UANG JADI PENENTU STATUS SOSIAL
Sejak lebih dari seribu tahun sebelum Masehi, Cina sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Kesusastraan dan seni lukis mencapai zaman keemasan pada dinasti Tang (618 – 907 SM). Golongan atas yang terpelajar mencurahkan perhatian mereka pada kesenian, pendidikan, dan pemerintahan.
Di masa yang lampau hierarki masyarakat Cina mengenal tiga tingkat sosial yang dominan. Yang teratas terdiri atas para pejabat. Zaman itu orang baru bisa menjadi pejabat setelah lulus ujian negara yang berat, di samping hubungan dengan raja dan keluarga raja punya pengaruh yang besar.
Tingkat kedua diduduki rakyat biasa. Dari tingkat sosial ini, yang paling dihargai. malah petani, sebab mereka bekerja untuk memberi makan semua orang. Yang dianggap paling rendah adalah tentara, perajin, dan pedagang! Mereka dianggap tidak memberi surnbangan kepada banyak orang, dibandingkan dengan petani.
Tmgkat sosial ketiga terdiri atas budak, pelacur, penghibur, dan pengemis. Mereka dilarang mengikuti ujian negara. Larangan itu tidak berlaku untuk keturunan mereka mulai generasi ketiga.
Berlainan dengan struktur sosial di Cina sebelum komunis berkuasa, masyarakat Cina perantauan di Asia Tenggara tidak terlalu jelas stratanya. Masyarakat Cina Singapura umpamanya dibagi menjadi dua divisi. Divisi satu terdiri atas pengusaha, saudagar, pengusaha perkebunan atau pertambangan. Divisi lain terdiri atas perajin, pramuniaga, kerani, guru, buruh tambang, tukang kebun dan karyawan perkebunan.
Konon para pendatang pertama sekali adalah pedagang dan pelarian politik Kemudian tiba gelombang pendatang yang terdiri atas petani, yaitu orang-orang yang terdorong meninggalkan negaranya karena kemiskinan. Orang-orang terpelajar di Cina biasanya tidak merantau ke Asia Tenggara. Karena itulah uang dijadikan ukuran untuk menentukan hierarki sosial. Jadi sungguh berlainan dengan di tempat asal mereka, ketika keterpelajaran merupakan kriteria status.
Alasannya, di perantauan para pendatang pindah ke sektor perdagangan dan bisnis.. Pendidikan sedikit sekali
mendapat perhatian, karena mereka terlalu sibuk mengejar uang. Lagi pula pintu tertutup bagi mereka untuk berperan dalam pemerintahan. Jalan yang terbuka hanya ke bidang perdagangan.
Dalam bidang perdagangan ini jenisnya bisa dilacak dari asal mereka di Cina. Setidaknya ada lima kelompok Cina perantauan, yakni orang Kanton, orang Hokkien, orang Teochew dari Guangdong Timur, orang
Hakka (Khe) yang sudah lama mengembara dari Utara ke Selatan di Cina, dan orang Hainan dari P. Hainan di Selatan.
Orang Hokkien yang umumnya berasal dari Fujian (daerah Jinmen, Xiamen, Fuzhou dan Quanzhou) mulanya bertani atau membuat perahu di daerah perantauan mereka di Singapura, Malaysia, Filipina. Lama-kelamaan mereka lebih dikenal sebagai pedagang yang ulet.
Orang Kanton yang berasal dari tujuh distrik di delta S.
Mutiara banyak didapati di
Hong Kong, Vietnam Selatan, Amerika,_Kanada, Australia, Selandia Baru. Orang Kanton dari Zhongshan umumnya menetap di Hawaii. Sebelum berdagang dan membuka restoran, mereka dikenal sebagai tukang dan buruh tambang.
Orang Teochew datang dari Chaozhou dekat perbatasan Fujian. Seperti orang Hokkien tadinya mereka bertani dan membuat perahu, tetapi kemudian banyak yang menjadi pengusaha waning.
Orang Hakka seperti halnya orang Kanton, mulai mencari nafkah sebagai tukang dan buruh tambang. Mereka kebanyakan berasal dari enam daerah, yaitu Taipu, Huizhou, Fengshun, Meixian, Popo, dan Yongding.
Orang Hainan baru tiba di Nanyang setelah kelompokkelompok dialek yang disebut di atas lama di perantauan, sehingga sudah kehilangan banyak kesempatan ekonomi. Terpaksa mereka puas menjadi pelayan, pramuniaga dan pelaut. Kadang-kadang seperti orang Foochow, mereka membuka warung kopi.
Di luar itu masih ada orang Henghua dan Hokchia menonjol sebagai pedagang sepeda dan suku cadang di Malaysia, Singapura, maupun Indonesia. Sedangkan Waijiangren bergerak di pelbagai bidang, mulai dari penjahit, perajin kulit, sampai penerbit.