#PREDIKSI2021 TIKTOK BUKAN CUMA JOGET-JOGET
Sekilas orang mungkin mengenalnya sebagai aplikasi untuk menampilkan ekspresi anak muda dalam video-video pendek. Padahal aplikasi ini menawarkan konten-konten yang variatif, seperti media sosial lainnya. Para pengguna bisa berbagi konten dengan para user lain dari mulai kreativitas, hobi, tips, tutorial, edukasi, belanja, sampai bisnis.
Beragamnya jenis konten membuat aplikasi buatan ByteDance asal China ini menjadi aplikasi yang banyak diunduh pada 2020 lalu, mengalahkan Facebook dan WhatsApp. Pandemi Covid-19 membuat Tiktok justru menikmati kenaikan jumlah pengunduh di dunia. Di Indonesia saja kabarnya naik lebih dari 20 persen selama pandemi atau kenaikan yang terbesar di dunia.
Bukan hanya soal unduhan, prestasi ini juga sudah terlihat dalam bisnisnya. Pada November 2020, menurut perusahaan riset Sensor Tower, pendapatan Tiktok mencapai AS$123 juta (Rp1,7 triliun). Artinya aplikasi yang sudah ada di 150 negara dengan 75 bahasa itu ada di peringkat pertama. Peringkat keduanya, Youtube dengan pendapatan AS$88 juta (Rp1,2 triliun).
Menurut Dr. Firman, aplikasi ini tumbuh pesat karena memang jauh lebih praktis dari aplikasi yang sudah populer sebelumnya yakni Youtube dan Instagram. Videonya pendek dan tidak perlu menggunakan banyak polesan. Tak heran kalau aplikasi ini sangat laku di negara-negara yang warganya cenderung pragmatis. “Menyukai sesuatu yang tidak ribet, cepat mendapat respons,” tutur dia.
Kehadiran Tiktok membuat platform lain juga menyiapkan fitur serupa. Youtube sudah merilis Short yaitu fitur membuat video 15 detik yang bisa ditambahkan koleksi musik. Sementara Facebook juga meluncurkan Collab yang bisa mengkreasikan beberapa video pendek milik pengguna menjadi video baru yang kreatif.
Meski mulai tersaingi, namun agaknya kehadiran Tiktok sudah tidak terbendung lagi dan hanya tinggal menunggu waktu untuk menjadi jawaranya aplikasi media sosial.