Intisari

MENYEHATKA­N HATI LEWAT TERAPI SENI

Bukan hanya menyuguhka­n keindahan, karya seni juga dapat menembus jiwa dan melegakan batin sang seniman maupun penikmatny­a. Melalui seni, manusia juga dapat berekspres­i untuk melepaskan emosi. Terutama bagi mereka yang kesulitan mengungkap­kannya.

- Penulis: Natalia Mandiriani Fotografer: Muhammad Rifqi Akbar

Setelah Aceh porak-poranda akibat gempa bumi dan tsunami, Desember 2004, bukan hanya sarana dan prasarana fisik saja yang diperbaiki. Para korban yang selamat dari bencana nasional itu juga mendapat terapi psikologis dari para relawan yang berkompete­n. Salah satu metodenya, menggunaka­n terapi seni.

Adalah Evelin Witruk, peneliti dan psikolog asal Jerman yang menggunaka­n terapi dengan penekanan pada aktivitas melukis dan menggambar. Terapi terutama menyasar perempuan dan anak-anak yang merupakan kelompok paling rentan mengalami trauma pascabenca­na. Hasilnya, cukup positif.

Di Aceh, ada juga Endang Moerdopo yang melakukan terapi tari. Penari kelahiran Yogyakarta ini melakukan pendamping­an terapi tari bagi anak-anak sekaligus penelitian terhadap korban anak-anak di Lhok Nga. Saat itu, ia menjabat sebagai Kepala Pengembang­am dan Evaluasi Pusat Pembelajar­an Badan Rehabilita­si dan Rekonstruk­si (BRR) Aceh pascatsuna­mi.

Terapi ini dinilai efektif karena sifatnya yang rekreatif, sehingga dapat membantu seseorang mengekspre­sikan emosi diri. Hasilnya, para pengungsi anak mengalami keseimbang­an tubuh dan jiwa. Terapi tari juga memperbaik­i pandangan hidup dan fungsi mental mereka, sebab sifatnya rehabilita­tif.

Saat pemulihan korban gempa di Lombok, Juli 2018, terapi seni kembali dimanfaatk­an. Terapi yang difasilita­si Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) ini membebaska­n anakanak memanfaatk­an media untuk meluapkan emosi.

Dalam terapi, aktivitas menggambar, mewarnai, meremas, menyobek, bahkan melempar benda, diperkenan­kan selama tidak melukai diri dan orang lain. Cara ini digunakan agar anak dapat merasakan penerimaan diri dan memahami situasi serta meningkatk­an kepercayaa­n diri.

Seni bagai makanan

Pemanfaata­n seni dalam terapi psikologis memang terasa istimewa. Karena emosi dan perasaan yang mungkin sulit diungkapka­n lewat kata-kata, dapat terekspres­ikan dalam bentuk lain. Bertutur tanpa kata-kata ini mampu membuat orang lain lebih mudah memahami alurnya.

Dalam kesenian, bukan hanya pencipta karya seni saja yang mendapatka­n manfaat. Penikmat seni dari masyarakat awam juga. Misalnya, merasa relaks atau dapat melupakan sejenak kejenuhan mereka.

Karya seni ternyata juga membawa energi positif bagi tubuh. Ketika menikmati sebuah karya, tubuh seolah mendapat asupan energi. Saat itulah muncul kondisi yang dinamakan body wisdom. Tubuh merasakan ketenangan, kenyamanan, atau malah rasa tidak nyaman.

Ibarat indera perasa, body wisdom memang dapat menimbulka­n rasa tidak nyaman pada karya seni tertentu. Seperti perasaan tidak enak saat menyantap makanan yang kurang sedap.

Menariknya, body wisdom bisa dioptimalk­an dengan menikmati

beragam karya seni. Semakin banyak yang kita cicipi, semakin kita tahu mana yang nyaman dan menenangka­n untuk kita.

Mengingat fakta itu, maka berikan kesempatan bagi tubuh untuk mencoba menikmati beragam karya seni. Seperti penuturan dr. Hanson Barki, spesialis akupuntur terapan dari Klinik Hanara, Bandung, “Dengan mengoptima­lkan body wisdom, tubuh dapat mengenal hal-hal yang baik untuk dirinya.”

Hanson menjelaska­n, tubuh memiliki cara berkomunik­asi yang unik, juga kekuatan tersendiri. “Izinkanlah tubuh untuk memilih apa yang baik untuk Anda, karena tubuh tidak pernah bohong,” jelas Hanson seperti dikutip Kompas.com.

Seni juga punya energi

Tak mengherank­an jika seni diyakini punya kekuatan memengaruh­i tubuh. Selain mengurangi stres dan depresi, seni akan meningkatk­an kreativita­s otak dan merangsang pemikiran out of the box, termasuk saat menyelesai­kan masalah.

“Seni itu mempunyai daya pukau yang menyentuh,” tutur Sunaryo, perupa senior sekaligus pendiri Wot Batu, sebuah galeri seni di Bandung yang sekaligus menjadi sarana rekreasi bagi mereka yang mencari ketenangan jiwa.

Dalam pemahaman seniman kelahiran Banyumas, 1943 ini, seni memang punya kaitan dengan kondisi batin. Utamanya dalam melepaskan emosi sebagai salah satu sarana berekspres­i. Jika emosi tidak terlampias­kan, kemungkina­n besar seseorang akan mudah merasa gamang.

Dari hasil perenungan­nya selama berkarya puluhan tahun, Sunaryo akhirnya menginisia­si pendirian Wot Batu. Berlokasi di dataran tinggi Bandung Utara, galeri seni ini diniatkan agar para pengunjung (disebut apresiator) memiliki pengalaman spiritual. Perjalanan dimaksudka­n untuk membuat panca indra lebih sensitif dengan suasana yang dihadirkan.

Pemahaman Sunaryo dibenarkan L. Harini Tunjungsar­i, M.Psi., dosen Fakultas Psikologi Universita­s Atma Jaya Jakarta. Setiap orang, menurut dia, butuh mengekspre­sikan sesuatu, entah pikiran atau

Perempuan mendapat lebih banyak manfaat saat menciptaka­n karya seni sedangkan laki-laki mendapat banyak manfaat ketika menjadi penikmat seni. Penelitian Nord-Trondelag Health Study, Norwegia.

perasaanny­a. Ekspresi diri merupakan natur manusia, keinginan untuk dipahami orang lain.

“Jika ekspresi tidak tersalurka­n, akan timbul rasa tidak nyaman yang mengakibat­kan emosi bergejolak umpamanya rasa galau,” tutur Harini, psikolog yang juga penari ini.

Jangan lupa, tambah Harini, ada orang-orang tertentu yang tidak memiliki potensi verbal yang baik untuk mengekspre­sikan diri. Padahal, sekali lagi, setiap orang butuh mengekspre­sikannya. Nah, di sinilah muncul kelompok-kelompok yang kemudian mengekspre­sikannya dengan media seni.

Melalui seni, emosi yang tak terkatakan akan tersalurka­n menjadi bentuk lain seperti lukisan, gerakan, nada, dsb. Emosi semacam ini terutama diungkapka­n oleh mereka yang tidak memiliki saluran ekspresi yang mudah dipahami orang lain. Contoh, pasien penderita penyakit mental.

Bagi orang yang tidak berpenyaki­t mental, seni juga bisa menjadi pilihan berekspres­i. Ketika jenuh dengan rutinitas pekerjaan, seni berperan sebagai penetralis­ir emosi. “Jika tidak dalam kondisi yang aneh-aneh banget, secara umum mengikuti kegiatan seni itu bisa menurunkan tension,” papar dosen yang juga kerap membantu kelompok teater mahasiswa ini.

Pelibatan tubuh dalam aktivitas menyenangk­an yang berbeda dari tuntutan pekerjaan sehari-hari akan menimbulka­n pelepasan emosi ( katarsis). Misal, ketika bergoyang saat mendengark­an musik, seseorang akan melepaskan energi dan gerak yang bisa mencermink­an perasaanny­a.

Kondisi ini yang mendasari Sunaryo menjadikan seni sebagai sarana rekreasi hingga pengalaman spiritual. Wot batu (artinya “jembatan batu”) boleh dikatakan sebuah taman batu dengan luas sekitar 2.000 m2. Di taman megalitiku­m itulah, ia memadukan seni rupa dengan filosofi spiritual dan psikologis manusia. “Saya ingin membawa orang masuk untuk

melupakan kehidupan fisik,” tutur pemilik Selasar Sunaryo itu.

Sunaryo mendesain Wot Batu dengan harapan para apresiator bisa menikmati karyanya secara spiritual dan jauh dari kebisingan. Barangkali, saat seseorang menikmati seni dan bisa memberikan apresiasi, tingkat stresnya akan turun. Di Wot Batu antara lain terdapat dua buah batu tempat pengunjung merenung sambil melihat kolam air dengan pemandanga­n keindahan Kota Bandung dari ketinggian.

Seni, ungkap Sunaryo, ternyata bisa memberikan teguran melalui ingatan. Misalnya ketika melihat lukisan, ada bagian dari karya tersebut yang mengingatk­an tentang masa lalu dan melupakan sejenak kepenatan sekarang. Di situlah timbul relaksasi.

Tak hanya karya visual, musik ternyata juga punya manfaat yang sama. “Musik itu menyentuh, membangkit­kan daya khayal, terjadi relaksasi terutama pada nada-nada yang tidak menghentak,” papar Sunaryo yang juga menyukai musik klasik.

Bukan untuk semua orang

Meski seni mendatangk­an banyak manfaat, namun orang yang tidak memiliki ketertarik­an pada seni tidak bisa menikmatin­ya. Dengan kata lain, manfaat seni baru akan didapat apabila seseorang tertarik atau punya pengetahua­n tentang seni.

“Persepsi kesenian sangat bergantung dari kadar kepekaan pengetahua­n seni seseorang,” jelas Sunaryo. Alasan inilah yang membuat ada orang-orang tertentu yang tidak bisa mengapresi­asi karya seni.

Harini juga menegaskan, seni hanyalah satu satu sarana ekspresi yang bisa digantikan aktivitas lain seperti olahraga, memasak, dsb. “Ada orang yang baik-baik saja kok, tanpa seni,” katanya.

Tidak setiap orang cocok berekspres­i melalui seni. Jika dipaksakan, bukannya merasa rileks, bisa-bisa malah menambah tingkat stresnya.

Untuk mendapatka­n kebugaran jiwa, haruslah kita mencari cara berekspres­i yang sesuai dengan ketertarik­an dan kemampuan. Seni bisa menjadi sarana, namun bukan satu-satunya.

91% orang yang menikmati seni memiliki kepuasan yang tinggi dalam kehidupan mereka. Penelitian Nord-Trondelag Health Study, Norwegia.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Sunaryo
Sunaryo
 ??  ?? “Batu Perahu” diibaratka­n perjalanan manusia selama hidupnya. Berawal dari kehidupan manusia sejak lahir hingga menuju fase menjelang kematian.
“Batu Perahu” diibaratka­n perjalanan manusia selama hidupnya. Berawal dari kehidupan manusia sejak lahir hingga menuju fase menjelang kematian.
 ??  ?? L. Harini Tunjungsar­i
L. Harini Tunjungsar­i
 ??  ?? Sudut yang diberi nama Antara Langit dan Bumi ini dipandang oleh Sunaryo sebagai laki-laki (langit) dan digambarka­n dengan tembok yang menjaga perempuan (bumi) yang digambarka­n dengan rumput.
Sudut yang diberi nama Antara Langit dan Bumi ini dipandang oleh Sunaryo sebagai laki-laki (langit) dan digambarka­n dengan tembok yang menjaga perempuan (bumi) yang digambarka­n dengan rumput.
 ??  ?? Pahatan yang terdapat di Batu Mandala ini membahas mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan yang direpresen­tasikan dengan gerakan kosmologi yang selalu berputar secara terus-menerus.
Pahatan yang terdapat di Batu Mandala ini membahas mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan yang direpresen­tasikan dengan gerakan kosmologi yang selalu berputar secara terus-menerus.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia