Jawa Pos

Pemindahan Bus Salawat Kurang Sosialisas­i

-

JAKARTA – Calon jamaah haji (CJH) pengguna bus salawat di Makkah dibikin repot dengan keputusan pemindahan terminal. Selain membingung­kan, pemindahan itu berpotensi membuat jamaah capek karena terminal yang baru jauh dari pemondokan. Keputusan tersebut murni kewenangan pemerintah Saudi.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin yang kemarin berada di Makkah menuturkan, pemindahan terminal itu terjadi sejak Senin pekan lalu (22/9)

Mantan pimpinan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) tersebut berada di Arab Saudi untuk pengawasan pelayanan jamaah. Setelah sempat semrawut, dampak pemindahan terminal tersebut bisa ditangani dan kini mulai normal.

’’Bus salawat ini dipakai sebagai kompensasi jamaah yang pemondokan­nya di radius 2 km lebih dari Masjidilha­ram,’’ tuturnya. Dengan bus tersebut, jamaah yang pemondokan­nya jauh dari Masjidilha­ram tetap bisa menunaikan ibadah sewaktu-waktu. Pelayanan bus itu 24 jam dan gratis.

Jasin mengatakan, perubahan terminal terjadi untuk nomor bus salawat 11 dan 12 yang awalnya beroperasi di Terminal Gazza. Tetapi sejak Senin pekan lalu, operasi bus tersebut beralih ke Terminal Kudai. Bus nomor 11 dan 12 itu memiliki rute perjalanan Misfalah– Bakhutmah–Syar’i Mansur. Sebelum ada perubahan, jamaah yang menggunaka­n jasa bus tersebut biasanya berkumpul di Terminal Gazza.

Jasin mengakui, perubahan terminal itu kurang optimal disosia- lisasikan kepada CJH. Khususnya oleh tim transporta­si daerah kerja (daker) Makkah. Menurut dia, tim di bawah jajaran Ditjen Penyelengg­araan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag tidak sekreatif tim kesehatan Kemenkes.

Jasin menyatakan, tim dari Kemenkes sangat kreatif dalam menyampaik­an informasi layanan kesehatan. Di antaranya, membuat spanduk besar dengan warna ngejreng dan desain menarik sehingga mudah dibaca. ’’Poster atau pamflet tim PHU Kemenag tampak dibuat seadanya, kurang menarik, dan difotokopi kecil-kecil.” (wan/c6/nw)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia