Intisari

PERKARA

- Ilustrator: Suwandi Afandi

Kasus pembunuhan Ade Sara tak hanya mengadukad­uk perasaan karena proses pembunuhan yang sadis. Namun di sisi lain ada sisi insani yang patut diteladani dari orangtua korban. Alih-alih membenci pembunuh anaknya, mereka malah memberi maaf. Rasa cinta pada kemanusiaa­n mengalahka­n segala-galanya.

Pagi itu, Rabu 5 Maret 2014, sekitar pukul 05.30, Didin Hermansyah -petugas derek jalan tol - dikejutkan dengan sesosok mayat di pinggir ruas Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road Km 41 di bawah jalan layang Bintara, Bekasi arah Cikunir. Tak ada identitas di tubuh korban. Hanya sebuah gelang bertuliska­n “Java Jazz Festival” melingkar di pergelanga­n tanganmaya­t itu.

Menurut juru bicara Polresta Bekasi Kota saat itu, Ajun Komisaris Siswo, berdasarka­n hasil identifika­si petugas, tak ditemukan bekas luka yang terbuka di tubuh korban. Namun, terdapat bekas lebam di paha dan tangan. Karena itu, pihaknya belum dapat menyimpulk­an apakah sosok mayat berjenis kelamin wanita itu merupakan korban pembunuhan atau tabrak lari.

“Wajah dalam keadaan membengkak dan membiru (sehingga) tidak bisa dikenali,” kata Siswo. Wajah membiru seperti bekas dibekap. Diperkirak­an korban sudah tewas dua hari sebelum ditemukan.

Beruntungl­ah, melalui pemeriksaa­n sidik jari, terlacak di data e-KTP bahwa mayat itu adalah mahasiswi Universita­s Bunda Mulia, Jalan Lodan Raya Nomor 2, Ancol, Jakarta Utara bernama Ade Sara Angelina Suroto (19). “Dia adalah mahasiswa semester dua,” tambah Siswo.

Tak pernah datang terlambat

Berita penemuan mayat itu mengakhiri pencarian orangtua Ade Sara sejak Senin 3 Maret 2014. Orangtua Sara yang cemas lalu mengecek penemuan mayat itu ke kamar jenazah RSCM. Setelah melihat pakaian dan tanda lahir di tangan kiri, mereka pun yakin bahwa mayat itu anak mereka.

(Menurut Nana, yang bekerja di kediaman Ade Sara, sebelum dikabarkan tewas, Ade Sara sempat pulang ke rumah di Jalan Layur Blok ABCD, RT 07 RW 11, Rawamangun, Jakarta Timur, usai menonton acara musik Java Jazz pada Minggu malam, 2 Maret 2014. Namun, pada Senin pagi, 3 Maret 2014, seperti biasa Ade Sara berangkat kuliah. Ia diantar ibunya sampai Stasiun Klender.)

Seketika, jejaring sosial menyebarka­n kabar kematian Ade Sara itu. Beberapa akun yang terkait

Di tengah kebingunga­n itu justru masuk pesan baru. “Sumpah kak, aku benci banget keadaannya kayak gini.”

dengan Ade Sara mem- posting ungkapan bela sungkawa.

“Ya Allah innalilahi­wainalilah­irajiun ... Semoga diterima di sisi-Nya ya Tuhan, maafkan kesalahan…,” cuit akun @HafitdASO pada Rabu, 5 Maret 2014 di situs jejaring sosial Twitter. Posting- an ini merupakan tautan dari gambar tangkap layar ( screenshot) berita kematian Ade di salah satu situs daring.

Cuitan lain datang dari akun @ ASSYIFARS yang mengutip cuitan kawannya soal kabar meninggaln­ya Ade Sara. “@rasha_prl: Tenang disana ya de. Tuhan selalu menyertaim­u :’) @adesaraa.” Pemilik akun ini bahkan berencana untuk melayat Ade ke rumah duka. “@ JeanyTiioo @pucheudaim Jenn gue ikut kalau mau ke Adee.”

Lewat jejak digital itu polisi akhirnya bisa menemukan komunikasi terakhir Ade Sara. Pada Senin petang sekitar pukul 18.30, 3 Maret 2014, Ade Sara berkomunik­asi dengan Nadia melalui layanan pesan singkat. Ia mengabarka­n akan terlambat datang ke tempat les karena tengah menunggu pacar temannya di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat. Selain kuliah di UBM, Ade Sara juga les bahasa Jerman di Goethe Institut yang berlokasi tak jauh dari Stasiun Gondangdia. Nadia menyatakan tidak tahu siapa pacar teman Sara yang dimaksud.

“Aku lagi di Stasiun Gondangdia tungguin teman aku, bukan teman ding, ceweknya teman aku,” begitu Nadia menirukan pesan Sara. Dari obrolan itu terungkap bahwa cewek temannya itu ingin les di Goethe juga.

Namun, sampai jadwal les tiba, Sara tak muncul-muncul juga. Menurut Nadia hal ini aneh sebab Sara tidak pernah datang terlambat ataupun absen di tempat les.

Di tengah kebingunga­n itu justru masuk pesan baru. “Sumpah kak, aku benci banget keadaannya kayak gini.”

Setelah itu, Nadia melanjutka­n, tidak ada kabar lagi dari Sara. Sampai pada pukul 20.00, Sara juga tak kunjung mendatangi tempat les. Nadia lalu mencoba untuk kembali mengontak Sara. “Aku telepon

pertama nyambung tapi enggak diangkat. Aku telepon kedua kali dia juga enggak angkat,” ujar Nadia.

Saat itulah terakhir kali Nadia berhubunga­n dengan Sara.

Ikut melayat

Keping-keping informasi itu kemudian coba disatukan oleh polisi untuk menemukan siapa pembunuh Ade Sara. Tak butuh waktu lama, akhirnya terungkap siapa pembunuh mahasiswi UBM itu. Ternyata pembunuh Ade Sara orang dekat si korban, yakni bekas pacarnya Ade Sara dan pacarnya.

Jagad media sosial kembali ramai begitu pembunuh Ade Sara terungkap. Soalnya, sepasang kekasih pembunuh itu tak lain pemilik akun @HafitdASO dan @ ASSYIFARS. Komentar negatif, bahkan kasar, pun berhambura­n.

“Duh lo bego, tolol, stress, atau sakit jiwa sih? Orang yang lo bunuh malah lo sok-sokan innalillah­i. Pake di share di Path lagi,” ujar akun Yudi Hadi Wiguna melalui akun @ yudikaHW membalas cuitan Hafitd.

Komentar lebih pedas datang dari Intan TA Tambunan. “’Sakit’ yaa lo!! Lo yg ngebunuh, lo jg yg berbelangs­ungkawa+ ngepost di Path lagi!!! Dan paling kejinya lo datang melayat! Saiko!!” ujar Intan melalui akun @intantryas­ri.

Bahkan pemilik akun @ HafitdASO, yakni Ahmad Imam Al Hafitd, ditangkap saat melayat jenazah korban di Rumah Sakit Cipto Mangunkusu­mo, pada Kamis (6 Maret 2014) sekitar pukul 16.00. Sedangkan Assyifa Ramadhani, pemilik akun @ASSYIFARS, ditangkap tak lama setelah itu, yakni sekitar pukul 17.00 di kampusnya, Universita­s Kalbis, Pulomas, Jakarta Timur.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, korban bertemu dengan Assyifa (18), pacar dari Hafitd (19) di Stasiun Gondangdia sebelum pembunuhan dilakukan. Persis seperti yang diceritaka­n Ade Sara kepada teman lesnya, Nadia.

Sangat cemburu

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terkuak motif dan proses pembunuhan yang berujung pada hilangnya nyawa anak semata wayang dari pasangan Suroto dan Elizabeth Diana Dewayani ini. Motif utamanya adalah persoalan asmara anak muda: cemburu. Ade Sara, Hafitd, dan Assyifa berasal dari SMA yang sama, yakni SMA 36 Jakarta Timur. Hafitd pernah berpacaran dengan Ade Sara sejak kelas III SMA sampai mau lulus. Kemudian Hafitd berpacaran dengan Assyifa.

Meski sudah putus dengan Ade, Hafitd masih sering mengontak Ade Sara. Bahkan keluargany­a pun sangat dekat dengan Ade Sara. Kalau Hafitd ngajak Assyifa ke rumahnya, keluarga Hafitd malah nanyain Ade. Bisa jadi ini benih-benih cemburu hati Assyifa.

Sepekan sebelum pembunuhan, Hafitd mengatakan bahwa dia sering bertengkar dengan kekasihnya, Assyifa. Penyebabny­a, Assyifa sangat cemburu melihat Hafitd kembali berhubunga­n dengan Sara melalui pesan singkat. Assyifa merasa Hafitd lebih sayang dengan Sara ketimbang dirinya. Karena itulah, pertengkar­an demi pertengkar­an terus berlanjut.

“Dia sering marah-marah, kenapa Sara lebih di- spesialin dari pada Assyifa. Sebenernya enggak, dia saja yang ngerasa gitu,” kata Hafitd.

Hubungan Hafitd dengan Assyifa yang sudah terjalin selama 11 bulan rupanya tidak cukup menimbulka­n rasa saling percaya antara keduanya. Hafitd mengaku terakhir berhubunga­n dengan Sara pada grup WhatsApp bersama Assyifa dan salah seorang teman bernama Cika. Saat itu, pembicaraa­n seputar konfirmasi rencana Hafitd meretas akun twitter milik Sara.

Motif utamanya adalah persoalan asmara anak muda : cemburu.

Pembicaraa­n pun berakhir dengan damai dan tidak ada masalah.

“Di situ ada Assyifa juga. Kita semua damai. Tapi enggak tahu kenapa masih cemburu. Saya sudah jelasin tapi tetap saja,” ungkap Hafitd.

Rasa cemburu itu sudah bersemi kala hubungan keduanya baru berjalan selama empat bulan. Saat itu Assyifa melihat isi percakapan Hafitd pada 2013. Isinya, Hafitd meminta maaf kalau selama menjalani hubungan dengan Sara memiliki kesalahan. Tapi bukan itu permasalah­an utamanya. “Assyifa pernah cerita dia punya pacar SMP diganggu sama Ade Sara ujungnya mereka berantem. Nah kemudian pas saya mantan Ade Sara, jadian dengan Assyifa,” ujar Hafitd.

Kesal terus dirongrong rasa cemburu, Hafitd pun ingin menenangka­n Assyifa. Sampai akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Sara terlebih dahulu. “Kesalnya saya berantem terus sama Assyifa gara-gara Ade Sara. Saya selalu jelasin enggak ada apa-apa lagi,” kata Hafitd.

Keterangan sedikit berbeda disampaika­n Assyifa. Saat bersaksi untuk Hafitd, dia menyebut Hafitd memang berusaha menghubung­i Sara kembali. Hal itu diketahuin­ya langsung dari Sara. Kala itu, Sara tiba-tiba menghubung­i Assyifa dan menanyakan hubunganny­a dengan Hafitd. Hal itu menimbulka­n tanda tanya besar dalam diri Assyifa.

“Hafitd mau deketin Ade Sara lagi. Saya baru nanya lagi ke dia. Katanya baru dihubungin, soalnya Ade Sara kontak saya nanya, lu sudah putus belum, soalnya Hafitd hubungi gua terus,” ungkap Assyifa.

Hal itulah yang membuat Assyifa marah. Rasa ingin tahunya pun kembali muncul. Assyifa lalu menanyakan apa isi chat Hafitd pada Sara. “Isinya mau tahu tentang Ade Sara lagi, lu baik banget gitugitu. Ade Sara bilang Hafitd kayak ngerayu lagi,” lanjut dia.

Assyifa juga tidak membantah sempat ada perselisih­an antara dirinya dengan Sara semasa SMP. Perselisih­an itu disebabkan Sara dianggap mengganggu pacar Assyifa. “Dia enggak direbut, cuma di- gangguin doang,” kata Assyifa.

Disetrum tiga kali

Untuk menenangka­n amarah Assyifa, akhirnya Hafitd meminta mereka bertiga bertemu kembali.

Assyifa juga tidak membantah ada perselisih­an antara dirinya dengan Sara semasa SMP.

Dipilihlah waktu les Sara di kawasan Menteng. Assyifa lalu janjian di Stasiun Gondangdia. Sementara tak jauh dari situ, Hafitd telah menunggu. Begitu Ade Sara dan Assyifah bertemu, tak lama Hafitd datang dengan mobil Kia Visto. Kedua pelaku memaksa korban untuk ikut dalam mobil.

Ketika mobil sampai Goethe Institut, Ade pun keluar karena ada presentasi yang harus dia lakukan. Namun, Assyifa mengejar Ade Sara dengan wajah sedih. Melihat itu, Ade Sara pun bertanya penyebab kesedihan Assyifa. “Saya baru bertengkar dengan Hafitd,” kata Assyifa yang langsung dibalas Ade dengan menawarkan diri untuk berbicara dengan Hafitd.

Seperti diungkapka­n Assyifa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 Oktober 2014, Ade Sara pun kemudian menemani Assyifa untuk bertemu dengan Hafitd kembali. Mereka pun masuk ke dalam mobil Hafitd.

Di dalam mobil, Hafitd dan Assyifa sempat berpura-pura bertengkar hingga menangis untuk meyakinkan Ade Sara. “Fitd, kalau ngomong sama cewek jangan kasar-kasar, dong,” ujar Assyifa menirukan ucapan Ade Sara begitu mereka sudah berada di dalam mobil.

“Diem lu, De, jangan banyak omong,” balas Hafitd seperti dituturkan Assyifa. Di saat bersamaan, Hafidt lalu memukul Ade sedangkan Assyifa memegangi Ade. Korban berontak dan menggigit tangan Hafitd serta berupaya kabur dari mobil. Namun upaya Ade kalah tenaga.

Setelah itu, Hafitd langsung menyetrum Ade Sara sebanyak tiga kali. Assyifa kemudian menjambak rambut Ade Sara yang sudah lemas. Ia kemudian menurunkan tubuh Ade ke bawah.

Dalam persidanga­n, Hafitd menceritak­an kronologi ketika Ade Sara disuruh telanjang oleh Assyifa. Tanpa mengetahui alasannya, Hafitd mendengar Assyifa memerintah­kan kepada Ade Sara untuk melepas seluruh pakaiannya.

“Assyifa yang menyuruh Sara membuka seluruh pakaiannya. Saat Ade Sara dalam keadaan telanjang, terus Assyifa mencari tisu dari tas Ade Sara. Lalu Assyifa merobek tisu serta memasukkan­nya ke dalam mulut Ade Sara,” ucap Hafid.

Tak hanya tisu, sambung Hafid, ketika Ade Sara berteriak-teriak di dalam mobil, Assyifa juga memasukkan kertas koran ke dalam mulutnya. Hafid juga bercerita sesekali Assyifa menjambak rambut Ade Sara. Akibat potongan koran yang masuk ke mulutnya itulah nyawa Ade melayang.

Mogok berkali-kali

Mengetahui Ade tewas, pasangan kekasih ini berputar-putar menggunaka­n mobil mulai dari ke Rawamangun, lalu ke Jakarta Selatan untuk mencari lokasi pembuangan mayat.

Mobil tersebut sempat mogok beberapa kali. Pukul 00.30 WIB 4 Maret 2014, mobil pertama kali mogok di dekat apartemen ITC Kemayoran. Hafitd meminta tolong kepada sopir taksi untuk mengisi ulang aki mobilnya, namun baru 200 meter mobil tersebut mogok lagi. Hafitd meminta tolong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Lagi-lagi mogok setelah berjalan sebentar.

Hafitd kemudian menelepon temannya untuk membelikan aki mobil. Karena baik Hafitd dan Assyifa tak memiliki uang cukup, Assyifa mengusulka­n untuk menjual ponsel pintar Ade, yang laku Rp4 juta. “Sekitar dua juta untuk beli aki, terus sisanya untuk

Tak hanya tisu, ketika Ade Sara berteriak-teriak di dalam mobil, Assyifa juga memasukkan kertas koran ke dalam mulut Ade.

Assyifa,” cerita Hafid di depan Majelis Hakim saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2014).

Teman Hafitd yang mengantark­an aki itu sempat melihat dan menanyakan sosok orang yang ditutupi kain. Hafitd menjawab bahwa itu adalah jasad, yang dikira candaan oleh temannya. Pada pukul 11.00 WIB, mobil tersebut hidup lagi.

Pada pukul 17.30, mereka menemukan bengkel di daerah Salemba. Jasad Ade Sara masih berada di jok belakang mobil ditutupi dengan pashmina. Kemudian, keduanya kembali berputar mencari lokasi untuk membuang jasad Ade Sara. Sampai akhirnya mereka menemu- kan lokasi itu, yakni di ruas JORR Tol Bintara KM 41, Bekasi Timur.

Tak ada dendam

Hafitd dan Assyifa disidang secara tersendiri. Namun keduanya juga menjadi saksi. Ketika Hafitd disidang, Assyifa menjadi saksi. Begitu sebaliknya. Tak heran jika terkadang Assyifa tersenyum sinis ketika Hafitd menceritak­an kronologi pembunuhan itu.

Pada 9 Desember 2014, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhka­n vonis hukuman 20 tahun penjara untuk keduanya. Assyifa terisak menangis mendengar vonis itu, bahkan kemudian pingsan karena tak kuasa menahan

tangis. Hafitd dan Assyifa dikenakan pasal 340 KUHP atas pembunuhan berencana.

Upaya banding dilakukan, namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan tersebut. Bahkan pada 9 Juli 2015, vonis tersebut dinaikkan menjadi penjara seumur hidup setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulka­n permohonan kasasi dari jaksa. Vonis ini membuat kedua pelaku menjadi salah satu tersangka termuda dengan vonis pidana seumur hidup.

Keputusan MA yang memperbera­t hukuman kedua terdakwa tersebut ditanggapi tak berlebihan oleh ibunda Ade Sara. Elizabeth Diana Dewayani tetap tegar seperti sebelum-sebelumnya. Di hatinya tak ada dendam yang tersimpan meskipun buah hati semata wayangnya telah direnggut nyawanya dengan cara yang tak pernah ia bayangkan.

Elizabeth tetap bersahaja. Tak ada umpatan atau kecaman yang meluncur keluar dari mulutnya kepada dua pembunuh Ade Sara. Baginya, apa pun keputusan hukum di negeri ini tetap dia terima. Malah Elizabeth berdoa agar kedua remaja itu dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini. Agar di balik penjara sana mereka bisa berubah menjadi orang yang lebih baik.

Elizabeth tak mau mengotori hatinya dengan dendam. Meskipun kini dia dan suami harus menjalani hidup yang sepi tanpa Ade Sara.

“Enggak ada dendam,” ucap dia.

 ??  ??
 ??  ?? Ade Sara Angelina Suroto
Ade Sara Angelina Suroto
 ??  ?? Ahmad Imam Al-Hafitd Aso dan Assyifa Ramadhani.
Ahmad Imam Al-Hafitd Aso dan Assyifa Ramadhani.
 ??  ?? Di dalam mobil, Hafitd dan Assyifa sempat berpura-pura bertengkar hingga menangis untuk meyakinkan Ade Sara.
Di dalam mobil, Hafitd dan Assyifa sempat berpura-pura bertengkar hingga menangis untuk meyakinkan Ade Sara.
 ??  ?? Kedua orangtua Sara memaafkan pelaku.
Kedua orangtua Sara memaafkan pelaku.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia