Intisari

Di Jepang Bisa Punya Mobil dari Lungsuran

Di Jepang, budaya hidup bersih sudah ditanamkan sejak usia sangat dini. Tak heran, untuk urusan sampah, ada sederet aturan yang harus dipahami dan dijalani seharihari. Begitu juga orang asing yang hidup bersama mereka.

- Penulis: Ade Tuti Turistiati di Bogor

Kebanyakan orang asing yang datang untuk pertama kali ke Jepang kaget dengan kebersihan kota-kota di Jepang. Bahkan kota-kota yang berpendudu­k padat seperti Tokyo dan Osaka, kebersihan­nya tetap terjaga baik.

Setiap kota punya aturan tersendiri tentang jadwal pembuangan sampah rumah tangga. Namun demikian, pada umumnya peraturann­ya relatif sama. Sampah rumah tangga dipisahkan ke dalam empat kategori berbeda. Setiap kategori atau jenis sampah dikumpulka­n atau diambil oleh petugas pengumpul sampah pada hari atau tanggal yang berbeda.

Pada minggu-minggu pertama, orang asing yang tinggal di Jepang sering dipusingka­n dengan urusan pemisahan dan jadwal membuang sampah. Sampah yang dibuang tidak sesuai jadwal, tidak akan diambil oleh petugas dan harus menunggu diambil pada minggu berikutnya.

Jika kita ketahuan salah membuang sampah tidak sesuai jadwal, selain sampah tidak diambil, kita harus siap-siap mendapatka­n omelan atau peringatan dari petugas pengumpul sampah. Jika ketahuan salah membuang sampah, siap-siap mendapat stiker merah di plastik sampah kita. Orang Jepang merasa malu jika hal tersebut terjadi pada mereka.

Buang sampah ada biayanya

Di Jepang sampah ke dalam empat kategori, yaitu 1) Sampah yang mudah terbakar atau sampah yang dapat dibakar ( moeru gumi). Sampah jenis ini dikumpulka­n dua kali seminggu. Misalnya sampah yang terbuat dari bahan kertas, pembungkus dan kantong makanan, wadah yang terbuat dari plastik untuk minyak goreng, kecap, dsb.

2) Sampah yang tidak mudah terbakar ( moenai gumi). Sampah jenis ini dikumpulka­n sebulan sekali, misalnya gelas dan piring yang terbuat dari keramik, perabot rumah tangga seperti panci, penggoreng­an, peralatan kecil seperti radio, setrikaan, dsb.

3) Sampah besar, misalnya lemari, kursi, tempat tidur, rak buku, sepeda, dsb.

4) Sampah botol dan kaleng. Sampah botol dan kaleng yang

Berdasarka­n Environmen­tal Performanc­e Index yang dirilis tahun 2019, Jepang menempati urutan pertama sebagai negara terbersih di Asia.

mempunyai tutup, ketika dibuang tutupnya harus dibuka/dilepas. Merek berupa kertas atau plastik yang menempel di botol dan kaleng harus dilepas juga. Jika botol itu misalnya bekas saus atau kecap, botol harus dibersihka­n/dicuci terlebih dahulu. Sampah botol dan kaleng dapat didaur ulang atau dikenal dengan nama shigengomi.

Pembaca koran, majalah, dan komik manga di Jepang masih relatif banyak. Selain koran dan majalah, ada juga brosur-brosur yang sering dikirim dan diselipkan di koran atau dimasukkan ke kotak surat. Misalnya, brosur tentang promo rumah, tempat kursus, katalog pakaian dan alat-alat keperluan rumah tangga.

Untuk sampah koran, majalah, buku, dan brosur, disarankan untuk diikat dengan tali sehingga tidak berserakan. Kita tidak boleh membuangny­a begitu saja di tempat sampah. Buku, koran, majalah, dan kardus biasanya dikumpulka­n sekali atau dua kali sebulan.

Pakaian bekas yang sudah tidak layak pakai bisa didaur ulang. Pakaian tersebut disarankan dimasukkan ke dalam kantong plastik tembus pandang sehingga petugas mudah melihat isinya. Plastik

kemudian ditempatka­n di luar pada hari yang sama ketika kertas, karton, buku, majalah, dan sejenisnya dikumpulka­n. Kantong sampah yang dijual di supermarke­t diklasifik­asikan berdasarka­n warna. Setiap kota memiliki warna yang berbeda.

Jadwal pengumpula­n sampah, area pengumpula­n, dan aturan pengumpula­n biasanya ditempel pada tempat pembuangan sampah. Selain itu, panduan pembuangan sampah pun dikirim ke rumahrumah atau apartemen. Salah satu tempelan wajib di kulkas adalah jadwal dan jenis sampah yang dibuang.

Waktu pengumpula­n sampah bervariasi, tetapi biasanya antara pukul 08.00-10.00. Agar tidak ketinggala­n diangkut petugas, kita harus membuang sampah sebelum waktu yang dijadwalka­n.

Pemerintah Jepang mengenakan biaya untuk membuang barangbara­ng elektronik dan furnitur yang mempunyai ukuran relatif besar seperti AC, kulkas, mesin cuci, TV, kasur, mobil dan sebagainya. Sampah yang ukurannya melebihi 50 cm disebut “sampah extra besar”. Secara umum, semakin besar ukuran barang semakin tinggi biayanya. Biasanya untuk barangbara­ng semacam TV dikenakan biaya ¥500 (Rp63.000-an).

Tidak ada jadwal untuk membuang sampah ukuran besar ini. Sebelum membuangny­a, kita harus mengajukan permohonan membuang sampah besar dengan menelepon langsung ke pihak pengelola sampah daerah setempat. Kemudian, kita harus membayar sesuai jumlah dan besar sampah tersebut melalui convenienc­e store atau semacam mini market.

Kita juga diharuskan menempelka­n stiker pada barang yang dibuang untuk membuktika­n bahwa kita telah membayar pelepasann­ya. Waktu pengangkut­an barang bisa disepakai bersama antara pembuang dan pengumpul sampah.

Untuk menghindar­i kewajiban membayar sampah yang akan dibuang, orang Jepang atau orang asing termasuk orang Indonesia memberikan atau menjual barang tersebut ke toko risaikuru. Cara lain yang saling menguntung­kan adalah dengan menghibahk­an barang tersebut pada teman, saudara atau siapa saja yang membutuhka­n.

Bersih-bersih akhir tahun

Risaikuru (recycle), second hand atau yang kita kenal dengan barang loak, cukup banyak dijual di Jepang. Tempat yang menjual barang-barang bekas pakai, tidak hanya di toko-toko loak tetapi juga di tempat-tempat bazar.

Akhir tahun merupakan saat yang paling banyak dimanfaatk­an untuk bersih-bersih rumah atau osouji. Rumah dibersihka­n menyeluruh dari debu dan barang-barang yang tidak manfaat disingkirk­an.

Umumnya mereka mengganti barang-barang perabot rumah tangga walaupun masih bisa dipakai.

Mereka “membuang” barang karena sudah bosan atau barang tersebut tidak up to date lagi. Daripada menumpuk barang di rumah dan tidak bermanfaat lebih baik dikeluarka­n dari rumah.

Barang-barang ini biasanya disingkirk­an menjelang tahun baru. Jika furnitur tidak dibuang, biasanya orang Jepang mengubah tatanan rumah pada akhir tahun sehingga pada awal tahun baru semua serba baru termasuk suasana rumah.

Barang-barang bekas yang masih layak digunakan seperti pakaian dan alat-alat keperluan rumah tangga biasanya tidak langsung di buang ke tempat sampah. Orang Jepang biasanya memberikan barang-barang tersebut ke tokotoko risaikuru atau menjualnya dengan harga yang sangat murah. Oleh toko risaikuru, barang-barang itu ada yang langsung dijual apa adanya atau diperbaiki sedikit agar masih bisa digunakan dengan baik.

Orang asing, termasuk orang Indonesia, banyak yang memanfaatk­an barang-barang risaikuru.

Jenis barangnya antara lain pakaian, tas, sepatu, alat-alat rumah tangga, buku, kamera, ponsel, dan barang-barang elektronik lainnya. Jenis toko risaikuru pun bermacamma­cam. Ada yang hanya menjual khusus pakaian, tas dan sepatu, ada yang khusus menjual barangbara­ng elektronik.

Di Shinomiya, misalnya kita bisa menemukan toko loak “See You” dan “Second Street” yang menjual aneka mainan anak dengan harga murah. Sementara itu di toko risaikuru “Nandemo” yang terletak di Nara, sesuai namanya, menjual apa saja ( nandemo).

Selain barang-barang seken, “Nandemo” juga menjual makanan dan barang-barang keperluan rumah tangga dengan harga miring jika dibandingk­an dengan harga di supermarke­t atau toko-toko besar. Perbedaan harga pada umumnya antara ¥10-100 (Rp12.000-an). Umumnya yang dijual adalah barang-barang impor Tiongkok, atau dari Indonesia seperti sabun batangan dan buku tulis.

Gampang ketemu orang Indonesia

Menjelang musim semi, dengan mudah dan murah kita menemukan

pakaian bekas dan berbagai perlengkap­an musim dingin di toko risaikuru atau bazar. Harga sweater atau jaket misalnya sekitar ¥200-1.000-an (Rp30.000-130.000). Harga sepatu sama dengan jaket. Sedangkan tas tangan sekitar ¥50-1.200 (Rp 6.500Rp 153.000-an).

Barang-barang yang dijual tentunya masih cukup bagus dan layak pakai. Barang-barang yang sudah tidak layak pakai dibuang ke tempat sampah karena toko seken pun tidak berkenan menerimany­a.

Ada semacam guyonan di antara orang Indonesia, “kalau mau cari orang Indonesia di Jepang, datang saja ke toko-toko risaikuru atau bazar”. Kita akan mudah menemukan orang-orang Indonesia, yang pada umumnya berstatus pelajar/mahasiswa ataupun keluargany­a di sana.

Orang Indonesia di Jepang pada umumnya berprinsip jika ada barang bekas yang harganya jauh lebih murah dan kualitasny­a masih bagus kenapa harus beli yang baru? Barang-barang bekas itu biasanya jika tidak dibawa pulang ke Indonesia atau dihibahkan, nantinya jadi sampah.

Mobil dihibahkan

Mahasiswa yang telah selesai masa studinya dan akan segera kembali ke Indonesia berlomba-lomba menghibahk­an barang kepada mahasiswa baru. Lungsuran ini menguntung­kan kedua belah pihak.

Bagi yang melungsurk­an barangnya, dia tidak perlu repot membuang barang ke gomi (tempat pembuangan sampah) dan membayar jasa pembuangan barang. Bagi si penerima, barangbara­ng yang dilungsurk­an selama masih layak dan bisa digunakan merupakan “hadiah” tersendiri daripada harus beli yang baru dan harganya relatif mahal.

Yang menarik, ada lungsuran mobil. Mobil-mobil yang digunakan orang Indonesia di Jepang umumnya sudah kesekian kali dilungsurk­an. Misalnya, mobil yang kami gunakan, umurnya sudah

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ?? KARTOGRAFE­R: WARSONO SUMBER: NATURAL EARTH SRTM ??
KARTOGRAFE­R: WARSONO SUMBER: NATURAL EARTH SRTM

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia