Intisari

HILANGNYA GADIS DESA BERSERAGAM PRAMUKA

Sabtu siang yang sepi, Yuyun berjalan pulang sekolah sendirian. Ia membawa alas meja dan bendera merah putih untuk persiapan upacara hari Senin. Namun Yuyun tak pernah pulang, karena dihadang di jalan.

- Penulis: Natalia Mandiriani Ilustrator: Suwandi Afandi

Yakin dan Yana kaget bukan kepalang saat mendapati putri mereka belum pulang dari sekolah sejak sehari sebelumnya. Setelah meyelesaik­an pekerjaan di kebun, mereka bersama warga mencari gadis kecilnya itu keliling kampung.

“Yuyun..Yuyuuun…,” teriakan warga memecah keheningan hari Minggu yang terasa sunyi itu.

Setelah berjam-jam mencari, tak ditemukan jejak Yuyun. Ia hilang bagai ditelan bumi. Kedua orangtua dan saudara kembar Yuyun jelas khawatir, namun tak bisa berbuat banyak. Minggu malam itu, diadakan yasinan di rumah Yuyun bersama warga sekitar.

Anak kembar itu memang tidak tinggal serumah dengan orangtua mereka. Yakin dan istrinya tinggal di kebun di areal Bukit Batu. Sementara Yuyun dan Yayan, kembaranny­a, di Tempatang Panjang atau Dusun 5.

Sambil tetap berharap Yuyun ditemukan dan bisa pulang, upaya pencarian terus dilakukan. Beberapa pemuda desa juga ikut membantu mencari pelajar kelas 1 SMP itu.

Sementara yang lain masih mencari, Darwan (40) curiga dengan tumpukan daun pakis di semak belukar di sebuah kebun karet. Saat didekati, bau tak sedap juga tercium dari situ. Darwan menyingkir­kan tumpukan daun pakis dan menemukan tubuh Yuyun, setengah telanjang dengan kaki dan tangan terikat. Nyawanya sudah tak ada.

Senin pagi (4/4/2016) warga desa Kasie Kesubun Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) Rejang Lebong, Bengkulu, geger. Sosok yang dicari-cari selama dua hari belakangan telah ditemukan. Yuyun, gadis 13 tahun yang hilang tak berjejak ditemukan dalam kondisi mengenaska­n.

Saat ditemukan, tubuh Yuyun dalam posisi telungkup. Tangannya terikat dari atas masuk ke bawah paha. Diduga Yuyun sudah tewas beberapa waktu sebelumnya, karena tubuhnya sudah dihinggapi belatung. Sejumlah lebam tampak di beberapa bagian tubuh. Dugaan kuat bahwa Yuyun sudah tewas sejak Sabtu, sepulang sekolah.

Pekikan dan tangisan pilu mengiringi penemuan jasad Yuyun. Kedua orangtua Yuyun dan kembaranny­a syok berat

Yuyun ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaska­n: setengah telanjang di balik semak pakis dasar jurang.

mendapati Yuyun meninggal secara mengenaska­n. Setelah rangkaian penyelidik­an dari pihak kepolisian, Yuyun akhirnya bisa dimakamkan secara layak.

Dari hasil visum diketahui, Yuyun menjadi korban pencabulan hingga meninggal dunia. Jejak-jejak kekerasan yang amat keji ditemukan pada organ kewanitaan­nya. Terdapat juga lebam pada kepala dan bagian tubuh lain, bukti bahwa Yuyun juga mengalami kekerasan fisik.

Kepolisian kemudian melakukan olah TKP dan menangkap 14 orang pelaku pencabul dan pembunuh Yuyun. Mereka adalah Dedi Indra (19), Tomi Wijaya (19), Suket (19), Firman (20), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Febriansya­h (18), Sulaiman (18), Al (18), dan empat pelaku lain yang masih dibawah umur.

Pelaku ikut mencari

Sabtu siang sepulang sekolah, Yuyun berjalan menyusuri jalanan sepi sendirian. Jaraknya kira-kira 1 km dan melintasi kebun karet.

Siang itu sekitar pukul 13.00, Yuyun melihat belasan laki-laki sedang berkumpul. Beberapa wajah ia kenali sebagai kakak kelasnya yang dulu pernah satu sekolah.

Yuyun seorang yang supel dan ramah, ia menyapa mereka yang dikenalnya. Namun siang itu rasanya agak berbeda. Gerombolan laki-laki itu tampak tidak sehat, ada juga bau asing yang tidak disukai Yuyun berasal dari mulut mereka.

Dedi, seorang teman yang cukup akrab dengan Yuyun mendekatin­ya. Yuyun merasa tidak aman, namun terlambat untuk lari atau berteriak. Tiba-tiba kepala Yuyun dipukul dengan kayu. Tidak hanya sekali, kepala Yuyun dipukuli dengan kayu, kaki dan tangannya diikat, lehernya dicekik.

Yuyun tak kuat melawan, semua laki-laki yang mengeroyok­nya sudah lebih besar darinya. Tenaga mereka begitu kuat meski ia sudah meronta-ronta. Seragam Pramuka Yuyun dilepaskan paksa lalu dicabuli bergantian dan berulang. Apalah daya seorang anak perempuan menghadapi pelaku yang berjumlah 14 orang.

Menurut hasil penyelidik­an, Yuyun sudah tewas saat mengalami pencabulan. Dengan hanya mengenakan kaos singlet, tubuh Yuyun yang sudah tak bernyawa akhirnya dibuang ke jurang bersemak sedalam 5 m. Para pelaku kemudian menutupi mayatnya dengan daun pakis untuk menghilang­kan jejak.

Warga baru geger dengan berita hilangnya Yuyun sehari kemudian. Para pemuda desa juga ikut aktif mencari Yuyun. Padahal, sebagian dari pemuda inilah yang merenggut nyawa Yuyun.

Para pemuda itu ikut mencari untuk membersihk­an jejak supaya tidak ketahuan. Hingga akhirnya jasad Yuyun ditemukan oleh Darwan pada Senin pagi.

Saat olah TKP kematian Yuyun, para pemuda juga ikut membantu dan berbincang dengan petugas. Mereka melakukan itu supaya tidak dicurigai dan bertindak sealami mungkin.

Saat penguburan, Bobi, salah seorang pelaku bahkan ikut menggali kuburan. Berbagai cara mereka lakukan agar kejahatan mereka tidak terdeteksi petugas. Petugas juga belum bisa menerka apa sesungguhn­ya yang terjadi.

Sinyal internet jadi petunjuk

Pepatah yang mengatakan “sepandai-pandainya bangkai

ditutupi, baunya tercium juga”, rupanya masih berlaku. Selang empat hari dari penemuan jasad Yuyun, beberapa pelaku tertangkap. Penelusura­n ini tampaknya terbuka dari pengakuan warga yang mengatakan tempat kematian Yuyun memiliki sinyal jaringan seluler yang kuat.

Dataran desa tempat Yuyun tinggal merupakan areal perkebunan yang berbatasan dengan hutan. Kondisi ini membuat sinyal jaringan seluler dari provider komunikasi, terhambat dan sulit didapat.

Agaknya para pemuda desa menemukan satu titik area untuk mengakses sinyal yang kuat. Lokasinya berada di pelintasan jalan umum. Meski begitu, jalanan tersebut sepi dan jauh dari pemukiman warga. Tempat itu dicurigai menjadi langganan para pemuda berkumpul untuk mengakses situs porno.

Dugaan tersebut makin kuat dengan pernyataan penjual kartu perdana di desa tersebut. “Mereka sering membeli kartu perdana dan isi pulsa di warung saya,” ujar Widyastuti.

Pemilik warung juga sudah curiga dengan para pemuda yang sering mengunjung­i warungnya. Pasalnya, sebenarnya mereka tinggal di desa sebelah.

Meski ada kecurigaan para pemuda itu mengakses internet untuk melihat video porno, tak banyak bisa dilakukan orangtua maupun warga desa. Orangtua tidak bisa menjangkau apa yang mereka lakukan di internet. Jadinya tak ada penanganan lebih lanjut bagi para pemuda tersebut.

Setelah penelusura­n kasus Yuyun, diketahui merekalah yang nongkrong di tempat kejadian pada hari itu. Sebagian pelaku segera diringkus aparat. Mereka akhirnya mengaku menonton video porno sebelum bertemu dengan Yuyun. Tak hanya itu, ternyata mereka juga mengonsums­i empat liter tuak di rumah salah seorang pelaku.

Beberapa hari kemudian, 12 dari 14 pelaku berhasil ditangkap. Dua orang lagi masih buron. Sekitar 45 hari kemudian, salah satu pelaku (Ja) yang masih berusia 14 tahun menyerahka­n diri.

Selama itu Ja bersembuny­i di hutan kawasan Taman Nasional Kerinci. Ia bertahan hidup dengan mengonsums­i apapun selama di hutan. Untuk mengelabuh­i aparat, ia juga selalu menghilang­kan jejak di setiap persinggah­annya.

Tempat kematian Yuyun merupakan lokasi favorit pemuda desa untuk berkumpul dan mengakses internet.

Akan tetapi lantaran tidak tahan, Ja akhirnya pulang ke desanya. Ia akhirnya menyerahka­n diri ke kantor Polsek Padang Ulak Tanding setelah menemui orangtuany­a dan kepala desa.

Sementara itu, Firman masih menjadi buron. Pihak kepolisian kesulitan menemukan Firman karena tidak ada identitas pelaku. Keberadaan Firman sulit ditelusuri tanpa foto atau keterangan dari orangtua Firman. Namun pihak kepolisian berkomitme­n untuk terus memburu Firman.

Menolak vonis

Selang waktu sejak kematian Yuyun, digelar beberapa sidang untuk mendakwa pelaku. Pada Mei 2016, majelis hakim Pengadilan Negeri Curup memutuskan menjatuhka­n vonis 10 tahun penjara terhadap tujuh pelaku yang masih di bawah umur. Selain itu, mereka juga wajib mengikuti pelatihan kerja selama enam bulan.

Mereka akan menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarak­atan Kelas II A Bentiring Kota Bengkulu karena LP Kelas II B Curup tidak memiliki ruang khusus narapidana anak dan telah kelebihan kapasitas.

Lima dari tujuh terdakwa beserta keluarga masing-masing mengajukan surat permohonan keringanan hukuman. Keluarga

juga berharap vonis yang dijatuhkan majelis hakim tidak lebih dari 7 tahun 6 bulan atau setengah dari ancaman yang tertuang dalam pasal-pasal tuntutan yang dibacakan JPU.

Sementara itu, berbeda dengan orangtua Yuyun. Mereka justru berharap pengadilan bisa memberikan putusan hukuman yang lebih berat. “Minta hukum yang seberat-beratnya, kalau sebatas 10 tahun aku tak nyaman rasanya. Aku minta apakah seumur hidup itu,” kata Yana seperti dikutip dari BBC Indonesia.

Selang lima bulan sejak kematian Yuyun, tepatnya 15 September 2016, digelar persidanga­n tahap kedua untuk kategori dewasa di PN Curup, Rejang Lebong. Hukuman mati dijatuhkan pada Zainal (23) alias bos sedangkan empat terdakwa lain dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 3 bulan penjara.

Sementara itu, Ja (13) sebenarnya juga dituntut dengan pasal serupa, namun karena masih di bawah umur, ia harus menjalani hukuman di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP), Bambu Agus, Cipayung, Jakarta Timur. Mereka telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah memerkosa serta membunuh Yuyun.

“Bu Hakim, saya tidak menerima hukuman 20 tahun untuk empat pelaku pembunuh anak saya itu, saya minta agar empat terdakwa ini juga dihukum mati,” kata Yana yang tampaknya masih belum puas. Ia dan suaminya tak terima dengan putusan hakim lalu berusaha menghampir­i para terdakwa melampiask­an kekesalan sebelum dibawa petugas pulang.

Namun ada keinginan tak terduga dari para terdakwa. Empat terdakwa yakni Tomi Wijaya, Suket, Bobi, dan Faisal meminta dihukum mati seperti Zainal. Penasihat hukum menduga, ada intimidasi sesama terdakwa atau pihak lain untuk keinginan hukuman mati.

“Sejauh ini kami belum mengetahui apa alasan empat terdakwa ini mengajukan hukuman mati, apakah ada tekanan atau mereka depresi, secara logika rasanya tidak ada orang yang minta hukumannya ditambah dari yang dituntutka­n,” ujar Kristian Lesmana, tim penasihat hukum terdakwa.

Sidang kembali dilaksanak­an pada 29 September 2016. Keinginan empat terdakwa tidak dikabulkan. Sanksi yang dijatuhkan tetap, yakni penjara 20 tahun dan denda Rp2 miliar.

Empat terdakwa lain meminta untuk dihukum mati seperti bos mereka.

“Secara sah dan meyakinkan kelima terdakwa terbukti melakukan kekerasan dan memaksa anak melakukan persetubuh­an dengannya dan orang lain serta melakukan kekerasan sehingga menyebabka­n anak mati,” kata Heny Faridha, ketua majelis hakim dalam putusan sidang.

Ibu Yuyun hanya berusaha meminta keadilan atas kematian anaknya. Ia mengibarat­kan Yuyun sebagai harta yang berharga, “Karena aku tidak punya harta, hanya anaklah harta aku. Itulah yang aku perjuangka­n dalam hidup aku.”

Pihak keluarga berusaha ikhlas untuk kepergian Yuyun yang tragis dan sadis. Berbagai reaksi yang muncul tetap bisa membuat Yana bersyukur, “Tidak apa namanya tersebar. Biarlah kematian dia sadis, aku tahan saja. Sebarlah berita itu, supaya tidak yerjadi ke depannya Yuyun-Yuyun lain.”

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Yuyun dan ibunda.
Yuyun dan ibunda.
 ??  ?? Yuyun dikeroyok 14 laki-laki sepulang sekolah lalu dicabuli.
Yuyun dikeroyok 14 laki-laki sepulang sekolah lalu dicabuli.
 ??  ?? Penemuan jasad Yuyun yang hilang selama 2 hari.
Penemuan jasad Yuyun yang hilang selama 2 hari.
 ??  ?? Rekonstruk­si perkara terdakwa kasus Yuyun.
Rekonstruk­si perkara terdakwa kasus Yuyun.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia