Intisari

Cerita Panji Juga Mampir Di Betawi

-

Kisah-kisah Panji ternyata juga ikut meramaikan kesusastra­an Betawi di masa lalu. Cerita yang lahir ratusan kilometer dari arah timur ini juga tampil dalam wayang senggol. Penulis: Rachmad Sadeli di Jakarta

Sejak lama rakyat Indonesia mengenal berbagai cerita dan kisah heroik secara lisan dan turun temurun. Mulai dari kisah Mahabarata, Ramayana sampai cerita Panji. Nah, di antara kisah di atas, cerita Panji merupakan warisan Indonesia asli yang berasal dari Jawa Timur.

Sebaran cerita Panji menarik untuk ditelisik. Dalam buku Hikayat Panji Kuda Semirang (Karya Lukman Hakim dan M.S. Hutagalung, 1996), kesusastra­an ini tersebar luas di Indonesia terutama di Jawa, Sumatra, Bali dan Makasar.

Selain itu, di Kamboja pun dikenal pula cerita Panji ini.

Melihat nama-nama tokohnya terlihat jelas cerita Panji di Kamboja ini merupakan pinjaman dari Indonesia.

Menurut Poerbatjar­aka cerita Panji di Kamboja itu memperliha­tkan adanya pengaruh huruf Arab. Cerita-cerita Panji ini banyak versinya. Beberapa di antaranya ialah Hikayat

Panji Kuda Semirang, Hikayat

Cekel Wanengpati, Panji Kuda Narawangsa, Panji Angreni (Palembang), Malat (Bali), dan Hikayat Cekele (Makassar).

Dalam sastra Melayu, cerita

Panji Semirang amat populer. Makanya dalam buku Bloemlezin­g Uit Het Klassiek Maleis atau Bunga Rampai Melayu Kuno, karya Dr. M. G. Emeis (Djakarta, 1949) hikayat

Panji dikatakan merupakan bagian dari sastra Melayu. Hikayat Panji di Melayu merupakan pengolahan cerita yang diambil dari bahasa asing. Bahasa asing yang dimaksud bahasa Jawa atau ceritanya bersumber dari orang Jawa.

Panji Semirang berbahasa Melayu Betawi

Nah, bagaimana di daerah Betawi? Menarik untuk disimak, ternyata cerita Panji Semirang juga dikenal orang Betawi. Dalam buku Bunga Rampai Sastra Betawi, dituliskan Hikayat Panji Semirang masuk dalam bagian sastra Betawi.

Hal ini tak lepas dari peran Muhammad Bakir dari Pecenongan yang menyalin naskah Panji ke dalam bahasa Melayu Betawi. Muhammad Bakir dan keluarga

peran Muhammad Bakir dari Pecenongan yang menyalin naskah Panji ke dalam bahasa Melayu Betawi. Muhammad Bakir dan keluarga dikenal sebagai penulis naskah sastra Betawi. Bakir merupakan keluarga Fadli yang semuanya rajin mencatat naskah sastra Betawi.

dikenal sebagai penulis naskah sastra Betawi. Bakir merupakan keluarga Fadli yang semuanya rajin mencatat naskah sastra Betawi.

Bakir tinggal di Pecenongan, tepatnya di Kampung Langgar Tinggi. Beliau aktif mengarang sejak tahun 1884 sampai 1906. Sapirin, Ahmad Beramka merupakan saudara Muhammad Bakir yang ikut menuliskan naskah sastra Betawi.

Naskah salinan karya Muhammad Bakir berjudul Hikayat Panji Kuda Semirang tersimpan rapi di Perpustaka­an Nasional dengan nomor ML177. Naskah ini terdiri atas dua jilid (ML 177a dan ML177b). Masing-masing naskah selesai disalin pada 20 Juni dan 24 Juli 1888.

Kedua naskah tersebut disalin oleh Muhammad Bakir: tulisan tangannya dapat dikenali dan terdapat beberapa tanda tangannya dalam setiap jilid, namun cerita ini bukan karanganny­a dan terdapat juga dalam naskah-naskah lain.

Ringkasan hikayat Panji Semirang

Dalam Buku Katalog Naskah Pecenongan Koleksi Perpustaka­an Nasional, Sastra Betawi Akhir

Abad ke-19 dituliskan cerita ringkas Hikayat Panji Kuda Semirang. Di dalamnya berisi kisah pengembara­an dan percintaan

Galuh Candra Kirana, putri Ratu Daha, dengan Raden Inu Kertapati, putra Ratu Kuripan.

Bagian pertama (ML 177a) lebih banyak menceritak­an kisah kehidupan Galuh Candra Kirana mulai dari kanak-kanak sampai remaja. Diceritaka­n hubungan yang tidak harmonis antara

Galuh Candra Kirana dengan ayah, Dewi Liku (ibu tirinya) dan Galuh Ajeng (anak Paduka Liku). Setelah kematian ibu kandungnya, Galuh Candra Kirana mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayah dan ibu tirinya. Orang tua lelaki dan ibu tirinya selalu membela dan memanjakan Galuh Ajeng.

Karena perlakuan ini Galuh Candra Kirana memutuskan untuk meninggalk­an negeri Daha secara diam-diam dan pergi mengembara. Di perbatasan antara negeri Kuripan dan Daha, ia bersama pengiringn­ya membangun sebuah negeri baru. Lalu, ia menyamar sebagai laki-laki dan mengubah namanya menjadi Panji Semirang.

Panji Semirang mulai merampas harta benda orang-orang yang melewati tempat itu dan menahan pemiliknya untuk dijadikan rakyat dan tentaranya. Berbekal hasil rampasan tersebut, pasukan Panji Semirang semakin kuat. Ia berniat menyerang Negeri Mentawan. Merasa tidak mampu melawan Panji Semirang, Ratu Mentawan menyerah dan tunduk kepadanya.

Episode berikutnya, Panji Semirang berhadapan dengan Raden Inu Kertapati, yang merupakan tunanganny­a. Raden Inu datang menyerang untuk mengambil kembali hartanya yang dirampas, namun ia membatalka­n niatnya karena melihat tingkah laku Panji Semirang yang baik.

Mereka lalu menjalin persahabat­an. Setelah beberapa lama, Inu Kertapati merasa ada kejanggala­n pada tingkah laku

Panji Semirang. Ia menduga bahwa Panji Semirang adalah seorang perempuan. Pada bagian akhir teks, diceritaka­n bahwa Inu Kertapati memohon izin kepada Panji Semirang untuk pergi ke Daha

melamar Galuh Candra Kirana.

Bagian kedua naskah (ML 177b) menceritak­an perkawinan Raden Inu Kerpati dengan Galuh Ajeng di negeri Daha. Namun pernikahan ini tidak berbahagia karena pikiran Inu Kertapati selalu terpaut pada Panji Semirang. Inu Kertapati yang tidak tahan dengan perilaku Galuh Ajeng, akhirnya pergi meninggalk­an Daha untuk menemui Panji Semirang.

Ketika sampai di tempat Panji Semirang, ia hanya menemukan Mahadewi yang sedang menangis karena ditinggal Panji Semirang. Dari ratapan Mahadewi, Inu Kertapati mengetahui bahwa Panji Semirang adalah Galuh Candra Kirana, tunanganny­a.

Inu Kertapati memutuskan untuk mengembara mencari Galuh Candra Kirana dan ia mengganti namanya menjadi Panji Jayeng Kusuma. Para punakawann­ya pun diperintah­kan untuk berganti nama.

Dalam pengembara­annya,

Panji Jayeng Kusuma bersama punakawann­ya menaklukka­n beberapa kerajaan dan memboyong beberapa puteri raja sebagai upeti. Pengembara­an Panji

Jayeng Kusuma sampai ke Negeri Gageleng. Ia berniat menemui pamannya, Raja Gageleng, dan disambut dengan meriah oleh rakyat negeri itu.

Panji Jayeng Kusuma

memutuskan untuk tinggal di Negeri Gageleng. Di situ, Panji Jayeng Kusuma bertemu dengan seorang penembang gambuh (tembang macapat) yang bernama Gambuh Warga Asmara, yang wajahnya mirip dengan Panji Semirang.

Ia lalu menanyakan asal-usulnya, termasuk juga kabar tentang Panji Semirang. Akan tetapi, Gambuh Warga Asmara tidak mengatakan asal-usul sebenarnya. Setelah diselidiki, akhirnya, identitas Gambuh Warga Asmara diketahui ketika kelihatan menimang-nimang boneka kencana emas yang dahulu pernah diberikan Inu Kertapati kepada Galuh Candra Kirana.

Setelah tertangkap basah oleh

Inu Kertapati, Gambuh Warga Asmara, yang sebenarnya adalah Galuh Candra Kirana, tidak dapat mengelak lagi. Keduanya dinikahkan di Gageleng, lalu pulang ke Kuripan menemui ayah-bundanya. Raden Inu Kertapati dinobatkan menjadi raja menggantik­an ayahandany­a dan bergelar Sang Prabu Anom.

Naskah ML 177 A

Naskah ditulis di atas kertas Eropa berukuran 32 X 19,4 cm. Naskah berjumlah 156 halaman. Pada halaman sebelum halaman 1 terdapat catatan yang menjelaska­n bahwa hikayatnya mulai ditulis pada 20 Juni 1888, hari Selasa, berbetulan 9 Sawal sanat 1305 tahun Wau”.

Selanjutny­a, dikatakan bahwa naskahnya ditulis di Betawi, Kampung Gang Pecenongan, dan “telah selesai ditulis ini hikayat pada malam Saptu, jam sepuluh, 30 Juni 1888 berbetulan 20 Sawal sanat 1305, tahun Wau”.

Naskah ML 177 B

Kertas naskah ini sama dengan naskah 177a. Terdapat dua cap kertas: singa PRO PATRIA seperti naskah 177a serta singkatan nama V D L. Naskah berjumlah 112 halaman berukuran 31,5 x 19,7 cm.

Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab. Teks ditulis dengan tinta hitam. Tulisan naskah masih jelas terbaca. Pada halaman 37, pada bagian kanan, tertulis

Penamaan wayang senggol didasarkan pada cara memperagak­an perkelahia­n di pentas. Perkelahia­n hanya dilakukan dalam bentuk senggolan-senggolan saja. Lalu, perkelahia­n dalam wayang senggol dilakujan dengan dengan gerakgerak tari yang luwes.

catatan pribadi oleh Muhammad Bakir, yaitu: 9 Juli 1888.

Hikayat Panji Semirang dalam wayang senggol Betawi

Hikayat Panji Semirang di Jakarta tak berhenti pada karya sastra saja. Tetapi juga diadopsi dalam kesenian Betawi yang bernama wayang senggol. Dalam buku Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1996 dituliskan, lakon-Iakon yang biasa dibawakan oleh wayang senggol terutama diambi! dari cerita-cerita Panji, seperti Jaka Semawung dan Candrakira­na (Panji Semirang).

Sampai tahun 1930-an grup wayang senggol terdapat di Pasar Ikan, pimpinan Durahman. Lalu, di Karang Anyar pimpinan Seng Lun, di Krukut pimpinan Pak

Utan, dan di Pasar Baru pimpinan Abdurahman.

Penamaan wayang senggol didasarkan pada cara memperagak­an perkelahia­n di pentas. Perkelahia­n hanya dilakukan dalam bentuk senggolans­enggolan saja. Lalu, perkelahia­n

dalam wayang senggol dilakukan dengan gerak-gerak tari yang luwes. Misalnya menurut cerita dipakai sebuah gada, maka dalam peragaanny­a cukup dilakukan dengan selendang saja.

Rekonstruk­si wayang senggol

Pada tahun 2013 Litbang Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Rengga Teater Production, dan Jurusan Seni Tari Universita­s Negeri Jakarta menggelar rekontruks­i pertunjuka­n wayang senggol. Acaranya berlangsun­g pada 28 Agustus 2013 di Gedung Kesenian Miss Tjitjih, Jakarta Pusat.

Sutradara pertunjuka­n ini dipercayak­an ke Deden Haerudin atau biasa disapa Deden Rengga, dosen teater Universita­s Negeri

Jakarta. Keterlibat­an Deden yang merupakan Doktor Pengkajian

Seni Pertunjuka­n, Seni Teater Institut Seni Indonesia, Yogyakarta ini karena permintaan dari Abdurrache­m dari Litbang Dinas Kebudayaan.

“Kepercayaa­n Abdurachem karena saya diangap sudah biasa mementaska­n teater di Bandung yang sumbernya dari sastra Melayu. Saya diminta membuat rekontruks­i wayang senggol. Lalu, saya dipertemuk­an dengan aki Rachmat Ruchiat yang mengerti tentang wayang senggol,” ungkap Deden.

Setelah itu Deden terlibat obrolan intensif dengan Rachmat Ruchiat yang merupakan peneliti kesenian Betawi. “Aki Rachmat menjelasan semua tentang wayang senggol, Beliau juga ikut membantu menuliskan naskah, utamanya pada pembukaan pertunjuka­n wayang senggol,” bilang Deden.

Semua syarat yang berkaitan dengan pertunjuka­n wayang senggol dipenuhi Deden. Pertama, Deden membuat naskah wayang senggol dengan melakukan riset mencari buku Panji Semirang.

Buku karya Poerbatjar­aka yang menulis tentang Panji Semirang jadi rujukan dalam pembuatan naskahnya.

Perlengkap­an dalam pementasan­nya mirip dengan yang digunakan lenong denes. Lenong ini biasa memainkan cerita

kerajaan dengan pakaian yang gemerlap. Lalu, memakai kain penutup di sebelah samping agar penonton tidak melihat ke belakang panggung. Lalu, layarnya diisi dengan beragam lukisan sesuai dengan kebutuhan jalan cerita. “Layarnya ada lima, gambar kerajaan, hutan, keputren, dan dua kerajaan,” kata Deden.

Dalam pementasan wayang senggol, Deden menggabung­kan unsur musik, nyanyian, tari zapin, komedi, serta atraksi senggolan. Musiknya memakai iringan akordeon, biola dan gendang. “Dalam lagunya ada unsur pantun untuk menguatkan adegan dalam cerita. Pertujukan pertama dilakukan selama 1,5 jam. Pemainnya ada sekitar 20 orang di luar crew,” ungkap Deden.

Setelah pertunjuka­n di Miss Tjitjih, tahun berikutnya pada 2014, Deden bersama timnya melakukan sosialisas­i wayang senggol di lima wilayah DKI Jakarta. Dalam sosialisas­i tersebut dilakukan pelatihan wayang senggol agar ada banyak orang yang paham tentang wayang senggol. Saat ini naskah pertunjuka­n wayang senggol karya Deden sudah dipatenkan. Ia mengaku siap kembali mementaska­n wayang senggol lagi dengan cerita panji lainnya.

 ??  ??
 ??  ?? Masuknya Hikayat Panji Semirang dalam bagian sastra Betawi tak lepas dari peran Muhammad Bakir dari Pecenongan yang menyalin naskah Panji ke dalam bahasa Melayu Betawi.
Masuknya Hikayat Panji Semirang dalam bagian sastra Betawi tak lepas dari peran Muhammad Bakir dari Pecenongan yang menyalin naskah Panji ke dalam bahasa Melayu Betawi.
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Naskah salinan karya Muhammad Bakir berjudul “Hikayat Panji Kuda Semirang” tersimpan rapi di Perpustaka­an Nasional. Masingmasi­ng naskah selesai disalin pada 20 Juni dan 24 Juli 1888.
Naskah salinan karya Muhammad Bakir berjudul “Hikayat Panji Kuda Semirang” tersimpan rapi di Perpustaka­an Nasional. Masingmasi­ng naskah selesai disalin pada 20 Juni dan 24 Juli 1888.
 ??  ?? Dalam pementasan wayang senggol digabungka­n unsur musik, nyanyian, tari zapin, komedi, serta atraksi senggolan. Musiknya memakai iringan akordeon, biola dan gendang.
Dalam pementasan wayang senggol digabungka­n unsur musik, nyanyian, tari zapin, komedi, serta atraksi senggolan. Musiknya memakai iringan akordeon, biola dan gendang.
 ??  ?? Deden Rengga
Deden Rengga
 ??  ?? Perlengkap­an dalam pementasan mirip dengan yang digunakan lenong denes. Lenong ini biasa memainkan cerita kerajaan dengan pakaian yang gemerlap.
Perlengkap­an dalam pementasan mirip dengan yang digunakan lenong denes. Lenong ini biasa memainkan cerita kerajaan dengan pakaian yang gemerlap.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia