Intisari

Minumnya Kurang Yang Muncul Karang

Perkara batu ginjal bisa bikin sakit pinggang hebat, luka saat buang air kecil, hingga kematian. Para dokter dari Indonesia mengembang­kan teknik operasi yang kian aman untuk kesembuhan pasien.

- Penulis: Trisna Wulandari

“Kurang minum air putih, tuh,” mungkin pernah Anda dengar bila mengeluhka­n sakit pinggang. Jika bukan karena pergerakan tubuh, sakit pinggang menurut studi memang dapat menjadi gejala klinis adanya batu ginjal kecil.

Sakit pinggang karena batu ginjal berukuran kecil dapat mereda bila banyak minum air putih dan melakukan perawatan serta konsutasi ke dokter. Namun, batu ginjal yang berukuran besar dan sudah mengeras cenderung sulit keluar bersama urine. Akibatnya, perlu prosedur pengobatan lebih lanjut.

Dokter spesialis urologi klinis dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D dari RS Cipto Mangunkusu­mo, Jakarta Pusat menuturkan, selama bertahun-tahun para dokter mencoba mengembang­kan metode yang aman dan ekonomis untuk mengangkat batu ginjal. Percutaneo­us Nephrolith­otomy (PCNL) merupakan salah satu metode yang dinilai mumpuni untuk mengatasi hal tersebut.

PCNL merupakan teknik pembedahan invasif minimal untuk menghancur­kan batu ginjal. Tindakanny­a menggunaka­n jarum dan guidewire yang ditusukkan ke punggung pasien pada kulit dekat ginjal untuk mengakses ginjal

dan saluran kemih bagian atas. Karena sifatnya invasif minimal, luka operasi pada teknik ini hanya sekitar 1 cm.

Kendati demikian, Ponco menuturkan, prosedur ini perlu pencitraan untuk menilai apakah akses ke ginjal sudah tercapai dan memberikan gambaran secara visual yang memperliha­tkan proses tindakan. Proses pencitraan yang umum digunakan adalah fluoroskop­i yang memanfaatk­an x-ray dan cairan kontras untuk membantu memvisuali­sasikan struktur organ yang diperiksa.

Meskipun hanya menimbulka­n perlukaan sekitar 1 cm, PNCL dengan pencitraan fluoroskop­i dinilai memiliki sejumah kekurangan karena efek radiasi yang ditimbulka­n.

Ponco menjelaska­n, efek akut yang mungkin terjadi antara lain muncul tanda kemerahan pada kulit, rambut rontok, dan luka bakar akibat radiasi. Sementara efek jangka panjangnya adalah kondisi tubuh pasien melemah dan peningkata­n risiko terkena kanker terutama pada operator tindakan.

Pertama di dunia

Prosedur ini juga tidak bisa dilakukan pada setiap pasien. Ponco menuturkan, pada pasien anak-anak, terdapat risiko rentan berhenti tumbuh dan timbulnya kanker terutama kanker tiroid dan leukemia, terutama bila anak terpapar radiasi 50-100mSv sejak kecil. Sementara bila dilakukan pada ibu hamil, PCNL dengan pencitraan fluoroskop­i dapat memungkink­an terjadinya kerusakan otak pada janin.

Ponco menuturkan, beberapa pasien juga diketahui sensitif pada cairan kontras yang digunakan untuk membantu memvisuali­sasikan struktur organ yang diperiksa. Fluoroskop­i dapat menimbulka­n peningkata­n produk nitrogen di darah pada pasien yang memiliki riwayat azotemia, peningkata­n kadar urea dan senyawa nitrogen lain di dalam darah.

Seiring dengan perkembang­an ilmu pengetahua­n, muncul pengembang­an PCNL tanpa x-ray dengan bantuan USG. X-Ray free PCNL tidak menggunaka­n radiasi x-ray sama sekali dalam

Meskipun hanya menimbulka­n perlukaan sekitar 1 cm, PNCL dengan pencitraan fluoroskop­i dinilai memiliki sejumah kekurangan karena efek radiasi yang ditimbulka­n.

proses pencitraan, sehingga dapat mengurangi paparan radiasi bagi pasien, juga operator.

Dalam jurnal Internatio­nal Urology and Nephrology tahun

2016 ditulis, teknik ini berguna bagi pasien yang memang sensitif pada kontras karena tidak menggunaka­n cairan kontras sama sekali. Di sisi lain, operasi PCNL bebas x-ray ini memiliki kekurangan dari segi ekonomi.

PCNL bebas x-ray menggunaka­n balloon dilator untuk membuat akses (dilasi) dari saluran kemih ke saluran di dalam ginjal menuju tempat batu ginjal berada. Namun balloon dilator hanya sekali pakai dan harganya cukup mahal.

Teknik operasi PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator juga menunjukka­n keefektifa­n penghancur­an batu ginjal. Berdasarka­n penelitian Ponco dalam Internatio­nal Urology and Nephrology, 85% pasien free dari batu ginjal setelah operasi, bila dibandingk­an dengan teknik PNCL dengan fluoroskop­i yang hanya mencapai angka 77%.

Menyiasati kondisi tersebut, Ponco dan tim mengembang­kan teknik operasi PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator yang dapat digunakan berkali-kali, sehingga lebih ekonomis dari segi biaya. Teknik ini telah dilaporkan dalam Research and Reports in Urology, jurnal ilmiah bereputasi internasio­nal, tahun 2020.

Teknik operasi PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator juga menunjukka­n keefektifa­n penghancur­an batu ginjal. Berdasarka­n penelitian Ponco dalam Internatio­nal Urology and

Nephrology, 85% pasien bebas dari batu ginjal setelah operasi, bila dibandingk­an dengan teknik PNCL dengan fluoroskop­i yang hanya mencapai angka 77%.

Selain itu, teknik operasi PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator juga menunjukka­n tingkat komplikasi dan kerusakan organ lebih rendah karena dapat menemukan lokasi batu ginjal dengan lebih tepat dan tanpa radiasi. Teknik PCNL bebas x-ray dengan menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator juga menghindar­kan perlukaan pada organ dalam.

Ponco menuturkan, penggunaan

USG pada PCNL untuk pasien dengan penyakit ginjal polikistik juga memperkeci­l kemungkina­n komplikasi. Sebab, penggunaan USG dapat mempermuda­h prosedur tindakan. Selain dapat memvisuali­sasi struktur antara kulit dan ginjal, teknik ini juga mencegah kerusakan organ dalam tubuh.

Ia menambahka­n, pada kasus batu ginjal tanduk rusa, 88 % batu berhasil dikeluarka­n setelah PCNL. Batu yang bersisa biasanya terdapat di pintu saluran yang kecil, atau di ruangan baru dalam ginjal.

Ponco menuturkan, sejauh ini belum pernah ada yang melaporkan teknik operasi PCNL bebas x-ray dengan menggunaka­n Alken Telescopic Metal Dilator. Dengan demikian, publikasi di jurnal Research and Reports in Urology yang ditulis Ponco Birowo, Putu Angga Risky Raharja, Harun Wijanarko Kusuma Putra, Reginald Rustandi, Widi Atmoko, dan Nur Rasyid tersebut merupakan laporan pertama yang menggunaka­n teknik ini di dunia.

Perkecil risiko komplikasi

Batu ginjal ( nefrolitia­sis) merupakan salah satu penyakit ginjal akibat terbentukn­ya material keras menyerupai batu yang terdiri

dari kristal dan matriks organik. Batu ginjal yang membutuhka­n tindakan PNCL yakni batu ginjal berukuran besar.

Salah satu yang tersulit untuk diangkat atau dihancurka­n adalah batu ginjal staghorn (tanduk rusa). Batu ginjal tanduk rusa merupakan batu ginjal bercabang-cabang karena mengenai dua cabang atau lebih pada saluran ginjal, sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa.

Faktor intrinsik penyebab terjadinya batu saluran kemih diantarany­a herediter ( keturunan), paling sering ditemukan terjadi pada usia 30-50 tahun, dan menyerang pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingk­an dengan pasien perempuan.

Faktor ekstrinsik penyebab terjadinya batu saluran kemih antara lain iklim dan temperatur, asupan air, jenis diet, dan pekerjaan. Pada daerah yang temperatur­nya lebih tinggi memberikan prevalensi pembentuka­n batu ginjal lebih tinggi.

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatk­an batu saluran kemih. Diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermuda­h terjadinya penyakit batu saluran kemih. Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaann­ya banyak duduk atau kurang bergerak.

Gejala klinis batu ginjal seringkali muncul apabila batu sudah berukuran besar dan tertahan dalam ginjal, berpindah ke dalam ureter, atau saat terjadi infeksi. Kondisi ini menimbulka­n nyeri hebat yang disebut nyeri kolik ginjal.

Gejala yang sering terjadi, di antaranya nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik maupun non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristalti­k otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk mengeluark­an batu dari saluran kemih. Nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatk­an batu saluran kemih. Diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermuda­h terjadinya penyakit batu saluran kemih. Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaann­ya banyak duduk atau kurang bergerak.

Gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri pinggang, demam, rasa nyeri saat bekemih ( dysuria), dan frekuensi buang air kecil bertambah. Lebih lanjut lagi keluarnya darah saat buang air kecil ( hematuria) disebabkan dari trauma mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu, terutama sehabis berolahrag­a atau melaksanak­an aktivitas yang berat karena batu yang ada akan saling bergesekan dan mengikis mukosa saluran kemih.

Data terakhir mengenai prevalensi batu ginjal di Indonesia pada Riskesdas 2013 yakni 0,6%, sekitar 1,2 juta pasien. Ponco menuturkan, batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien dengan riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.

Selain itu, rentan pula bagi mereka yang memiliki penyakit lain seperti hiperparat­iroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan seperti reseksi usus, penyakit Chron, dan gangguan absorpsi. Orang dengan medula spinalis ( kelainan saraf tulang belakang) juga rentan terkena batu ginjal tanduk rusa.

Studi X-ray-free Ultrasound­guided Percutaneo­us Nephrolith­otomy in Supine Position using Alken Metal Telescopin­g

Dilators in a Large Kidney Stone: A Case Report juga menyebut abnormalit­as struktur ginjal seperti obstruksi UPJ, divertikul­um kaliks, striktur (penyempita­n) uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda,dan kelainan ureterocel­e juga merupakan ciri-ciri pasien dengan faktor risiko batu tanduk rusa.

Gejala batu ginjal tanduk rusa adalah sering mengompol ( neurogenic bladder). Nyeri pada perut intermiten dan nyeri pada ginjal hingga ureter, dan nyeri saat buang air kecil. Namun ada juga yang tidak bergejala, hingga membesar dan membahayak­an.

Perlu diperhatik­an, kelompok usia 55-64 tahun paling rentan batu tanduk rusa, dengan prevalensi pada laki-laki 0,8% dan perempuan 0,4%. Kondisi ini ditengarai saluran kemih pria lebih panjang dan aktivitas luar ruangan yang relatif lebih sering, sehingga kecenderun­gan menahan pipis dan kurang minum lebih besar.

Obat atau bedah

Ponco menuturkan, tindakan PCNL dilakukan bila batu ginjal seseorang sudah terlalu besar. Kalau masih kecil–kurang dari 5 mm–masih bisa diredakan dengan obat saja. Batu-batu kecil yang mengeras tetap harus dipecahkan dulu. Metodenya tidak perlu PCNL, cukup menggunaka­n gelombang kejut.

Di sisi lain, pasien yang sudah dioperasi juga perlu tetap berhatihat­i karena batu ginjal bisa muncul lagi paling cepat enam bulan-satu tahun dari tindakan. “Tapi batunya masih rapuh, belum keras, karena belum menahun,” kata Ponco.

Untuk menghindar­i terjadinya batu ginjal kembali, Ponco mengingatk­an perlunya minum cukup air, sekitar 2-2,5 liter per hari, disesuaika­n dengan kebutuhan dan aktivitas masingmasi­ng. Kalau banyak kerja di luar, tubuh terpapar panas, minumlah lebih banyak, begitu juga bila air seni masih keruh.

Batasi juga konsumsi garam, atau asupan mineral berstruktu­r padat seperti batu lainnya. Asupan hewani juga perlu dibatasi, terutama yang tinggi purin seperti jeroan. Minuman alkohol juga, karena sifatnya yang diuretik, sehingga bikin dehidrasi karena “dipaksakan” berkemih.

Makanan yang dianjurkan yakni yang banyak mengandung sitrat. Kandungan ini bisa dijumpai dalam konsumsi jeruk lemon dan nipis, yang mencegah terjadinya batu ginjal. Ponco menuturkan, partikel mineral di urin tidak akan menempel bila ada asam sitrat. Jadi, tetap rawat kesehatan agar dampak positif operasi tetap bisa dirasakan.

Pada tatanan normal baru, kesehatan mental dan fisik orangtua pun harus lebih diperhatik­an agar menjalani penuaan selama pandemi dengan sukses.

Lansia yang proses menuanya baik haruslah sehat jiwa-raga, memiliki kemampuan aktivitas fisik, daya pikir, dan hubungan interperso­nal atau interaksi sosial baik. Kehidupann­ya juga produktif.

Lansia di masa pandemi sebelumnya perlu diberikan pengertian yang memadai mengenai kondisi tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami. Sebab, tiap kelompok usia berisiko untuk terinfeksi, namun lansia berisiko lebih tinggi terkena infeksi dan kematian akibat Covid-19. Risiko ini timbul karena proses menua menyebabka­n sistem kekebalan tubuh dan daya tahan tubuh menjadi lebih rendah. Lansia juga umumnya telah memiliki penyakit kronik seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penurunan fungsi ginjal, dan penyakit paru obstruksi kronik yang meningkatk­an risiko komplikasi penyakit.

Hindari kunjungan tamu ke rumah, namun jika terpaksa harus berkunjung, wajib gunakan masker, jaga kebersihan pribadi, dan tetap menjaga jarak.

Agar tidak terjadi misperseps­i saat menggunaka­n masker, kedepankan bahasa non-verbal saat berkomunik­asi. Pastikan posisi lawan bicara berada di dalam lapang pandang lansia dengan jarak terdekat yang tetap aman, menjaga kontak mata, bicara dengan melihat mata lawan bicara, tubuh condong ke lawan bicara, serta jaga intonasi dan volume suara, sehingga tampak kesungguha­n mendengark­an. Penting juga, mencegah timbulnya

gangguan komunikasi.

Bepergian boleh jika urgent. Contoh, melakukan pemeriksaa­n laboratori­um secara drive thru di rumah sakit. Jangan lupa motivasi dan pantau lansia agar senantiasa memakai masker dengan baik dan benar.

Kontak sosial terus dipertahan­kan dengan keluarga dan kerabat melalui alat komunikasi gawai. Biasakan bahwa kini, kegiatan bersifat rekreatif pun dapat dilakukan virtual, seperti menonton wayang orang dan traveling virtual. Dampingi lansia untuk melakukan aktivitas yang ia senangi di rumah.

Lansia tetap harus beribadah di rumah sesuai kepercayaa­n. Kegiatan keagamaan seperti mengikuti ceramah agama, mengaji, kebaktian, dan lainnya dapat diikuti virtual.

Meski tidak dapat leluasa beraktivit­as di luar rumah, tetap lakukan latihan jasmani secara rutin di rumah. Latihan jasmani dapat dilakukan dengan teman sesama kelompok olahraga atau kelompok senam seminat secara virtual.

Upayakan lansia cukup beristirah­at, serta mencapai kualitas dan kuantitas tidur yang cukup, sekitar 6-8 jam sehari atau lebih.

Perhatian dan dukungan keluarga merupakan hal mutlak agar lansia tetap sehat, dan bersedia berdiam di rumah. Keluarga merupakan sumber penting kasih sayang, motivasi dan semangat, bantuan, dan interaksi sosial. Keluarga juga perlu mengupayak­an kondisi lingkungan rumah tetap bersih, aman, dan nyaman untuk lansia dengan ventilasi dan cahaya matahari masuk yang cukup, termasuk di kamar tidur.

Keluarga atau pendamping turut membantu mengajarka­n penggunaan teknologi informasi dan memfasilit­asi lansia agar dapat menggunaka­n gawai untuk berkontak dengan kerabat secara virtual. Perhatian tulus dan kesabaran keluarga akan membuat lansia tidak merasa terisolasi serta memudahkan­nya menerima dan beradaptas­i terhadap tatanan baru.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Jika bukan karena pergerakan tubuh, sakit pinggang menurut studi dapat menjadi gejala klinis adanya batu ginjal kecil.
Jika bukan karena pergerakan tubuh, sakit pinggang menurut studi dapat menjadi gejala klinis adanya batu ginjal kecil.
 ??  ?? Teknik PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal DIlator dapat digunakan berkali-kali, sehingga lebih ekonomis.
Teknik PCNL bebas x-ray yang menggunaka­n Alken Telescopic Metal DIlator dapat digunakan berkali-kali, sehingga lebih ekonomis.
 ??  ?? Pada daerah bertempera­tur lebih tinggi, prevalensi pembentuka­n batu ginjalnya juga lebih tinggi.
Pada daerah bertempera­tur lebih tinggi, prevalensi pembentuka­n batu ginjalnya juga lebih tinggi.
 ??  ?? Pasien yang berhasil dibersihka­n batu ginjalnya tetap perlu menjaga asupan rendah purin dan cukup minum agar tidak kambuh.
Pasien yang berhasil dibersihka­n batu ginjalnya tetap perlu menjaga asupan rendah purin dan cukup minum agar tidak kambuh.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia