Intisari

TRADISI BAKAR UANG

- (wentina/kompasiana)

Bagi orang Tionghoa tradisi membakar uang ini sudah tidak asing lagi dilakukan di acaraacara besar. Ritual ini disebut cara masyarakat Tionghoa menghargai para leluhur. Mereka bisa menghabisk­an hingga triliunan uang untuk dibakar!

Namun uang yang digunakan itu bukan uang sungguhan, ini uang kertas yang sengaja dibuat untuk ritual tersebut. Uang ini disebut dengan uang arwah atau uang kertas.

Menurut kepercayaa­n masyarakat Tionghoa, membakar uang-uang tersebut dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang telah berada di dunia akhirat.

Menurut mereka, uang tidak hanya berlaku di dunia fana saja namun juga berlaku sama di alam baka. Tentunya jika hidup para leluhur bercukupan, maka mereka akan berterimak­asih dengan cara memberikan rezeki yang sama pula. Masyraraka­t Tionghoa meyakini bahwa leluhur punya kekuataan dalam mempengaru­hi rezeki maupun nasib anggota keluarga.

Mulanya tradisi ini diduga ada sejak zaman Dinasti Tang (618-907 M). Raja Lie Sie, raja dari Kerajaan Tang yang adil bijaksana yang memeluk agama Buddha.

Raja sangat puas dengan kondisi perekonomi­an rakyatnya pada awalnya. Namun, semuanya berubah ketika ia melakukan perjalanan ke luar kota. Ia mendapati kehidupan rakyat pinggiran ternyata jauh berbeda dengan kesejahter­aan rakyat kota.

Penghasila­n mereka hanya cukup untuk makan. Mereka tidak punya apa-apa, kecuali pepohonan bambu yang ada di halaman rumah. Setelah pulang dari perjalanan­nya, sang raja menjadi sedih. Ia lantas memikirkan cara agar tidak terjadi ketimpanga­n ekonomi. Akhirnya, muncullah sebuah ide.

Raja berpura-pura mangkat. Ia berpesan agar tidak langsung dikuburkan untuk memberi kesempatan bagi keluarga kerajaan dan para petinggi istana untuk memberikan penghormat­an terakhir.

Beberapa hari kemudian, sang raja “bangkit” dari kematianny­a dan bercerita mengenai perjalanan spiritual yang dialami semasa “kematianny­a.”

Raja berkisah bahwa ia telah bertemu dengan sanak saudara dan teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Walaupun

mereka dulunya hidup senang dan mewah, tapi keadaan mereka sekarang sangat menderita. Kelaparan, kehausan, serta serba kekurangan.

Makhluk-makhluk menderita ini memohon kepada raja agar dapat menyampaik­an kabar derita yang mereka alami kepada sanak keluarga yang masih hidup.

Satu-satunya cara untuk menolong para arwah menderita ini adalah dengan memberikan bantuan “uang” kepada mereka yang berada dalam penderitaa­n. Uang tersebut terbuat dari bambu yang bisa dibeli dari penduduk di luar kota. Inilah cara yang digunakan raja untuk menghidupk­an ekonomi dari para rakyat jelata yang hanya hidup dari berjualan bambu.

Titah raja tersebut menjadi kebiasaan yang kita kenal secara turun temurun begitulah awal mula tradisi membakar uang ini. Terlepas dari itu semua, tradisi membakar uang bagi masyarakat Tionghoa adalah cara mereka berusaha berbakti kepada leluhur.

 ?? ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia