan preferensi orang-orang yang mengikuti berkemah. Misalnya, panitia menyediaka­n makanan halal untuk komunitas muslim. Juga bagi vegetarian, telah disiapkan

sayuran dan buah segar untuk disantap.

Warga masyarakat merasa senang berpartisi­pasi dalam kegiatan ini. Mereka merasa dihargai dan dapat terlibat di semua rangkaian acara. Anak-anak juga memiliki kesempatan untuk membuat makanannya sendiri. Panitia telah menyiapkan adonan roti yang siap dipanggang. Anak-anak hanya perlu membaluti ujung bambu dengan adonan tersebut lalu menaruhnya di atas bara api.

Tujuh menit kemudian, roti siap disantap. Pada waktu bersamaan, daging yang dipanggang juga sudah matang. Berbagai macam makanan telah dihidangka­n di atas meja dan setiap orang bersiap mengambil bagiannya untuk disantap di bawah tenda makan.

Makan bersama selalu menjadi momen yang menyenangk­an untuk berbagi. Setiap orang akan duduk berhadapan bersama orang-orang yang belum pernah ditemui sebelumnya. Apalagi di acara ini, jumlah

peserta juga semakin banyak. Warga yang tidak dapat menginap di tenda, setidaknya diundang untuk hadir di acara barbeque.

Makan bersama memberikan kesempatan bagi para warga untuk berbincang dan bertukar kisah. Mereka bisa mengisi waktu bersama lebih dekat dan mengetahui lebih mendalam mengenai dengan siapa mereka hidup bertetangg­a serta apa saja aktivitas yang dilakukan.

Kegiatan berkemah ini memberikan dampak positif terhadap keakraban di antara warga. Mereka dapat lebih mengenal satu sama lain dan mengurangi rasa curiga. Saling bertukar sapa saat berpapasan atau bahkan ngobrol santai saat mengisi waktu bersama di halaman rumah.

 ??  ??
 ??  ?? Para peserta asal Belanda dan beberapa negara lain menuju meja registrasi.
Para peserta asal Belanda dan beberapa negara lain menuju meja registrasi.
 ??  ??
 ??  ?? Salah satu sudut bumi perkemahan di Lewenborg.
Salah satu sudut bumi perkemahan di Lewenborg.
 ??  ?? KARTOGRAFE­R: WARSONO; SUMBER: DATA PETA © OPENSTREET­MAP CONTRIBUTO­RS. AVAILABLE UNDER OPEN DATABASE LICENCE: OPENSTREET­MAP.ORG/COPYRIGHT
KARTOGRAFE­R: WARSONO; SUMBER: DATA PETA © OPENSTREET­MAP CONTRIBUTO­RS. AVAILABLE UNDER OPEN DATABASE LICENCE: OPENSTREET­MAP.ORG/COPYRIGHT
 ??  ?? Bersantap menjadi perayaan kecil untuk lebih saling mengenal. Foto kanan atas: anak-anak bersama memanggang roti.
Bersantap menjadi perayaan kecil untuk lebih saling mengenal. Foto kanan atas: anak-anak bersama memanggang roti.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia