ANAK GURU BESAR
Keterlibatan Yuliati dalam dunia aktivis seperti saat ini tak lepas dari pengalaman masa kecilnya. Anak bungsu dari empat bersauadara pasangan Solihan Manan dan Siti Machilah, saat usia tujuh tahun, mengalami musibah. Ibunya meninggal dunia dan tak lama kemudian ayahnya buta.
Karena tidak mampu melihat, Yuliati kecil yang menjadi “mata” bagi ayahnya. Saban hari tak hanya menyiapkan materi kuliahnya sebagai dosen ilmu tafsir Alquran di Institut Agama Islam Sunan Ampel Surabaya (sekarang UIN Sunan Ampel). Ia juga membacakan semua buku-buku yang ringan sampai berat di perpustakaan, mengetik makalah, dan sebagainya. “Membacakan berbagai buku itu saya lakukan dari sejak SD hingga mahasiswa, sampai bapak diangkat menjadi guru besar IAIN. Jadi tidak berlebihan ilmu yang masuk ke otak bapak juga terserap ke dalam otak saya juga,” cerita Yuli tentang ayahnya yang meninggal tahun 2011.
Ayahnya yang trah santri dari ponpes di Jombang sebenarnya menginginkan dirinya sekolah di luar negeri dan menjadi dosen. Tetapi, Yuli berontak. Ia justru ingin menjadi seorang aktivis. Tahun 1998, bersama kawan-kawannya mendirikan Yayasan Alit (Arek Lintang) yang berfokus pada perlindungan dunia anak-anak. “Keluarga besar saya sangat marah ketika melihat saya menggelandang bersama anak-anak jalanan di depan Tunjungan Plasa Surabaya,” cerita Yuli mengenang masa lalunya.
Awalnya sang ayah menolak, tapi lama kelamaan bisa memahami, setelah tahu bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah mulia karena berjuang demi mengangkat derajat anakanak yang terpinggirkan.