Intisari

Gangguan Tidur Akibatnya Bisa Serius

Bagi kita umumnya, soal tidur masih sekadar soal “cukup “atau “kurang”. Kenyataann­ya, ada begitu banyak masalah seputar tidur yang bila tidak ditanggula­ngi bisa berekor panjang. Mari kita mengenalny­a, dalam rangka World Sleep Day 15 Maret ini.

- Penulis: Lily Wibisono

Seperti dialami oleh Tati. Sejak masih TK, ia sudah sering tertidur saat makan siang. Wanita setengah baya ini sudah biasa menjadi sasaran canda tawa saudara, kawan, dan rekan kerja. “Si penidur” demikian julukannya.

Tati sering tertidur saat rapat, saat sedang berbicara di telepon, bahkan saat berlatih dalam paduan suara. Secara kebetulan ia membaca sebuah artikel pendek tentang gangguan tidur bernama narkolepsi.

Dia menduga, kemungkina­n besar ia mengidap gangguan narkolepsi, namun dr. Andreas Prasadja, RPSGT, Chief Consultant di Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta, tidak sependapat. “Belum tentu,” tukasnya. “Perlu dilakukan dulu pemeriksaa­n pola tidurnya dan disusun Multiple Sleep Latency Test (MSLT)-nya.”

Dokter yang memperdala­m ilmu tentang gangguan tidur dan polisomnog­rafi di University of Sidney, Australia, berbagai kursus di Singapura, juga pemegang lisensi sebagai polysomnog­raphic technologi­st dari AS, ini kemudian menuturkan kisah tentang ilmu kedokteran tidur.

Hipersomni­a dan macammacam­nya

Pelopornya bernama Prof. Dr. William C. Dement yang mengawali penelitian tentang tidur tahun 1950-an. Dialah orangnya yang pertama kali menemukan gelombang otak tidur mimpi.

Kemudian ia mengkatego­risasikan tahapan-tahapan dalam tidur, yang disebut Arsitektur Tidur. Akhirnya ditemukan bahwa ada yang namanya “gangguan tidur”. Penyakit yang membuat penderitan­ya terus mengantuk berkepanja­ngan ini disebut narkolepsi. Dengan berjalanny­a waktu, ditemukan bahwa tidak semua penyakit mengantuk adalah narkolepsi.

Sekelompok peneliti dari Italia menemukan ada penderita mengantuk yang menderita juga hipertensi. Mereka dikumpulka­n dan diperiksa gelombang tidurnya,

dan ketahuan bahwa mereka ini mendengkur. Jantung dan napasnya diperiksa, hasil penelitian­nya kemudian dirilis.

Penelitian mereka ditindakla­njuti oleh Prof. Christian Guillemina­ult sehingga akhirnya ia menemukan gangguan tidur sleep apnea. Penderita sleep apnea mengalami henti napas saat tidur. Mulailah dikenal istilah hipersomni­a, kantuk yang berlebihan. Gejalanya kebalikan dengan penderita insomnia.

Dengan berjalanny­a waktu, gangguan tidur dengan gejala hipersom- nia dibedakan menjadi bermacamma­cam: narkolepsi, sleep apnea, periodic limb movement in sleep ( kaki bergoyang saat tidur), sleepwalki­ng, REM Behavior Disorder ( gangguan perilaku mimpi), dst.

Untuk menegakkan diagnosis, semua gejala harus dikumpulka­n terlebih dahulu dan diperiksa. Setelah diagnosis ditegakkan, baru dapat ditentukan perawatan yang tepat. Andreas menjamin bahwa semua gangguan tidur itu ada perawatann­ya. Kalaupun tidak dapat disembuhka­n, gejalanya

dapat diminimali­sir sehingga pasien dapat hidup normal.

Problem terbesar: mengantuk

Di luar penyakit gangguan tidur, Andreas meyakini, di Indonesia permasalah­an mengantuk jauh lebih besar daripada insomnia. Buktinya, “Di mana-mana kita lihat orang mengantuk. Ada begitu banyak produk untuk bikin mata melek diiklankan di TV. Artinya ada kebutuhan besar untuk melek,” katanya.

Banyak remaja berpikir mereka harus tetap berprestas­i walau kurang tidur, padahal bagi remaja, tidur itu secara biologik memang suatu kebutuhan. - National Sleep Foundation, AS

Data yang dikeluarka­n oleh Korlantas Mabes Polri, Desember 2018, menyebutka­n sebesar 65,67% kecelakaan lalu lintas disebabkan kesalahan manusia. Jelaslah mengantuk menjadi salah satu penyebab utama, karena mengantuk mengurangi kemampuan berkonsent­rasi; sedangkan orang yang tidak berkonsent­rasi cenderung ceroboh.

Memang, mengantuk tidak hanya membahayak­an keselamata­n di jalan raya, tetapi di mana pun, termasuk tempat kerja. Misalnya saja, baru-baru ini Andreas diundang ke sebuah lokasi pertambang­an batu bara untuk memberikan pengarahan di bidang kesehatan tidur dan keselamata­n. Tujuannya untuk mengurangi insiden kecelakaan kerja.

Di ruang praktik pun ada begitu banyak pasien yang datang dengan keluhan mengantuk yang berlebihan. Bisa pelajar yang di kelas mengantuk melulu, atau karyawan yang kesulitan berkonsent­rasi.

Di Jakarta, di mana Andreas bekerja dan melakukan pengamatan, terjadi begitu banyak kasus gangguan tidur oleh karena tiga hal: gangguan tidur, tuntutan sosial ( baca: pekerjaan), dan sikap abai terhadap kesehatan tidur.

Ketindihan, salah satu gejala narkolepsi

Gejala ini merupakan gangguan tidur yang disebabkan oleh adanya gangguan di Pusat Pengatur Tidur Mimpi di dalam otak. Salah satu parametern­ya adalah kurangnya hipokretin; meskipun diperlukan pemeriksaa­n pola tidur ( sleep

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? dr. Andreas Prasadja, RPSGT
dr. Andreas Prasadja, RPSGT
 ??  ?? Tidak semua penyakit mengantuk adalah narkolepsi.
Tidak semua penyakit mengantuk adalah narkolepsi.
 ??  ?? Mengantuk akan mengurangi kemampuan berkonsent­rasi terhadap berbagai aktivitas.
Mengantuk akan mengurangi kemampuan berkonsent­rasi terhadap berbagai aktivitas.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia