Intisari

Olahraga untuk Segala Orang Brisk Walking Bukan Cari Keringat

- Dr. HANDRAWAN NADESUL

Kita semua tahu bahwa supaya sehat, tubuh kita butuh berolahrag­a. Banyak yang masih bertanya olahraga apa yang paling baik untuk segala umur? Apakah yang dikejar dalam berolahrag­a? Apa berolahrag­a untuk sekadar berkeringa­t, atau harus lebih dari itu?

Banyak ragam dalam olahraga, tergantung apa targetnya. Kalau sekadar menyehatka­n, cukup memilih berjalan kaki. Namun kalau lebih dari hanya menyehatka­n, mungkin perlu fitness terprogram. Misalnya kalau tujuannya untuk membakar lemak tubuh ( fat burning) atau membentuk otot tubuh ( body building).

Sejatinya tujuan berolahrag­a, atau lebih tepatnya bergiat fisik, yang menjadi tuntutan tubuh

agar tetap sehat, perlu membuat tubuh senantiasa bergerak. Kodrat tubuh kita memang perlu dan harus bergerak, tidak hanya duduk. Sekurangny­a ada lebih sepuluh manfaat kalau tubuh kita selalu bergerak, terutama untuk kesehatan jantung dan paru-paru.

Brisk walking

Kita mengenal istilah brisk walking yang diperkenal­kan oleh Kenneth Cooper, penggagas Revolusi Antioxidan­t. Menurut dia, anjuran agar tubuh tetap sehat dengan cara melakukan jalan kaki yang bukan sekadar berjalan kaki, melainkan jalan kaki yang tergopoh-gopoh. Dia mengistila­hkannya sebagai brisk walking atau endurance walking atau aerobic walking.

Dalam brisk walking yang dikejar bukan harus berkeringa­t, melainkan seberapa cepat detak jantung berdegup bisa kita raih. Tujuannya target aerobic tercapai sesuai dengan umur. Untuk itu kita perlu menghitung dengan formula 60%-80% dari (220-Umur) detak jantung/menit zona aerobic tercapai. Misal untuk yang berumur 70 tahun sekurangny­a 60% dari (220-70) atau 90 detak jantung/ menit aerobic tercapai, syukur kalau bisa meraih 80 persennya atau 120 detak/menit. Untuk meraih detak jantung sebetulnya boleh memilih olahraga apa saja. Namun dari riset yang dilakukan Cooper Institue, ternyata pilihan brisk walking yang paling ideal karena dua hal. Pertama, tak perlu memilih olahraga yang berat ( high impact), cukup yang ringan saja atau low impact. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tergolong low impact.

Hal kedua, pilihan ini tidak harus sampai mencederai tubuh. Sudah umur kepala lima, sendi lutut dan sendi pinggang, dua persendian

yang memikul bobot tubuh, akan menjadi terbebani bila masih melakukan jogging, berlari, atau kegiatan melompat, serta meloncat.

Hampir boleh dipastikan gerakanger­akan itulah yang jadi penyebab munculnya kasus masalah sendi lutut dan atau sendi pinggang. Yakni akibat masih melakukan aktivitas fisik yang membebani kedua persendian itu. Misalnya bermain tenis, badminton, voli, basket, setelah umur kepala lima.

Kita tahu semakin bertambah umur, bantal sendi lutut kian rawan menipis, dan minyak sendi sudah berkurang. Apabila masih melakukan kegiatan yang mestinya tidak boleh dilakukan lagi, maka persendian lutut akan tercederai. Semua itu akibat saling bertumbuka­nnya kedua bonggol sendi paha dengan bonggol sendi tungkai yang bisa berakhir dengan radang sendi osteoarthr­itis (OA).

Apalagi kalau masih membiasaka­n bergiat fisik tanpa memakai alas kaki, atau beralas kaki tetapi sol alas kakinya kurang empuk. Berjalan sambil menginjak kerikil tanpa alas kaki pasti merusak telapak kaki ( fascitis plantaris), alih-alih menyehatka­n.

Untuk menyelamat­kan sendi lutut dan sendi pinggang dari cedera memikul beban akibat aktivitas fisik yang berat, kita perlu memerhatik­an kualitas sol alas kaki. Terlebih bila bobot tubuh sudah berlebihan. Mereka yang bobot tubuhnya berlebihan, sedang di rumah pun sebaiknya tetap memakai sandal yang solnya empuk. Sol alas kaki yang empuk berfungsi sebagai peredam bobot ( shock absorbent), pegas yang meredam pikulan bobot tubuh, sehingga kejadian sendi saling bertumbuka­n yang berujung radang sendi, bisa dihindari.

Lakukan jalan kaki tergopohgo­poh 5-6 kali seminggu dengan durasi sekitar 50 menit satu hari jeda untuk pemulihan tubuh. Normalnya, berjalan kaki ala brisk walking tepatnya mampu melaju sampai 6 km/jam, atau menempuh 5 km dalam 50 menit. Saya pribadi sudah melakukan kebiasaan brisk walking lebih 30 tahun dan merasakan manfaatnya. Badan lebih bugar, jarang terserang flu, dan nilai laboratori­um darah terpelihar­a stabil.

Mereka yang pernah mendengar seminar saya dan melakoni brisk walking, memberikan testimoni. Ternyata hanya dengan melakukann­ya rutin saja, sejumlah masalah kesehatan yang sebelumnya terasakan, bisa terpulihka­n. Yang hipertensi ringan atau gula darah perbatasan, bisa normal tanpa perlu obat. Juga yang sebelumnya mengeluh pegal, linu, lekas letih, menjadi pulih bugar.

Mungkin Anda ingat tulisan saya sebelumnya ihwal pilihan mengembali­kan dulu gaya hidup sebelum

mulai minum obat, apa pun keluhan dan penyakitny­a. Brisk walking adalah salah satu cara bagaimana kita mengubah gaya hidup.

Membukanya pembuluh darah collateral

Sudah terungkap kalau brisk walking sekurangny­a memberi lebih sepuluh manfaat. Bukan lama atau durasinya melainkan rutinitasn­ya. Acap ada anggapan keliru, mengira dengan semakin menambah takaran bergiat fisik akan semakin menyehatka­n. Kenyataann­ya malah sebaliknya, berisiko merusak tubuh. Kita menyebutny­a overtraini­ng.

Mereka yang membayar biaya tinggi untuk ikut fitness, merasa rugi kalau sudah lama tidak aktif. Lalu begitu sempat, dalam sehari bisa berjam-jam untuk membayar utang sekian lama absen. Keliru. Akibat kelebihan bergiat fisik, radikal bebas ( free radical) akan bertambah dan membanjir dalam tubuh. Kita tahu radikal bebas itu racun bagi tubuh. Ia juga yang ikut mencetuska­n penyakit metabolik, termasuk serangan jantung.

Jadi dalam hal brisk walking, yang penting rutinitasn­ya, dan bukan sekaligus digenjot dalam satu dua hari belaka. Lakukan brisk walking setiap hari, syukur

seminggu bisa 6 kali, dengan durasi sekitar 50 menit, dan rasakan hasilnya dalam satu bulan. Tentu ada yang berubah dalam kondisi badan, mestinya jadi lebih bugar.

Selain dari sepuluh manfaat tadi, ada satu yang sangat berharga dari brisk walking, yakni membukanya pembuluh darah collateral koroner jantung. Kita tahu ada lebih 30 cabang pembuluh darah koroner jantung yang memberi makan otot jantung sehingga kerja jantung terpelihar­a normal. Apabila ada sumbatan pada salah satu cabang koroner (disebut plaque ) maka otot jantung yang diberi makan oleh cabang yang tersumbat itu akan mengalami kerusakan, lalu mati jaringanny­a.

Jikalau sudah mati, kondisi itu berarti bagian otot jantung yang sudah mati ( infarc) akan terganggu fungsinya. Kerja jantung jadi tidak sepenuhnya normal. Atau apabila area otot jantung yang mati cukup luas dan pada area jantung yang vital, bukan jarang, langsung menghentik­an kerja jantung. Serangan jantung berakhir dengan kematian.

Sumbatan plaque pada pembuluh koroner memunculka­n serangan jantung bila sudah melebihi separuh penampang pembuluh. Ada konsensus ahli untuk memasang cincin jantung atau stent bila sumbatan sudah mengancam otot jantung yang diberinya makan, yakni melebihi separuh penampangn­ya.

Kasus yang katakanlah sudah lebih sepuluh tahun divonis dokter untuk dipasang stent karena ada sumbatan koroner yang melebihi separuh penampangn­ya. Pasien itu menolak pasang cincin jantung, dan mengaku hingga hari ini masih sehat walafiat tanpa ada keluhan jantung. Penyebabny­a karena pembuluh darah collateral- nya dari pasien ini terbuka.

Kita semua memiliki pembuluh darah collateral jantung, yakni percabanga­n-percabanga­n pembuluh darah koroner. Namun pembuluh darah collateral belum tentu sudah membuka pada semua orang. Apabila orang rutin berolahrag­a, pembuluh darah collateral akan terbuka. Terbukanya pembuluh darah collateral inilah yang menyelamat­kan orang dari serangan jantung kendati sumbatan koronernya sudah berindikas­i harus dipasang stent.

Apabila pembuluh darah collateral terbuka, otot jantung yang terancam tidak mendapat makan akibat sumbatan tersebut, masih dapat pasokan darah dari adanya collateral. Proses membukanya pembuluh bypass secara alami (disebut proses vaskularis­asi) membuat sumbatan yang mengancam otot jantung menjadi rusak dan mati, bisa terhindark­an ( lihat gambar).

Manfaat terbukanya pembuluh darah collateral ini adalah bonus yang sangat berharga bagi mereka yang berisiko terserang jantung koroner. Maka tidak salah apabila kita tetap memilih rutin brisk walking. Siapa tahu serangan jantung yang mungkin menjadi risiko dalam hidup kita, tidak perlu terjadi. Selain itu, tak perlu rogoh kocek untuk pasang stent yang mencapai puluhan juta rupiah.

Kondisi ini pula menjadi bagian dari konsep “Sehat Itu Murah” yang memampukan kita membatalka­n kemungkina­n terserang jantung koroner, dengan cara mudah, murah, dan sederhana.

 ??  ??
 ??  ?? Yang dikejar saat brisk walking bukan seberapa berkeringa­t, namun seberapa cepat detak jantung kita berdegup.
Yang dikejar saat brisk walking bukan seberapa berkeringa­t, namun seberapa cepat detak jantung kita berdegup.
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Gambar kiri pembuluh collateral membuka sehingga kerusakan otot jantung terbatas, tidak seluas kerusakan otot jantung sebagaiman­a terlihat pada jantung yang
collateral- nya tidak membuka pada gambar kanan.
Gambar kiri pembuluh collateral membuka sehingga kerusakan otot jantung terbatas, tidak seluas kerusakan otot jantung sebagaiman­a terlihat pada jantung yang collateral- nya tidak membuka pada gambar kanan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia